Glamor Tapi Bokek

Warga Twitter lagi rame ngebahas bapak-bapak agen asuransi yang ngetweet soal keluarga beranak dua yang bahkan tak punya uang dua puluh juta. Reaksi terhadap tweet ini beraneka ragam, ada yang bisa nyambung tapi juga tak sedikit yang menganggap kurang peka.

Bagi saya sendiri, tweet ini konteksnya kurang lengkap, karena tak menuliskan di mana keluarga ini tinggal, berapa penghasilannya. Jika ini adalah keluarga dengan gaji 100 juta per bulan, tinggal di kota kecil atau bahkan di Dublin, lalu tak punya tabungan tunai dua puluh juta dan tak punya aset, tentunya akan banyak yang mengernyitkan dahi.

Tweet ini tiba-tiba mengingatkan saya pada mereka yang penampilannya glamor, tapi tabungannya kosong dan tak punya dana darurat. Singkatnya, glamor tapi bokek. Tolong dicatat, ini orang-orang yang turun dari mobil mewah, pakai barang bermerek, dan menggambarkan diri sebagai orang sangat mampu, bahkan tak segan mengaku kaya dari keadaan ekonomi papan atas. Orang-orang yang seglamor Hotman Paris (sorry Oom!), tapi kantong miris, dan aset tipis.

Gak di Jakarta, nggak di luar negeri (apalagi di luar negeri), orang-orang model seperti ini banyak banget. Penampilan luar biasa glamornya, tapi tak punya dana likuid. Ini kita gak ngomongin dana likuid dua puluh juta, dana untuk jajan lima ratus ribu sampai sejuta pun engga punya. Separah itu.

Dengan dana tipis pun tapi masih ngotot untuk bergaya, gaul di tempat papan atas yang mahal, tapi beli minum satu gelas untuk semalam suntuk (atau bahkan pinjam gelas orang lain untuk pose di media sosial). Makan tak pernah makan di rumah, repot jajan ke sana sini, ke aneka restoran mewah.

Kocaknya, kalau lagi gaul lalu dimintai bayar tagihan duluan, bisa panik. Apalagi kalau lagi gaul di tempat papan atas. Kan gak mungkin tagihan datang, lalu repot ngumpulin uang, arisan. Biasanya satu orang akan maju duluan untuk membayar. Nah kalau ketemu orang glamor tapi bokek ini, minum kopi doang, atau bahkan minum teh, yang tak seberapa harganya, bisa berakhir dibayar dengan kartu kredit. Ini bukan karena ada diskon khusus, atau bahkan upsize minuman ya. Tapi karena gak ada dana tunai untuk bayar. Iya separah itu.

Itu contoh sederhana, contoh yang lebih kompleksnya banyak. Tapi benang merahnya satu, saldo rekening tipis karena salah prioritas. Beberapa ketika ditanya juga tak segan untuk mengaku ketidakpunyaan akan tabungan, apalagi dana untuk keadaan darurat. Hidup dari satu gaji ke gaji yang lain. Sekali lagi catat ya, tapi gaya hidup terlihat glamor dan cemerlang. Secemerlang piring yang baru dicuci.

Pertanyaan yang sering muncul, kenapa ada keengganan untuk mengubah gaya hidup dan ketidakmauan untuk mengatur keuangan ke arah yang lebih baik? Jawabannya sederhana: tingkat kepercayaan diri yang rendah dan perlu validasi dari orang lain. Prioritas alokasi dana gaji adalah untuk memukau orang lain.

Pada saat yang sama, lingkungan kita (apalagi lingkungan Indonesia ya) memperlakukan orang-orang yang terlihat punya uang dengan cara berbeda. Kalau terlihat terlalu sederhana dicuekin, kalau terlihat glamor walaupun bokek dipuja-puja.

Lalu apa yang terjadi jika ada keadaan darurat? Nah ini yang susah…kalau nggak berakhir pinjam uang, biasanya teman-teman yang tahu persis keadaan ekonomi glamor boongan ini tak segan mengulurkan bantuan. Tentunya ini tak mendidik sama sekali.

Image by Pijon from Pixabay

Kesimpulannya

Lalu, apa kesimpulan tulisan ngalor-ngidul saya di hari Kamis malam ini? Ada dua, soal memberi bantuan dan soal keterpukauan. Jika ada teman glamor kesusahan, sampai perlu pinjam uang atau perlu sumbangan, tahan dulu duitnya. Jangan dipinjami. Jangan pula sok-sokan baik lalu selalu nalangin mereka. Sekali-kali, suruh bayar duluan. Mereka harus belajar menjadi dewasa dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri.

