Kendati bukan penikmat kopi, saya tak menolak ajakan untuk menengok Bali Pulina, kawasan agro wisata di daerah Gianyar Bali. Bayangan saya tentang kawasan agro wisata tentunya tak jauh beda dengan kawasan agro wisata di daerah Batu yang dikelilingi banyak pohon-pohon apel. Bayangan ini tentu saja tak sama dengan apa yang saya lihat, tak ada hamparan pohon kopi, tapi sebagai gantinya, ada aneka rupa pohon dan tumbuhan, dari kayu manis hingga nanas. Kawasan ini nampaknya adalah areal yang disiapkan untuk menjadi area wisata, bukan kebun yang dijadikan tempat wisata.

poor luwak
Ketika memasuki area wisata, wisatawan akan disambut dengan beberapa kandang dimana luwak ditempatkan. Luwak yang dikurung sendiri-sendiri itu mondar-mandir dari satu titik ke titik lainnya, persis seperti setrika. Beberapa wisatawan juga nampak mendekati hewan tersebut dan memberi makan, buah kopi, melalui lidi. Hewan ini cukup galak, jadi tak boleh didekati. Namanya juga hewan liar, tak seharusnya didekati. Saat kunjungan kemarin, salah satu luwak betina sedang memiliki anak dan layaknya hewan nocturnal lainnya, anak-anak tersebut tidur dan tak repot menghibur wisatawan, seperti ibu dan bapaknya.
Selain melihat kandang luwak, para pengunjung juga diberi kesempatan untuk melihat bagaimana proses penjemuran dan penyangraian kopi. Kopi-kopi yang dimakan oleh luwak tersebutmemberi dikeluarkan menjadi kotoran. Kotoran-kotoran ini kemudian dicuci dengan air panas hingga tiga kali dan buah kopinya diambil bijinya untuk dijemur. Setelah dijemur, biji kopi ditumbuk untuk kemudian disangrai di atas kompor yang berbahan bakar kayu. Kalau di Jawa kopi banyak yang disangrai dengan jagung, supaya tidak terlalu kuat, di Bali tidak ada pencampuran kopi dan jagung.
Tour pendek gratis itu pun berakhir. Untuk mempermanis tour, setiap pengunjung mendapatkan kesempatan untuk mencoba produk-produk hasil Agro Wisata Bali Pulina, dari mulai teh jahe, coklat, coklat jahe hingga kopi Bali murni. Produk-produk yang dicicipi dengan gratis ini nantinya akan dijual di toko Bali Pulina. Kopi luwak juga ditawarkan seharga lima puluh ribu secangkir. Jauh lebih murah daripada harga kopi luwak di mall-mall Jakarta yang mencapai seratus lima puluh ribu rupiah per cangkirnya. Sembari menikmati minuman hangat ini, pengunjung juga dimanjakan dengan pemandangan sawah yang cantik dan sepiring pisang goreng yang harganya hampir sama dengan harga kopi.

pemandangan sawah
Kopi luwak tadinya merupakan barang langka, karena petani harus mengumpulkan sedikit demi sedikit kotoran luwak, tak heran harganya mahal. Keistimewaan kopi ini tak hanya terletak pada pemrosesan buah kopi di dalam perut luwak, tetapi juga pada pemilihan buah kopinya. Konon, luwak akan memilih buah-buah kopi terbaik yang sudah matang sempurna.
Di Bali Pulina, pengambilan kotoran dilakukan di dalam kandang. Kendati tidak dikumpulkan di dalam hutan atau kebun lagi, harga kopi luwak masihlah mahal. Satu toples kecil, sekitar 100 gram, dijual dengan harga 255.000 rupiah. Harga yang mahal ini tak dibarengi dengan pelabelan bahwa kopi-kopi tersebut dihasilkan dari luwak yang di dalam kandang, bukan luwak liar yang bebas berkeliaran di habitatnya. Informasi itu, menurut saya sangatlah penting, terutama bagi konsumen yang menginginkan produk yang cruelty free.
