Beberapa kali mengunjungi Borobudur, bahkan sampai dilamar disana, saya tak pernah tertarik menyewa pemandu untuk menjelaskan cerita tentang Borobudur. Khas turis Indonesia, kalau ke suatu tempat alih-alih belajar dan membaca informasi tentang sejarah malah repot foto-foto, tapi saya jamin saya nggak repot selfie sampai overdosis.

Relief tentang bergunjing
Berapa banyak dari kita yang sebenarnya tahu kapan Borobudur dibangun? Saya mengetahui abad pembuatan Borobudur justru ketika mengunjungi kawasan Angkor di Kamboja. Borobudur dibangun pada abad ke 9, lebih dahulu ketimbang Angkor yang dibangun di abad 12. Boro sendiri berarti temple, sedangkan budur (dari beduhur) berarti monastery yang berada di atas. Bagi pemeluk Hindu dan Budha, tempat pemujaan memang diletakkan di atas supaya dekat dengan yang maha kuasa. Besakih & Candi Cetho merupakan contoh tempat pemujaan lain yang ‘dekat dengan langit’.
Ada dua juta batu di Borobudur yang dipasangkan tanpa semen, apalagi putih telur. Bebatuan itu dipasangkan seperti potongan puzzle, baru kemudian dipahat. Diperkirakan ada seribu orang yang membangun Borobudur, tapi ini hanya perkiraan saja. Sama seperti di Thailand, Tangga-tangga Borobudur sengaja dibuat tinggi, supaya orang-orang yang akan memuja sedikit merunduk. Maksud hati sih biar nunduk, tapi dengkul pasti sakit menahan beban tubuh yang berlebihan.

Salah satu bangunan cantik ini terpaksa dikikis
Melihat relic Borobudur sebaiknya dari arah Timur menuju Selatan, Barat, baru ke Utara, searah jarum jam. Tujuannya, penghormatan kepada hidup. Relief Borobudur sendiri dibagi menjadi tiga, Kamadhatu, Rupadhatu serta Arupadhatu. Kamadhatu di bagian bawah bercerita tentang napsu manusia. Lapisan kedua Arupadhatu menceritakan pembebasan manusia dari keterikatan dengan napsu, ada cerita reinkarnasi juga. Sedangkan di lapisan terakhir, tak ada relief, kosong, karena kesempurnaan telah tercapai.
Sekitar abad ke ke 14, Borobudur terkubur letusan Merapi dan mulai ditinggalkan masyarakat disekitarnya yang pindah ke Jawa Timur. Agama Islam saat itu sudah mulai masuk dan konversi sudah mulai dilakukan. Menariknya, sejak penemuan kembali Borobudur oleh Sir Raffles di tahun 1814, Tak ada belum ada bukti yang menunjukkan rumah-rumah masyarakat di sekitar Borobudur. Diduga masyarakat tinggal di rumah dari kayu dan bambu; hanya tempat ibadah yang dibangung megah.
Jika diperhatikan, banyak sudut-sudut Borobudur yang warnanya putih kekuningan. Rupanya dulu Pemerintah Belanda mencoba melindungi batu dengan bahan yang tidak cocok untuk negara tropis. Bukannya terlindungi, batu-batu itu malah berubah warna akibat dari salinasi. Tak hanya proses ‘coba-coba’ saja yang merusak Borobudur, air hujan, abu Merapi, tangan-tangan nakal merupakan ancaman-ancaman bagi Borobudur. Untuk mengatasi air hujan, ada saluran-saluran air yang dibuat, bahkan dipasang meteran untuk mengukur jumlah air yang masuk dan keluar di candi. Abu merapi sendiri berbahaya karena mengandung sulfur yang merusak batu.
Kenakalan manusia macam-macam, selain memanjat mereka juga hobi memasukkan tangan ke dalam stupa untuk menyentuh Patung Budha. Soal menyentuh patung Budha, ternyata itu hanyalah mitos yang dibuat para pekerja di Borobudur demi mendapatkan rupiah. Setelah menyentuh, para pencari keberuntungan harus memasukkan uang ke dalam stupa. Saat candi ditutup, uang yang dimasukkan ke dalam stupa pun diambil. Suatu ketika, ada ibu-ibu yang mencoba menyentuh patung Budha, anaknya yang masih kecil meniru perbuatan ibunya. Alhasil, kepala si anak terjepit di antara stupa itu. Apa yang kemudian dilakukan? Ya Stupanya harus dikikis perlahan-lahan demi mengeluarkan kepala. Rusaklah karya agung anak manusia. Mestinya ibu itu didenda karena menyebabkan kerusakan.

Di belakang guide terdapat tumpukan batu penopang yang menopang candi supaya tidak roboh. Sayangnya penopang itu menutupi banyak relief candi.
Demi mengurangi aksi panjat-memanjat yang merusak bagian yang fragile, sekarang dibagikan kain panjang sebelum masuk Borobudur. Konon kalau pakai sarung, agak susah untuk memanjat. Tapi prakteknya, sarung-sarung itu banyak yang berakhir di kepala untuk menghindari dari panas dan juga menjadi syal.
