Di postingan ini saya sudah pernah menulis mengapa mengawini bule itu tak bisa mudah. Salah satu alasannya karena baru kenal seumur jagung sudah buru-buru ngajak kawin seakan tak ada hari esok. Ya jelas banyak yang ogah diajak cepet-cepet kawin, ibarat kata kenalan juga belum selesai. Saya memahami bahwa bagi sebagian orang perkawinan adalah bagian dari ibadah sehingga harus segera dilakukan, tapi beribadahpun rasanya harus berhati-hati dan tak bisa sembarangan asal comot pasangan. Bagi saya pribadi, ada banyak alasan mengapa perkawinan dengan orang asing tak bisa dilakukan dengan cepat-cepat.
Kunjungi dulu negaranya
Instruktur nyetir saya bercerita seorang pria Irlandia yang dia kenal baru-baru ini ditinggal istrinya yang baru dikawini selama tiga bulan. Si istri yang orang Thailand rupanya tak tahan dengan kehidupan di Irlandia dan kabur kembali ke negaranya. Sebelum memutuskan kawin rupanya ia tak pernah menengok dulu bagaimana kerasnya kehidupan di Irlandia dan dinginnya Irlandia saat musim dingin. Jadi ya gak heran kalau baru dihempas angin sekali aja dia udah buru-buru packing dan pulang kampung.
Menengok negara calon pasangan tak melulu soal jalan-jalan dan melihat keindahan negara lain. Ada yang lebih penting, yaitu supaya tahu bagaimana kehidupan di negara calon sehingga bisa mendapatkan gambaran dengan lebih jelas. Kunjungan sebelum perkawinan juga dimaksudkan supaya tak ada kekagetan ketika berhadapan dengan hal-hal yang kiranya tak sesuai dengan harapan. Kekagetan ini macam-macam lho, dari mulai kaget lihat kondisi tempat tinggal yang tak sesuai harapan hingga kaget karena cara hidup jauh berbeda dari di nusantara.
Selain urusan mempelajari budaya, melihat kehidupan serta belajar etika sebuah negara, mengunjungi negara calon pasangan juga merupakan kesempatan untuk mengenal keluarga calon pasangan. Memang di luar negeri itu urusan kawin bukan urusan mengawinkan dua keluarga menjadi satu, seperti di Indonesia. Tapi tak ada buruknya toh mengenal seluruh anggota keluarga calon pasangan. Ya siapa tahu tiba-tiba pengen mundur ketika tahu keluarga calon pasangannya ternyata kurang baik, Β tak sesuai dengan standar atau malah calon mertua ngegemesin.
Belajar bahasa
Ada banyak sekali istri orang asing yang tak bisa berbahasa asing dengan baik dan benar dan sejujurnya, para bule-bule ini pun tak pernah mempermasalahkan kemampuan bahasa mereka. Tetapi, saya berprinsip bahwa kemampuan bahasa yang baik merupakan satu elemen yang penting untuk mendukung kemudahan proses adapatasi di luar negeri. Makanya saya selalu menyarankan untuk bisa belajar bahasa.
Jika bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris sih relatif mudah, selain karena kita sudah banyak terekspos dengan bahasa Inggris sejak usia dini juga karena tempat kursus bahasa Inggris tersebar dimana-mana. Yang repot jika calon pasangan berasal dari negara-negara yang menggunakan bahasa non-Inggris dengan huruf-hurufnya sendiri. Lalu tambahkan pula dengan fakta bahwa orang-orang di negara tersebut tak bisa berbahasa Inggris (rasis pula). Wah tantangan yang dihadapi bakalan lebih susah (makanya fondasi cinta juga mesti kokoh).