Tingginya permintaan kopi luwak membuat penangkapan hewan-hewan ini dari alam liar untuk diindustriliasasi. Saya memilih kata industri karena menggunakan kata ternak untuk hewan-hewan ini sangatlah tidak tepat. Harusnya, penangkapan hewan liar untuk kepentingan bisnis ini diregulasi. Jika dibiarkan terus-menerus, penangkapan luwak dari alam bukan tak mungkin akan mengancam jumlah luwak di habitatnya dan mengganggu keseimbangan sebuah ekosistem. Eh jangan cemas, regulasi ini nanti akan muncul kok, kalau luwak sudah hilang dari alam tentunya.
Sudah pernah coba kopi luwak? Jijik gak?
xx,
Tjetje
Udah pernah mba. Rasanya lembut2 gitu ditelannya mudah. Tapi mahaaaaal. Akhirnya saya bawa pulang 2 bungkus buat orang tua Bartosz dan kakeknya saja, karena mereka memang appresiasi kopi banget π
Aku mencoba beberapa macam kopi luwak, yang aku suka dari Lampung, lebih smooth. Cuma setelah baca2 ini kopi ternyata cruel banget, jadi ogah minum lagi.
Wah waktu itu gak dikasi tau. Kalo ga salah yg ini bebas, ga yakin juga. Harganya mahal katanya sih gara2 proses pembuatannya yg manual. Lupa nanya secara mendetail waktu ituπ
Nah kopi yang ini menurutku gak layak mahal karena dia industri harusnya lebih murah.
Manusia ya. Kalau demand meningkat, “keserakahan” masuk, dan kemudian industrialisasi begitu jadi muncul deh π¦ .
Indeed manusia memang predator paling berbahaya
Huhuhu. Saya belom pernah coba dan pengen sebenernya. Tapi sayang banget pas lihat harganya. π₯
Gak usah deh Dan, kasihan luwak dan kantongnya. Btw aku tak pernah komentar karena belum buka WP pakai laptop ya, so you won’t see my trace for a while π
Memang mahal ya Mbak kopi ini. Bos kakak pernah minta dibeliin import punya – saya mikirnya sih harusnya dari Indonesia juga kan ya yang diimpor itu?
mihil yah.. belum pernah ngerasain kopi luwak kecuali yang sachetan ituhh π
tapi keknya sih gak bakalan jijik, asal gak liat langsung hehehehe.. liatnya udah dalam bentuk biji kopi mah ga apa-apa
Hah ada kopi luwak sachetan?
Aku ngak jijik kan udah di proses, tapi blum pernah coba yang mahal. Kalau yang biasa sering π
Hah ada kopi luwak yang biasa?
Merk luwak luwakan itu loe..
Oh nggak pernah lihat
Saya pernah hampir nyoba, tapi begitu lihat harga langsung gak jadi, π
Waktu saya kecil orangtua juga sering menyangrai kopi ditambahin sedikit jagung. Katanya biar gak terlalu pahit.
Nah saya kalau kumpul sama temen2 orang Bali pasti dihina. Kopi kok dikasih jagung.
Belum pernah nyoba sih, abis gak doyan kopi mbak. Sedih tapi ya di-industrialisasikan gini, dan entah berapa lama lagi luwaknya punah π¦
Aku gak jijik Ai, enak soalnya hahaha tp lama2 kasian ama luwaknya plus dompetku
Aku gak paham enaknya dimana Non, dikasih dari yang Lampung pun nggak ngeh.
aku belum pernah kak, penasaran tp jantung tak tahan minum kopi
Gak usah deh, mahal sayang duit dan sayang jantung.
iya kak
Gila yaa kopi luwak ini, 150 ribu/cangkir bikin kantong jebol hehehe
Udah gitu bekas poop pula.
Mbak Tjetje… Aku pernah kesini beberapa waktu yang lalu dan aku tulis juga di blog.. dan what! Suka banget sama tempat ini. penataannya, informatif nya, kopi nya… Secara emang suka kopi, jadi ini mau aku jadikan list tempat favorit ku… π
Sejujurnya saya merasa bersalah sekali karena sudah ke Bali Pulina, apalagi setelah research sekilas ttg kondisi Luwak di negeri ini. Aku malah gak pengen balik lagi, rasanya (buat aku lho ya) dosa berkontribusi untuk penurunan populasi luwak.
Pernah coba tp mnurutku ga enak, ato si lidah udah tersugesti otak yg ngrasa jijik kli ya jd ga enak π