Kalau saya tak salah mendengar, sebuah patung Budha di Borobudur juga sempat ditukarkan dengan patung gajah dari Thailand, yang sekarang ada di depan Museum Nasional Jakarta. Anyway, Borobudur pernah dikunjungi oleh Richard Gere. Seperti kita tahu, Richard Gere adalah pengikut ajaran Budha. Ketika ke Borobudur di tahun 2011 (dan sayangnya ga mampir buat minum teh di kantor kami), Richard Gere meninggalkan jejak hijau, sebuah pohon. Pohon kanthil tepatnya. Jika ingin bertemu peninggalan Richard Gere, datanglah ke arah Barat Laut Candi dan carilah satu pohon Richard Gere. Udah deh peluk cium aja pohonnya, pasti berasa Richard Gere.
Kata pertama setiap ajak tamu ke borobudur adalah capeknya.
Selain muka happy bisa selfi di sana haha wah aku baru tahu kalau ada yang terjepit disana serem ih mana anak kecil, tapi emang udah dari jaman jebot kalau kesana jangan lupa pegang patung di dalam stupa, aku pun melakukannya..
Jangan dilakukan lagi ya, karena kalau kita miring megang stupa sedikit banyak mengkikis ukiran di sekitar stupa.
Siiiap lagian kalau sekarang ngak brani takut stupanya rubuuuh ngak kuat nahan berat badan aku.
Mba Ailtjee… penjelasannya tentang borobudur keren abiisss… 🙂 Laik dis…
Selama ini yang aku tau cuma borobudur dibangun pada abad masa dinasty Syailendra. Peninggalan pelajaran IPS, hehe… 🙂
Syailendra raja dari Palembang, pas pelajaran IPS aku nggak ngedengerin rupanya.
terakhir ke borobodur smp :D, pengen ke sini lagi tapi ngebayangin panasnya males :p
Kayanya itu batu-batu memancarkan panas deh. Panasnya luar biasa, kalah Jakarta.
Sangat informatif! Terimakasih sudah berbagi info
sama-sama.
Lengkap Ai, gak ngebosenin bacanya tapi gemes ama kepala kejepit hehe.
Saya duga, batu batu ini juga menyimpan panas. Kemaren mendung aja kami mandi keringat. Humidity tinggi banget.
Aku gemes banget, sayang belum ada aturan ketat.
Sekarang manjat2 udah gak boleh kan ya. Aku herannya ngapain coba ya mesti manjat2 hehe
Sekarang ada satpam yang mantau sih tapi masih ada aja yang kelewatan.
Mestinya langsung didenda 1 juta aja biar gak ada yg berani haha
Aku udah lama gak kesana, jadi pengen kesana lagi deh. Terakhir kesana pas SMA, masih inget keselnya liat kelakuan pengunjung, ada yang nyoret nyoret pake tipex, ada yang ngerokok di area candi. Berharap sekarang lebih tertib deh
Sekarang ga boleh lagi ngerokok. Bebas rokok. Mestinya dikasih cctv ya di area candi terus tinggal di denda atau kasih hukuman kurungan. #galak
Setuju, perlu CCTV dan penjaga yang patroli biar pada kapok tuh yang punya tangan jahil di kenai sanksi. Harus nya kesadaran untuk mejaga daerah wisata adalah kesadaran turis lokal ya, sebagai bentuk dari rasa memiliki.
Selalu suka ke Borobudur, meskipun panasnya ampun 😀 Btw, nice info mba Ai, jadi inget lagi tentang asal usul peninggalan sejarah yang keren ini 🙂
Aku suka Borobudur karena sejarahnya. Fungsinya dulu megah ya dan lihat foto-foto pertama setelah ditemukan itu berkesan banget. Tiap aku ke Yogya pasti mampir ke Borobudur sampe anakku juga suka kesana.
Letaknya pun dipikirkan dengan bagus oleh yang buat. Dipuncak atas Borobudur itu ibaratnya Nirvana, makanya ngga ada relief. Filosofinya aku suka sekali. Jadi kangen kesana.
wah keren2 banget deh mba ceritanya
Terimakasih Wina, salam kenal.
Niceee..
Sbg org Jawa, gw nyesel blm bs banyak traveling dan belajar sejarah..
Pernah ngliat Prambanan Ballet dan senengnya mintak ampun lho..
Setuja ama usul kegalakan pengawasan lokasi berharga ini, kmrn ke Edinburgh Castle mas satpamnya aja ketat banget ngawasin mahkota ratu yg dlarang buat dipoto..pdhl klo boleh malah pingin gw pinjem buat selfie ala Syahroni..
Pengawasan di tempat sejarah kita masih belum bisa maksimal, padahal kita punya banyak sumberdaya manusia. Museum Gajah aja bisa kehilangan artefak emasnya.
Eh Syahroni belum pernah ke Edinburgh kayaknya, mainnya di NY, LA, kalau gak di Paris. (stalker abis)
Mungkin Edinburgh bukan kota yg menarik sosialita macam beliau mah..
Bikin artikel ttg pemahat2 yg di sekitaran YK, Magelang dong Tje, keren itu, dulu sampe dipake jasanya buat malsuin artefak di Solo lho.