Visa
Namanya orang sudah mabuk asmara, seringkali urusan visa terlupakan dan tak menjadi prioritas lagi. Bagus kalau visanya tepat, kalau seperti tulisan saya di sini, nyarinya ke negara mana, yang disasar negara mana. Ya Jaka Sembung. Padahal, banyak negara sekarang sangat ketat dengan visa, karena banyaknya perkawinan abal-abal yang hanya bertujuan untuk mendapatkan visa untuk pindah ke negara lain dan juga untuk menyedot jaminan kesejahteraan sosial. Akibatnya, biaya visa di beberapa negara gila-gilaan mahalnya dan susah. Resiko ditolak pun semakin tinggi. Biaya yang gak main-main ini mesti didiskusikan juga jauh-jauh hari sebelum surat kawin ditandatangani. Jangan sampai sudah sah kawin, sudah rame-rame pasang tenda biru di kampung, eh setelah itu tak bisa segera ikut pasangan karena tak punya uang untuk bayar visa. Saya juga tak menyarankan untuk langsung mengambil asumsi bahwa uang ribuan dollar untuk biaya visa itu jumlah yang kecil bagi orang asing. Bagi sebagian orang asing, uang ribuan dolalr itu tidaklah sedikit dan harus dikumpulkan selama berbulan-bulan.
Bicara tentang uang tentunya tak bisa lepas dari bicara gaji, karena di beberapa negara ada persyaratan yang mengharuskan calon pasangan untuk memiliki jumlah gaji tertentu serta pekerjaan tetap untuk bisa membawa pasangannya. Agak sadis sih, apalagi jika pasangan ini pasangan pelajar yang baru-baru saja mulai bekerja tapi mau gimana lagi karena itu adalah persyaratan sebuah negara.
Visa juga menuntut kelengkapan dokumen. Negara-negara tertentu bahkan meminta surat cinta dan segala macam bukti hubungan percintaan untuk membuktikan apakah percintaan tersebut merupakan pernikahan yang berdasarkan cinta ataukah abal-abal. Orang Indonesia tidaklah terkenal sebagai orang-orang yang terobsesi untuk bermigrasi ke negara lain karena alasan ekonomi, tetapi hubungan yang seumur jagung sering kali membuat para petugas imigrasi memincingkan mata dan bertanya-tanya apakah hubungan tersebut beneran atau hanya untuk bohongan.
Jangan mudah keblinger dengan orang asing karena iming-iming indahnya tinggal di luar negeri. Ada baiknya cek dulu latar belakang pasangan dengan detail. Lihat juga bagaimana kehidupannya, daripada ngomel-ngomel karena rumah bule gak mewah seperti di tivi.
Ada ide lagi kenapa kawin gak usah buru-buru?
Xx,
Tjetje
Naaah. Background check emang harus sih karena gak semua yang kelihatan indah itu beneran di kenyataannya. Takutnya kalo gak ngecek itu kenyataan sama impian beda jauh.
Dan ternyata yang kecewa mimpinya gak kesampaian banyak bener Dan. Kasian banget sama geli sih.
gak usah buru2 karena lebih baik mengenali karakter si pasangan dulu, kalo baru setahun kayaknya masih manis2nya deh, lewat dari itu mulai deh keluar aslinya, kalo jodoh kan gak kemana tentunya juga tetap berusaha ya π
Kayaknya pada takut hilang deh.
Point pertama bener. Datang ke negaranya juga penting untuk melihat kesehariannya dia seperti apa. Dulu aku belum mau kasih jawaban bersedia kawin apa ga sebelum datang ke Belanda buat lihat secara nyata keluarga, lingkungan dan kesehariannya. Setelah semua dirasa oke, baru sreg. Yang belajar bahasa baru kalo musti ujian untuk sebagai syarat memperpanjang ijin tinggal, tantangannya beda lagi. Apalagi kalau dikasih batas maksimal waktu harus lulus ujian. Kalo nggak lulus bisa kena denda tiap bulan (β¬100) dan parahnya bisa dideportasi. Sampai temenku disini ada yg ngeluh “cek angele yo kawin karo londo iki” π
Yang point tiga, di Belanda ada minimal gaji yg ditetapkan untuk bisa boyong pasangan tinggal bersama disini. Dan semua kelengkapan dokumen (sing sak ndayak akehe) diperiksa secara teliti sampai catatan kriminal, nunggak pajak atau nggak, sering kena tilang atau nggak. Karena beberapa yg aku kenal terkendala ga bisa pindah ke Belanda karena pasangannya ternyata ada yg nunggak pajak, ada yg sering kena tilang dan ga bayar, bahkan ada yg gajinya dibawah yg sudah ditetapkan pihak imigrasi. Bahkan ada yg ternyata hidup dari tunjangan sosial. Dan mereka yg kukenal ini ternyata ga cek ricek dulu sebelumnya ttg latar belakang pasangannya. Asal iya iya saja mau, dipikir gampang kali ya tinggal bawa badan aja pindah.