Jangan pula merasa rendah diri kalau lihat orang yang teramat sangat glamor, baik itu di media sosial, apalagi di kehidupan nyata (IRL). Begitu satu persatu lapisan kebenaran terkuak, lalu langsung kaget dan tak habis pikir. Gak usah kaget, realitanya, banyak orang-orang glamor yang hidup dari satu paycheck ke paycheck lain, bergantung pada aneka kartu kredit, bahkan tak punya tabungan setengah juta, satu juta, atau dua puluh juta. Manusia itu prioritasnya dan tujuan hidupnya beda-beda.

Terakhir, ini ilmu tante saya tercinta, jadi manusia itu gak usah ngoyo terlihat glamor. Keliatan biasa-biasa aja, tapi kalau mau beli apa-apa, cash keras. Uang tunai pun tak perlu dibungkus dompet kulit bermerek, cukup dibungkus amplop coklat. Ya dibungkus amplop karena dompetnya gak cukup…


xoxo,
Tjetje

Pulang Kampung dan Lebaran

Selamat Idulfitri untuk kalian yang merayakan. Semoga ibadah kalian selama bulan puasa kemarin lancar, dan Idulfitri kalian meriah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya melihat keriuhan menjelang Idulfitri dari jauh dan dari media sosial. Menjelang Lebaran, feed media sosial saya banyak dipenuhi dengan ucapan terimakasih atas aneka hampers.

Melihat hamper yang tak murah ini, saya selalu terpukau atas kebagian dan tradisi berbagi. Apalagi harga hampers ini tak ada yang murah. Saking kebanyakan lihat hampers, di akhir bulan Ramadan saya tiba-tiba pengen kirim hampers untuk keluarga di Jakarta. Buka website Pand’or dan Harvest yang bisa dipesan dari. Ya nasib, udah sold out semua. Gila kan orang Indonesia semangat berbaginya emang top!

Tahun ini tentunya tahun yang sangat spesial, karena adanya takjil war. Konten-konten takjil war ini gak cuma kreatif dan menghibur, tapi bagi kami yang ada di luar Indonesia bikin ngiler. Video-video dari jalan Benhil (Bendungan Hilir), jadi membawa kenangan manis ketika masih jadi pegawai kantoran dan ikut borong aneka takjil di Benhil. Puasa kagak, borong takjil iya. Bulan puasa ini juga membuat saya merindu akan Bingka Salon di Banjarmasin sana. Duh kebayang manis dan lembutnya si bingka.

Bicara takjil tak bisa lepas dari buka bersama. Ada yang kocak dari grup WhatsApp sekolah SMP saya. Seminggu menjelang lebaran, tiba-tiba ada pesan masuk di grup WhatsApp ini:


WhatsApp teman-teman SMP saya ini menjadi pesan terkocak selama bulan puasa. Jawara. Kesian banget nggak ada yang ngajakin buka bersama. Wacananya sih akan ada halal-bihalal, tapi sampai hari ini, saya memantau dari jauh, belum ada tanda-tandanya.

Menjelang lebaran dan beberapa hari paska lebaran, abang Gojek tak bisa ditemukan di Malang. Saya berulang kali akan memesan makanan dari aneka sudut kota Malang untuk ibunda saya, dan tak satupun tukang ojek ditemukan. Ongkos pengiriman yang menjadi tinggipun tampaknya tak menggoda para tukang Gojek, karena berkumpul dengan keluarga tentunya lebih penting ketimbang bekerja. Well done!

Tema masak-memasak masih ramai di mana-mana. Resep rendang sendiri bertebaran dimana-mana dan banyak ilmu baru merendang yang saya dapatkan. Dari mulai yang model Minang hingga model Malaysia (gak usah debat lho ya). Ilmu baru yang akan saya coba ketika jiwa memerlukan terapi. Bagi saya merendang ini adalah proses terapi jiwa ketika stress. Saking hobinya merendang, tiap pulang, saya tak pernah absen minta daun kunyit dari Pasar Kramat Jati. Daun ini kemudian saya bekukan di dalam freezer.

Dari jauh saya juga banyak mendengar keriaan mereka yang pulang kampung. Bahagia bertemu keluarga, walaupun bercampur cemas karena takut ditanya soal perkawinan, kehamilan, pekerjaan, hingga kelulusan. Para pekerja rumah tangga juga pada pulang, meninggalkan tua mereka dengan cucian setumpuk dan rasa cemas berkepanjangan. Cemas tak karuan, takut menerima pesan jika pekerja rumah tangganya memutuskan tak kembali lagi. Makanya naikin gaji sesuai UMR dong Bu!