Eh busyet parah banget. Aku ga sempat keliling di Magelang.
Btw, kalau di Afrika pemalsuan umur kayu dilakukan dengan ngubur kayunya. Terus tiap hari permukaan tanah disiram.
Keren cara bertuturnya Ai, jadi suka bacanya. Sekarang diharuskan memakai sarungkah? Terakhir kesana Agustus ga diwajibkan pake sarung. Tentang pemandu, waktu aku kesana sama suami, dia pengen pakai jasa pemandu. Tapi aku bilang, ga usah. Begitu sampai diatas, dia tanya ini itu, aku ga bisa jawab. Duh! merasa bersalah. Akhirnya minta tolong bapak satpam untuk manggilin pemandu. Baru deh lega karena suami suka banget sama sejarah
Iya harus pakai sarung, aku tahun kemaren Juni kesana juga wajib pakai sarung. Apa suka2 ya pakai sarungnya.
sebelnya jalur pulang hrs melewati tukang2 jualan suvemir yg buanyaaakkk….banget,smp pusing muter2. Dulu kayanya ga begini amat. Ekonomi mengalahkan kenyamanan berwisata
Iya itu salah satu tantangan Borobudur, teror para pedagang suvenir.
mupeng pengen balik kesana kak
Ayo balik lagi, Borobudur menyenangkan, tapi panasnya luar biasa.
segera kak amin
udah lama banget nggak mampir ke borobudur. padahal waktu kecil dulu suka diajak liburan kesini sama ibuk 😀
Ayo datang lagi ke Borobudur dan mampir ke Galerinya.
Ahh baru tahu ttg asal mula mitos sentuh stupa tercipta… Duluuu pakai jasa guide pas study tour aja, setelah itu cuma keliling en foto-foto doank karena merasa sudah tahu. Ternyata itu salah, baru tahu (lagi) tentang urutan Timur menuju Selatan, Barat baru ke Utara. Sepertinya memang kudu balik sana, peluk pohon Richard Gere dan belajar sejarah Borobudur lagi hehe
Iya itu karena gaji mereka kecil dan pengen nyari uang tambahan. Kemaren pengakuan dosa deh guidenya.
Itu kepala kejepitnya masih terngiang2 sampai selesai baca artikelnya. sesuatu banget.
Menggemaskan!
Uda 4 kali ke Borobudur, yg terakhir bahkan pake pemandu, baru tau Richard Gere tanam pohon di situ.. Dan mungkin aku termasuk sedikit orang yg gak minat menyentuh batu/stupa apalagi utk alasan tak masuk akal.., kuatir merusak bangunan atau tanganku yg ntar kena kuman apa lah gitu, maklum pengunjungnya (yg suka pegang-pegang) kan banyak..
Sayang ya disini masih banyak banget yang suka pegang-pegang. Aku pernah nyolot abis sama pengunjung Museum karena megang-megang lukisan, apa coba yang dicari dari megang cat kering. Norak.
Hahaha..rasa ingin tahu yg tidak pada tempatnya…
Kalo saya gak suka megang2 stupa dan sebagainya karena satu; kuman, dua; laba laba. Wah selalu ngebayangin bakal banyak laba laba jalan di tangan.
Laba-laba sering muncul ya? Kemaren sih yang aku lihat kadal jalan-jalan. Kalau pas di Angkor lebih parah lagi, ular ijo.
aku baca postinganmu offline saat di pesawat, menyenangkan bisa melayangkan pikiran sejenak ke Borobodur. 8 tahun yang lalu terakhir kesana, dan pakai jasa pemandu wisata juga 🙂
Bucket list : experiencing sunrise disana dan waisak…Hopefully soon.
Semoga segera terwujud ya. Both Wasiat dan sunrise menyenangkan.
Dua kali saya kesana di tahun 2014 ini, dan selang hanya satu minggu diantara keduanya. Andai saja saya membaca bagian ini pasti saya cari tuh pohon mas Richard. Oh ia ini saya Hassan yang dari Serang itu kak Ailtje, masih ingat nggak? Haaaah tidak ingat? Haha… Itu lho tetangganya ibu. Ratu 👸 Atu* yang di price tag dari ujung rambut ampe jempol kakinya 😎.
Sekarang saya coba pake wordpress ikutan Anda 😊 . Sebelumnya saya di blogspot. Salam kenal sekali lagi ya kak.
Hahaha aku inget sama kamu, tetangga ibu Ratu!
Selamat datang di dunia wordpress yang menyenangkan.
Huft.. Syukurlah masih ingat yeay! 😊 pripun kabare? (waduhh sok akrab nih)
Baik, semoga kamu juga baik ya!
eh jangan sungkan untuk sok akrab, dunia maya kan memang untuk memperdekat jeda antara manusia 😉
😆 Ok deh, Hep nais dey ya
You too!
Borobudur memang cantik. Ah, terakhir kesana kenapa lupa kisah Richard Gerenya ya…
Cerita yang menarik…blogwalking 🙂
Alasan buat balik lagi Mbak 🙂