Aku waktu itu ketemu pasangan yang sudah kawin tapi gak bisa pindah kepentok urusan social welfare. Yang Laki gak punya kerja. Kasihan bener jadinya Den. Makanya mesti kayak FBI ya kalau cek background π
Tau2nya si bule punya kebiasaan jelek (mabuk2an di negaranya) atau ternyata tinggal di tempat yg ga layak banget untuk dibuat keluarga (nih pengalaman yg aku denger banget). Trus ada cerita ibu2 Thailand yg bulenya mendadak psycho (ngunci kulkas etc)
Alamaaak. Sampai negara orang “disiksa”. Itu kayak TKW Indonesia aja di Malaysia dikunciin kulkas terus dijatah satu telor satu hari.
Kebudayaan dan kebiasaan yg berbeda Ai. Misalnya mungkin bs kaget kan kalau disana toilet gak ada airnya cuman pake tissue, datang ke rumah orang mesti janjian dulu, on time dan masih banyak lagi. Ada ibu di satu konsulat yg cerita kalo banyak yg pengen balik ke Medan cuman karena di negara suaminya susah bgt dapat temen dan janjian sewaktu2 kerumah temennya
Nah itu banyak yang ribut urusan Toilet gak pakai air. Aku malah pernah baca ada yang ribut nuduh Toilet Barat jorok, gak suci dll. Padahal in general toilet di luar lebih dirawat ketimbang di dalam negeri dan lebih bisa diduduki karena gak ada jejak sepatu π
Nah itu gegar budaya aku setuju Non. Pasti banyak bener dan gak bisa langsung kelihatan semua.
Ide dari gw harus on the same page visi dan misi… Ada temen yang nikah sama bule terus kecewa bulenya gak mau buru2 punya anak. Biasanya org Indonesia kan nikah langsung ditanya2in kapan punya anaknya. Nah si bulenya belum siap, si temen gigit jari…
Yaaaa kagak dibicarakan di depan.
*maap nimbrung di sini*
Perihal punya anak ini penting banget ya dibicarakan di depan. Temenku yang suaminya sama-sama orang Indonesia aja bisa beda prinsip soal anak. Yg istri mau punya anak 2, yg suami maunya punya anak 1 aja. Sampe sekarang si istri gigit jari terus tiap liat sodara/temen lain punya anak kedua, ketiga…
Mungkin perlu lupa minum pil KB kayak desperate housewife, jadi nambah anak lagi. π cari masalah.
Kalau aku sih mbak, kawin ga usah buru-buru karena belum ada calonnya hahaha
On a serious note, kayaknya aku maupun adek-adekku (I’m the oldest) nggak akan nikah cepet-cepet. Ortu sih nggak bawel minta diurus segala macem, cuma kita-nya (atau aku-nya) yang nggak mau juga kalau belum ada fondasi ekonomi misalnya. Nggak muluk sih, asal nanti si calon udah ada kerjaan stabil, bolehlah kita serius π
Anyway, Mbak, kalau boleh tanya, menurut mbak, seiring bertambahnya usia, apa kita (wanita) perlu kompromi soal kriteria calon pendamping?
Never settle for less. Tapi ya itu kriteria juga harus masuk akal. Jangan sampai pengen pria yang kekayaannya sebanyak duitnya Gates.
Nah setelah melakukan semua yang kamu tulis diatas ini langkah berikutnya; Siapkan mental. Buka hati dan pikiran untuk mengurangi bentrokan budaya dan sesuaikan ekspektasi dengan realitas supaya ngga parah dan berkelanjutan homesicknya.
Betul mbak!
Yang paling penting sih jangan berfikir abis nikah itu langsung hidup enak di negeri orang. Dan jangan menyamaratakan semua bule itu kaya. Pernikahan sesama bangsa aja masih banyak berantem ini itu, apalagi ini beda budaya, beda cara fikir juga.
Betul sekali!
