Emas

Sedari kecil saya sudah dikenalkan dengan emas dan tabungan emas. Dalam bahasa saya, menyimpan emas itu aman, tanpa deg-degan karena nilainya yang cenderung stabil, terus melaju seiring dengan inflasi. Kebiasaan ini terpatri dengan kuat dan ketika kali pertama magang, dapat honor, hal pertama yang saya lakukan adalah pergi ke pasar. Beli emas.

Emas merupakan logam mulia. Nilainya jauh lebih berharga ketimbang perak dan bisa dengan mudah dibeli. Di Indonesia, perhiasan emas cukup populer dan sering menjadi bagian dari harta yang diwariskan. Dari ibu ke anaknya, atau dari nenek ke cucu-cucunya. Sentimentalnya dapat, nilainya pun masih ada. Tak hanya warisan, emas juga dapat menjadi hadiah ataupun token ucapan terima kasih.

Suvenir perkawinan dan ucapan terima kasih karena menghadiri perkawinan. Hadiah untuk pengantin. Hadiah ulang tahun. Hadiah untuk bayi yang baru lahir (biasanya bayi perempuan), atau bahkan hadiah natal. Lebih menyenangkan ketimbang parfum ataupun barang bermerek yang nilainya langsung anjlok.

Emas juga bisa menjadi tabungan. Saya cenderung menyebutnya sebagai tabungan ketimbang investasi, karena nilai emas tidak akan tumbuh tinggi seperti ketika kita investasi saham. Soal menabung ini, bukan sekali dua kali saya mendengar cerita teman yang orangtuanya membeli rumah dengan menabung emas. Ketika punya uang, membeli emas sedikit demi sedikit. Lalu ketika sudah cukup, dijual untuk dibelikan rumah. Emas yang dibeli tentunya emas tua, yang karatnya tinggi, ataupun emas batangan 24 karat. Bukan emas muda, apalagi emas sepuhan.

Membeli perhiasan emas, walaupun “sedikit merugi” jika dibandingkan emas batangan, karena nilainya terpotong ongkos membuat perhiasan, juga memberi kesempatan untuk bisa bergaya. Jika ingin melihat mereka yang memamerkan emasnya, jalan-jalan saja ke tukang daging di Pasar Besar Malang. Banyak pedagang daging yang dibalut aneka perhiasan emas, berpuluh atau beratus gram. Jangan lupa pakai kacamata hitam, karena silaunya tak karuan.

Emas tak hanya digunakan sebagai tabungan, tapi juga sebagai mas kawin. Di Aceh (paska-tsunami 2004, saya sering mondar-mandir ke Aceh untuk urusan pekerjaan), gadis-gadis yang menikah biasanya dilamar dengan emas. Satuannya mayam. 1 mayam kurang lebih 3,3 gram emas. Mas kawin yang diberikan beraneka mayam, bisa puluhan, bahkan ratusan. Rekor tertinggi yang saya dengar ketika saya ke Banda Aceh 100 mayam. Konon pengantinnya cantik dan berpendidikan tinggi. Waktu itu, jumlah mayam ini jadi talk of the town, karena nilainya cukup besar.

Perhiasan emas Aceh sendiri bagi saya masih jadi perhiasan emas yang pengerjaan dan kualitasnya bagus. Ini saya bandingkan dengan emas di Jawa ataupun emas di Bali. Bagi saya, tak lengkap rasanya kalau ke Banda Aceh jika tak mengunjungi Keuchik Leumiek, toko emas yang bikin tak mau pulang. Konon saya dengar emas di Sulawesi juga punya kualitas yang sama. Tapi kaki yang sudah beberapa kali melangkah di Sulawesi ini, belum sampai ke toko emas.

Di Eropa sendiri tradisi emas tak seperti di Indonesia. Emas yang dijual seringkali emas muda dan harganya mengalahkan harga emas murni. Tentu saja yang mereka jual di sini gengsi serta merek. Tak lupa bungkus yang cantik dan bisa dipamerkan di media sosial. Tak seperti bungkus emas dari pasar yang jeleknya tak karuan. Tak percaya, coba tengoklah merek Van Cleef atau Bulgari, yang emasnya hanya 18 karat, sementara harganya cukup tinggi. Dengan harga ribuan Euro ini, di pasar bisa dapat berpuluh, atau ratus gram emas. Dan jika ke pasar pun, mereka punya versi KW perhiasan bermerek ini dengan karat yang lebih besar. Kocak!

Bukan emas, tapi harganya di Eropa bisa seperti emas.

Tradisi menyimpan emas sendiri bukan hanya tradisi Indonesia. Ada banyak penduduk negara lain yang gemar menyimpan perhiasan emas. Tak heran kalau kemudian pelajar-pelajar di daratan Eropa sering membawa emas untuk dijual di Eropa, pada komunitas imigran yang punya kultur menyimpan emas. Lumayan, untungnya bisa digunakan untuk uang saku!

Di Eropa sendiri menabung emas bisa dilakukan dengan mudah. Tapi, tak semua negara punya opsi ini. Berdasar pengalaman saya, Swiss adalah negara paling menyenangkan untuk menabung emas. Emas batangan tentunya, dari beberapa gram hingga kilo. Belanjanya bisa online dan emas bisa disimpankan di Swiss. Menjual emas yang agak repot di sini, karena tentunya, wajib bayar pajak. Sementara, jika ingin beli emas batangan dengan pilihan gram hingga kilo, tinggal cari saja komunitas Yahudi, seperti di diamond district di Antwerp, Belgia.

Tulisan ini saya buat karena rupanya masih ada yang tak tahu tentang nilai emas dan fungsi emas sebagai bagian dari tabungan. Semoga ke depannya makin banyak yang tahu tentang emas sebagai logam mulia dan bisa menghargai emas. Apalagi jika diberi. Ingat, kalau beli emas, yang tua atau batangan 24 karat ya. Jangan pernah beli emas muda.

Xoxo,
Tjetje

Show me love, leave your thought here!