Selama tinggal di Jakarta, saya termasuk jarang pulang kampung ketika libur Lebaran. Saya lebih suka berdiam di Jakarta, karena Jakarta menjadi super tenang, jalanan lengang dan TransJakarta kosong. Plus, selama musim Lebaran biasanya saya dapat tugas kehormatan untuk jaga rumah keluarga bersama supir dan penjaga rumah. Nah kalau sudah dapat tugas kehormatan gini, saya suka meratapi para pedagang penganan. Kapan mereka kembali ke Jakarta supaya saya bisa jajan lagi?

xoxo,
Tjetje

Mobil & Simbol Kesuksesan

Beberapa waktu lalu, ada tangkapan layar yang beredar di Twitter, membahas mengapa tak mencicil mobil ketika sudah sukses. Tangkapan layar ini kemudian mengajak untuk menebak daerah. Kalau saya tak salah ingat, Jawa Barat menjadi jawaban yang banyak muncul.

Orang sukses kok naik Tube…

Tiap kali mendengar kepemilikan mobil dan sukses ini, saya tak pernah berhenti tertawa. Apalagi menjelang masa-masa mudik begini. Masanya berkumpul dengan keluarga, kembali ke kampung dan bagi beberapa orang, waktunya menunjukkan kesuksesan hidup, cara yang paling mudah tentunya dengan menunjukkan mobil. Gak mungkin kan pamer sertifikat tanah ketika mudik?

Mobil & Irlandia

Di Irlandia sendiri tekanan sosial untuk beli kendaraan tak seperti di Indonesia. Biasanya pembelian mobil karena keperluan, bukan akibat tekanan lingkungan untuk menunjukkan kesuksesan. Walaupun perlu dicatat, ada juga yang maksa harus ganti mobil baru, atau mengendarai mobil merek tentu yang perawatannya tak mudah. Ini tekanan yang dibuat oleh diri sendiri & sekali lagi bukan tekanan lingkungan.

Mobil di Irlandia itu murah meriah dan tak semahal di Indonesia. Merek Eropa murah karena lokasi Irlandia di Eropa, sementara merek Asia juga murah karena banyak mobil diimpor dari Jepang.

Mobil baru tentunya agak lebih mahal, sementara mobil bekas, apalagi yang usianya tak muda lagi akan jauh lebih murah. Di sini, usia kendaraan bisa langsung dilihat dari plat nomor kendaraan tersebut. Tentunya, semakin tua usia mobil, semakin tinggi ongkos perawatannya.

Terkadang, jika pemilik kendaraan masih muda & baru mendapatkan SIM, harga asuransi bisa jauh lebih tinggi dari mobil. Selain perawatan, mobil tua juga seringkali dipatok pajak yang lebih tinggi karena emisinya yang lebih tinggi.

Perlu dicatat, gak ada salahnya beli mobil bekas. Apalagi mobil-mobil dengan merek yang terkenal mudah perawatannya. Kalau kata orang bengkel saya, mobil apapun mudah perawatannya, selama bukan mobil Perancis

Penutup

Kendaraan bisa dengan mudahnya menjadi simbol kekayaan dan kesuksesan. Apalagi jika merek-merek kendaraan ini adalah kendaraan CBU di Indonesia. Wuih orang kampung pasti makin terpukau dengan kesuksesan ketika melihat kendaraan ini. Tapi, hidup kita kan tak perlu validasi dari tetangga.

Tak selamanya pula kendaraan menjadi tolok ukur kesuksesan. Di Eropa, tak sedikit orang yang naik kendaraan umum atau bahkan mengayuh sepeda tapi investasinya dimana-mana, rumah berserakan dan tak punya cicilan apapun. Sekali lagi, orang-orang ini tak perlu validasi kesuksesan.

Jadi, kalian yang mudik tanpa bawa mobil, gak usah minder & tertekan. Biarin aja tetangga berisik. Yang penting tak tertekan cicilan dan hidup bahagia tanpa mikir apa kata tetangga.

Semoga mudik kalian lancar!

xoxo,

Tjetje

Orbiting

Manusia itu tak selalu harus cocok, apalagi seiring bertambah usia, makin mengenal orang, makin banyak hal-hal yang bikin gak cocok, termasuk beda nilai dalam hidup. Beda nilai hidup ini buat saya prinsip. Udah kayak beda kasta dalam percintaan di Bali. Bisa kalau dipaksain, tapi mesti pakai nyerod, turun kasta, karena kita dari dua dunia yang berbeda.

Tolong jaga jarak

Orang bilang berbeda nilai dalam hidup itu wajar, tinggal pinter-pinter menyesuaikan dan gak harus jadi alasan untuk runtuhnya sebuah hubungan. Tapi bagi saya, beda nilai dalam hidup itu prinsip yang tak boleh digoyahkan atas nama apapun. Contoh sederhana, beda prinsip soal drug & alkohol. Dua hal ini dianggap sebagai metode rekreasi positif yang wajar digunakan secara rutin untuk melepas lelah. Atau, ani-ani yang percaya mengawini laki-laki beristri adalah sebuah hal yang normal.

