Awalnya saya berkeinginan menengok Disneyland Hong Kong, tapi reviewnya yang kurang baik (kecil, mahal, tanpa parade) membuat saya urung. Kami berdua akhirnya memutuskan mencoba Hong Kong Ngong Ping 360 degrees. Naik cable car melintasi pulau di Hong Kong. Saya yang dasarnya takut ketinggian agak keder juga, tapi nekat dan hanya memilih mengambil cable car yang biasa saja.
Bagi yang tak takut ketinggian, ada cable car yang lantainya dari kaca, jadi sambil melintasi pulau bisa sambil melihat bagian bawah melalui kaca. Lebih seram, lebih mahal, tapi antriannya lebih pendek. Alternative lain bagi yang ingin kurus bisa ikut paket jalan kaki. Walaupun saya tak membayangkan jauhnya. 25 menit dengan cable car saja terasa jauh, bagaimana dengan turun naik tangga?
Stasiun Tung Chung, tempat cable car ini terletak tak jauh dari Bandara. Kami yang menginap di bandara, bisa langsung naik bis dan membayar dengan Octopus card, kartu serba bisa yang bisa digunakan untuk bayar MRT, tram ke puncak HK, hingga naik cable car. Sungguh efisien. Walaupun antrian cable car ini sangat panjang, kami mengantri selama satu jam, tapi antriannya tertata dan ditemani wifi.
Ada apa aja di Ngong Ping?
Ada patung Budha super besar yang harus dicapai dengan melatih jantung (baca: ngos-ngosan). Di bawah patung Budha juga terdapat sebuah museum dan harus bayar. Bagi mereka yang angkatan jaman dahulu, di bawah patung ini juga terdapat altar khusus untuk Anita Mui, yang sayangnya tak boleh dipotret.
Wilayah ini juga bisa dikelilingi untuk melihat wisdom path, potongan 38 kayu besar bertuliskan huruf Cina yang isinya kebijakan semua. Satu buah ditinggalkan kosong begitu saja karena kebijakan yang terakhir adalah kekosongan yang tak berarti kehampaan. Dalam banget.
Tak jauh dari patung Budha ada restaurant vegetarian yang menyajikan makanan enak-enak. Restaurant vegetarian ini ramai dikunjungi oleh para mbak-mbak yang berjilbab, termasuk para TKW dari berbagai wilayah di Indonesia. Saya mendengar banyak dialek dari Sunda, ngapak-ngapak hingga bahasa Madura. Rupanya hari Minggu menjadi kesempatan buat para TKW untuk berlibur. Yang saya perhatikan TKW ini kalau ketemu saudara sebangsa sendiri bukannya senyum tapi malah jutek dan sibuk menilai orang dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sebagai traveler yang malas dandan saya berhasil mendapatkan beberapa kali tatapan setajam pisau disertai dengan kesinisan. Lihatnya juga ga malu-malu dari atas sampai bawah, satpam di Dragonfly dan X2 (club malam di Jakarta yang menentukan dresscode) kalah sadis deh. Tak hanya saya, Mas G pun kena getah dilihat dari atas sampai bahwa. Kelakukan TKW kayak begini ini dimana-mana, dari MRT sampai Ngo Ping. Semuanya menilai dari bungkus luar. Owalah Mbak, I feel sorry for you.
Tak jauh dari Ngo Ping, terdapat desa nelayan yang bisa dikunjungi dengan bis. Lagi-lagi bayarnya pakai Octopus Card. Saya sangat menyukai desa nelayan ini karena kami bisa melihat Hong Kong yang berbeda, less modern, tak terlalu cantik tapi tetap menarik. Kampung nelayan yang cukup semrawut, tapi tak seperti di Jakarta ini dilengkapi dengan hidran dan alat pertolongan pertama jika ada kebakaran. Rumah-rumah mereka, walaupun kayu juga dilengkapi dengan AC. Wah saya yang ndeso ini langsung berdecak kagum sambil mbatin, kapan nelayan di negaraku bisa beli AC?
Berhubung jalan-jalan ke kampung nelayan, maka banyak pemandangan ikan kering alias ikan asin harusnya lucu, tapi akhirnya mengerikan.
Satu hal yang saya perhatikan, orang-orang di Hong Kong ini nampaknya rajin berjalan kaki. Sebagian besar dari mereka, termasuk nenek-nenek, mengenakan sepatu olahraga dengan warna genjreng. Banyak orang saya temui berjalan bersama hewan kesayangannya, termasuk pasangan ini yang berjalan dengan si Pitbull.
Yang patut diacungi jempol, bis di Hong Kong itu on time dengan jadwal yang jelas. Antriannya pun bener, seperti bebek, nggak kayak disini, sikut-sikutan sana sini. Tapi seenaknya negeri orang masih asyik negeriku sendiri, setidaknya semua orang saling melempar senyum, nggak jutek dan mau menolong. Yang paling penting nggak di screen TKW dari ujung rambut sampai ujung kaki. Maksudmu apa sih mbak TKW kelakuanmu nggak penting banget?!
xx,
Tjetje
Kebayang seremnya naik kereta gantung berlantai kaca…hiiii…..gak mauuuuu! *siapa yg nawarin…hi…hi*
cobain aja mbak, uji nyali. Aku nggak berani….
Gak ah. Di Chicago ada gedung tinggi yang di atasnya ditaruh kotak kaca, dan aku pernah ke situ. Seyeeemmm. Tapi tetap semangat foto2…ha…ha.
aku selama tertutup sebenernya berani, tapi kalau 25 menit ya kencing di celana.
Dan kalau kereta gantung kan gak bisa kemana-mana ya, maksudnya sebelum keretanya sampai di ujung satunya lagi ya terjebak tetap dalam situ. Kalau yang di Chicago bisa keluar dan masuk ke kotak kacanya sesuka hati. Jadi kalau sudah mulai gamang dan serem, pindah ke lantai gedung yang biasa (bukan kaca).
Gheghee….sama ajah ama bibul bibul di Belanda, walo gak semuanya, …
Mrk juga doyan screening head to toe klo liat perempuan sebangsa…trus mata beralih ke pasangan kita, ee…screening lagii.. Trs pandangan mata udah ketebak ber-judging ria.. Heraannn -_- nggak ngerti mrk ini bermental apa, wong yaa setanah aer, mbok yaa saling menyapa memberi kehangatan dan keramahan scara sama2 dirantau. Tp yaa, dgn sikap spt itu, kita jd cukup taulah bgm harus mencari teman yg baek, benar dan tulus..
ckckckck…ini ketahuan banget dangkalnya manusia kalau bisanya cuma judging dari head to toe. Yang harus mereka judge itu isi otakku, bukan bungkusan luar (yang lebih sering ngegembel)
sabar mba sabar 🙂
Ini sabar kok nggak marah2 :p
aku pengen nyoba yang kaca, karena males antri jadinya milih yg biasa. klo waktu aku kesana yg rame malah yang kaca.
soal mba2 tkw jutek, pernah tanya jalan malah dijutekin. asem, belagu banget. tapi gak semua sih. malah ada yg bilang “kok enak banget sih jalan2 ke hongkong” (@_@). Paling parahnya adalah didatengin tkw lalu dia curhat kalo ditawar cuma hkd500.
Eh buset itu ditawar buat dijadikan teman ranjang atau buat jadi pekerja rumah tangga?
hah tangganya … itu kalo lagi naik tau2 pingsan di jalan gimana 😀
Yang naik kebanyakan nenek kakek yang udah 50+ gitu. Banyak banget yang jalan, kalau pingsan pasti banyak yang nolong, angkut nya yang nggak tahu gimana.