List nya bener banget mbak, bahasa sama gegar budaya sih penting banget. Aduh tapi visa jugak, apalagi kalo mau pindah ke tempat sang suami. Walau kalo suami emang kerja dan tinggal di indo, istri juga harus aware sih masalah visa suami, jangan sampe dideportasi soalnya aku ada temen pengalaman suaminya cuma apply visa sosbud sekali dan selama 3 tahun di indo ga extend (ga ngerti kenapa bisa gitu). Pas tiba2 ada keperluan balik ke Sweden, dicegatlah di imigrasi airport…walah ga tau deh kudu denda berapa tuh….
Astaga…kebayang itu dihitung tiap hari 250 ribu.
kok aku agak serem ya sama yg nikah buru2.. apalagi kalo belum kenal betul gimana calon suaminy. gmn klo dia psikopat?? atau punya kelakuan2 aneh yg nggak bisa ditolerir?? atau akunya ya yg parnoan??
Nggak kok, emang harus dicek.
Siapin tabungan pribadi ya kayaknya π minimal kalau ada apa-apa nggak tergantung pasangan atau orang lain (apalagi di negara orang). Kebiasaan di Indonesia kan perempuan ikut suami tapi lain padang lain ulat bulunya ya heheh.
Nah itu setidaknya bisa buat beli tiket pulang kalau harus kabur.
Reality check memang perlu ya. Kalo mikir kehidupan di luar negeri itu indah-indah dan enak-enak semua (kayak di tv ato film), yaaaaa, mesti siap-siap kecewa aja lah ya, hehehe π .
Iya biar gak pingsan dan ngomel tentunya.
Jangan2 ada yang nyangka kawin ama bule trus bisa hidup kek nyonyah besar di Indonesia (in this case, maunya punya PRT tje….)
Banyak yang berpikiran begitu Joey. Gak cuma PRT aja tapi mobil mewah, rumah besar, nanti ya bulan depan ada lagi dear bule hunter yang lagi2 nyinyir.
Beda suku aja susah, apalagi beda bangsa. Trus mgkn ada nilai2 yg berbeda, cenderung bertentangan..nah..yg kayak gitu yg susah deh..
Iya, itu kan harus dipelajari dulu kira2 cocok gak.
Kebetulan aku sebelum nikah sama pasanganku pernah liburan ke negaranya sebulan (tapi dulu belom kenal sama dia) jd setidaknya tau sedikit lah kehidupan disana seperti apa. Dan bener kata mbak, nggak semua bule kaya! Yg jadi pekerja kasar juga banyak, yg homeless juga banyak. Cuma kalo pas liburan ke Asia tampilannya aja jd keren karena dia bule hehehe..
Dan negaranya suamiku yg aturan visanya juga ketat, harus pake surat cinta segala pokoknya relationship evidence. Aku saat ini belum bisa pindah karna masih kerja disini dan ngumpulin syarat2 visa plus pundi2 buat visa dulu, karna betul kata mba buat bule ribuan dollar itu bukan jumlah yg sedikit apalagi spouse visa negara dia taun ini naiknya drastis sekali. Plus napas bentar karna nikahan kami november taun lalu lumayan menyedot biaya hehehe..
Dan yg jelas nikah sama bule itu emang banyak gesekannya, terutama budaya dan kebiasaan. Yg buat saya “ih kok gitu” buat dia “biasa kali, lebay deh lo”. Bener2 harus tahan mental, karna ga semua bule itu easy going, ada yg super sensitif dan drama kayak suami saya hheheh..jadi curcol
Waaah kamu kena biaya yang 7000 dollar ya? Duh moga2 sekali daftar langsung lolos ya, kalau gak lolos kan sesak napas.
Denger2 sih pasti lolos tapi prosesnya antara 6bulan (paling cepet) sampai setaun (rata2 normalnya). Ada temanku special case katanya suspect TBC dihold sampai 2 taun π
Jangankan bule, antara orang sebangsa beda suku juga harus diselidiki. Buru-buru itu boleh, kalau antar keluarga sudah paten kenal dekat, sahabatan, dan pernah saling kunjung ketemu..faktor luck penting. Teman2 yg nikah dg bule umumnya karena sekampus, satu kantoran, dinegerinya. Jadi selain sudah ngerasain tinggal di negara mereka, juga sdh tahu keluarga. Itu aja harus ada step meyakinkan keluarga di Indonesia.
Wah bagian meyakinkan keluarga itu yang sulit bagi banyak orang.
