Hal pertama yang terlintas di kepala ketika tahu kalau saya akan ditugaskan ke sini adalah Soto Banjar. Google dan nemu rekomendasi soto Banjar Haji Anang. Langsung bersemangat bahkan rela lapar dari Jakarta.
Begitu mendarat di Bandara saya segera menuju loket taksi. Dari bandara ke kota Banjarmasin di banderol 100.000. Harga tak mungkin ditipu karena kita diberi tiket. Jarak dari bandara ke tengah kota sekitar 50 menit, dengan sedikit macet karena ada pembangunan fly over. Kalau kata bule perhitungan pakai jam ini ngaco, mestinya ngitung jarak itu pakai satuan KM.
Hotel Grand Mentari
Hotel tua ini terletak di tengah kota dengan harga cuma 387rb/malam termasuk sarapan. Tangganya tinggi nian, jadi kalau bawa koper repot. Kalau pakai kursi roda lupakan aja, ga bakal bisa masuk. Hotel ini tidak saya rekomendasikan karena berisik, ga hanya suara motor yang terdengar sampai lantai 4, tapi juga lonceng gereja yang bunyi tiap tiap 30 menit sekali.
Selain itu makanannya pada saat sarapan tak menarik sama sekali. Pegawainya pun tidur di area sarapan. Apa karena puasa jadi pada ngantuk? Saya sempat ditipu pegawainya, beli aqua 600ml dua botol dikasih harga 42ribu rupiah. Kebangetan sih, tapi karena saya diizinkan makan soto dan minjem peralatan makan ya udah iklas aja.
Soto Banjar Haji Anang
Kelaparan, saya pun baik becak mencari Soto Haji Anang. Dari hotel ke pengapuran ongkos becaknya selawi. Untunglah saya ini paham Bahasa Banjar. Setelah disasarkan ke ke Warung Padang, akhirnya ketemu juga ini Soto. Tapi ga boleh makan di tempat karena waktu berbuka masih kurang satu jam, padahal perut sudah lapar. Ternyata, kalau puasa DILARANG makan di depan umum dan dilarang jualan makanan, macam di Aceh. Restaurant hotel pun tak menyajikan makanan, tapi kalau kelaparan bisa order room service dan makan di dalam kamar. Rupanya ada perda yang mengatur tentang penjualan makanan di bulan Ramadhan. Saya sempat menyusuri jalan veteran,tetapi tak ada satu restaurant Chineseyang buka. Mau cari Indomaret, circle K, Alfarmart apalagi Seven Eleven? lupakan saja, gak ada!
Kembali ke soto Banjar,buat saya soto ini nggak enak. Dagingnya alot, mungkin karena ayam kampung, kuahnya pun tak enak. Bungkusannya yang menggunakan kantong kresek juga bikin saya makin ilfil.
Pasar Wadai
Pasar musiman yang jual makanan untuk berbuka ini berada di pinggir sungai persis di belakang Masjid Raya. Strategi saya, mencari yang paling ramai atau bahkan yang habis.
Yang paling ramai ternyata nadi pecel, kurang khas. Sementara yang habis bingka Haji Thambrin Salon. Esoknya saya sambangi lagi, kali ini lebih siang dan berhasil beli, masih hangat pula. Satu Bingka dibandrol 38k. Rasanya super manis dan bagian yang gosong super yummy. Bingka Thambrin ini ternyata hanya ditemukan pada saat bulan Ramadhan dan dijual di pasar ini . Lha kalau ga bulan Ramadhan? Telpon aja, pesan di 0511-3302822.
Selain bingka saya juga membeli ayam bakar masak habang alias masak warna. Rasanya biasa aja, ga special, harganya 15000. Yang ajaib tentu saja mie merah ini, saya beli tapi akhirnya ga berani makan karena warnanya mencemari nasi putih.
Buat yang doyan seafood, Banjarmasin juga menawarkan udang khas yang besarnya tak tanggung-tanggung. Harganya pun gila, yang ganal 30ribu,sementara yang halus 20 ribu.
Kampung Sasirangan
Kami direkomendasikan untuk pergi ke Irma Sasirangan, rupanya ini toko paling besar dengan foto SBY. Harga kain sasirangan sendiri dipatok mulai 70ribu saja. Terus terang saya tak terlalu tertarik, jadi saya tak belanja. Tapi kolega saya memborong beberapa lembar kain. Kalau malas membeli kain bisa juga membeli baju, tapi modelnya masih sangat terbatas, dan kualitas jahitannya perlu ditingkatkan. Harganya sendiri cukup reasonable.
Pergi ke Kalimantan Selatan gak afdol kalau gak berkunjung ke Martapura untuk berburu berlian, cerita selengkapnya bisa dibaca di sini.
Xoxo,
Ailtje
Bisa bahasa banjar?pian urang banjarkah?
Kadak bisa. Bapak Ulun orang Samarinda 🙂