Ahh, udah keduluan..
Iyes, beda suku aja sering kaget..apalagi beda negara.
Bener londo sana duingiiinnn, nyari temen (yg bener temen) susaah. Paling juga kenalan doang..
Dulu bayangin juga klo dsana aq bisa gampang nyari kerja part time, bener gampang, tapi nglakoninya yg susah.. Bangun pagi aja butuh tenaga extra krn duuinginnya ngeri tokπ
Bangun tidur pas winter emang sengsara. Tapi kalau udah spring gini mendingan Ziza.
Sepakat Buuπ
Hm, gak gampang ya ternyata menikah dengan orang asing. Faktor tersulit pertama pasti dalam hal menyesuaikan diri agar fit di lingkungan sosial baru ya Mbak…
Penyesuaiannya banyak lho, merubah kebiasaan yang gak cocok. Belajar ini itu, belum lagi ngomong bahasa asing secara terus-menerus, memahami bahasa tubuh dan seabrek tantangan lainnya yang gak keliatan karena ketutupan fantasi punya tas LV π
poin2 diatasnya bener semua Tje, tapi buat aku pribadi paling repot ya itu, urusan visaa.. hahaha *teriak dalam hati*. Orang2 sering nanyain, ngapain aku pacaran lama2 sama si R, kenapa ga nikah aja, aku cuma bilang “belum saatnya” padahal ya kalau udah bisa, siapa juga yang mau nunda.. cape kan ldr hahaha.. lah ini cintaku terhalang imigrasi hahahaha, alias ribet urus visa dan pindah2an.
Emberan itu visa emang mengerikan. Untungnya Irlandia itu masih santai kalau gak santai kebayang deh pusingnya.
Iyaa makanya ngga bs asal nikah aja kan heuheuheu.. bener artikelmu π
Tapi sayangnya banyak yang mau asal kawin dan asal hamil aja.
Beda budaya tapi sama negara aja sulitnya minta ampun. Gimana beda budaya dan negara yach? Entar hobi ku makan pete dan durian mesti dicoret nich.
Pete ada disini 1 ons 60ribu aja. Duren juga ada tapi aku gak doyan. Aku yang gak doyan pete aja jadi doyan disini.
Oooyaaa. Berarti aku salah dong hiksss…
ngurus visa ini ternyata sulit juga ya walaupun udah nikah di indonesia, gak bisa dianggap enteng
Apalagi kalau kawinnya di Indonesia dan gak pernah tinggal bareng. Makin susah.
Ningkah ama bule…wkwkkkk kuatkan Iman
Sedikit bercerita..
Saya masih status pacaran seumur jagung (7 bulan). Asli Ireland juga, dia tinggal di Whitestown. Dia baru pertama kali ke Indonesia (Balikpapan), dan pertama kali jg kenal sm cewe indo ya sama saya. Visa dia Holiday, jd mesti extend tiap bulan. Setelah 4 bulan kenal, kami mutusin utk tinggal bareng di Apartment. Dia sudah sy kenalin sm semua keluarga disini (ibu, bapak, kaka, tante, om, sepupu, ponakan). Dan dia juga mengenalkan saya ke keluarganya lewat tlp. Dia berniat mengajak saya ke Irlandia pada Desember ini (pas natalan). Tapi sy masih belum mengIYAkan. Yang membuat sy masih mikir utk pergi kesana adalah, membuat visanya mesti ribet. Sy belajar cari tau di google ttg Irlandia, musimnya, keadaannya,dll. Lalu saya mendapati tulisan kakak ini. Saya tertarik, sy jadi semangat utk membuat visa. Thank you ka Tjetje ππ wish me luck π
Jadi ke Irlandianya? Gampang kok proses visa ke Irlandia, asal dokumen lengkap.
Mbak saya ada teman kenal bule kerjaan nya plumbing kira2 gajinya kisaran berapa kok kadang omongannya besar2
Tergantung Mbak, banyak faktornya. Yg jelas pekerjaan teknikal (tukang listrik, tukang ledeng, carpenter) kalau di sini susah nyarinya. High demand banget. Mahal pula ongkosnya. Banyak plumber yang suka terima pembayaran tunai juga (ini kalau gak dilaporin pajak ya lumayan).