Mau menghabiskan waktu sama orang-orang model beginian lalu menjustifikasi bahwa ini adalah hal yang wajar? Kalau saya mah kabur lari sejauh-jauhnya dari pergaulan tak jelas dan tak bermanfaat.

Seperti saya bilang di atas, memutuskan tak kenal dan menjauh dari orang-orang yang tak masuk standar kualitas kita itu wajar, dan harus dinormalisasi. Prinsipnya kalau gak nyaman dan gak sesuai dengan nilai, ya kabur aja.

Ketika terjadi ketidaknyaman, hal pertama yang biasanya muncul adalah ketidakinginan untuk bertemu IRL. Alasan dan MOnya beraneka ragam. Dari pura-pura sibuk, hingga mengumumkan isolasi terbuka kepada publik.

Media sosial

Ironisnya, IRL engga bertemu tapi, di media sosial masih berteman. Interaksi di media sosial berkurang secara drastis, tapi ketika ada maunya, baru bersuara. Misalnya, yang tadinya radio silent, tau-tau kontak minta tolong ini dan itu. Lho iki piye tho?

Di dalam dunia dating, ini namanya orbiting. Di bahasa Jawa sendiri ini namanya nggelibet. Orbiting ini diartikan sebagai ketidakinginan untuk melanjutkan sebuah hubungan, tapi masih terus berinteraksi di media sosial, misalnya lewat like atau view. Media sosial pun mengirim notifikasi soal ini.

Akibat, jadi susah move on karena pesan yang dikirim jadi bercampur. Ini persis yang baru-baru ini saya alami. IRL gak mau ketemu, jengah kalau gak sengaja ketemu, tapi masih suka ngobrol di media sosial, lalu tiba-tiba ngajak dunia untuk mengisolasi. Udah macam anak sekolah yang berprinsip, kalau aku gak cocok, yang lain harus gak cocok. Ini mah saya maklum, dulu waktu jaman sekolah gak puas, jadi kebiasaan ini dibawa ke usia dewasa.

Dalam situasi seperti ini, saya punya prinsip: kalau IRL udah jengah. Udah berkeluh kesah karena ketidaknyaman diri, bahkan sampai usaha banget influence orang-orang supaya mengisolasi rame-rame, ada baiknya gak usah berhubungan lagi, both IRL dan di apalagi di media sosial. Solusinya sederhana. Mendingan langsung hapus-hapus aja dari media sosial.

Tinggal pencet tombom unfollow atau kalau perlu blok. Dua tombol ini diciptakan para engineer supaya gak menyiksa diri sendiri dan yang paling penting bisa move on engga nggelibet.

Walaupun teori ini begitu sederhana, prakteknya tak mudah. Pendekatan praktis ini juga sering jadi bahan gaslighting. Apalagi kalau urusannya sama yang narcisstic, ya yang waras kudu ngalah.

“Eh kok aku di unfollow?”

“Kok aku diblok?”

Atau better, setelah pengumuman gak nyaman kemana-mana nyalain orang lain

“Dia yang unfriend duluan, aku gak papa gak punya masalah”.

“Lha kok kamu gak nyelesain masalah untuk clear the air?”

🤡

Penutup

Dari sebelum saya menjejak ke Irlandia, saya banyak menerima peringatan soal kerasnya dunia pergaulan di luar negeri. Jika di Jakarta, pergaulan bisa tersaring dengan mudah, karena banyak kesamaan, seperti hobi, strata ekonomi, pendidikan, tata krama, pekerjaan, di sini pergaulan menjadi sebuah hal yang menantang.

Orang-orang yang dulunya di Jakarta (atau di Indonesia) tak akan pernah ada di lingkaran kita, tiba-tiba dalam pergaulan di LN, paths kita akan crossing dengan mereka. Ini bisa jadi positif tapi juga tak jarang kemudian menimbulkan friksi, karena perbedaan yang terlalu lebar. Bhinneka Tunggal Ika dalam situasi ini pun tak bisa membantu.

Ketika sudah terjadi ketidakcocokan, jurang perbedaan makin lebar, selebar jarak ekonomi ke bisnis class, maka ada baiknya untuk tak usah berhubungan IRL dan juga di media sosial.

Teruntuk kalian yang baru navigating dunia pergaulan luar negeri, ingatlah mantra, birds of a feather flock together. Kalau bergaul, cari pergaulan yang sesuai dengan nilai diri dan yang bermanfaat.

Ada yang pernah kena Orbiting atau melakukan Orbiting?

Xoxo,

Tjetje

Recently survived narcisstic abuses in a so-called friendship.

Asuransi

Di Irlandia, pemanas rumah itu menggunakan aneka energi, termasuk minyak. Minyak ini tampung di tangi, yang diletakkan di halaman rumah. Satu kala, ada pemilik tangki yang pipa sambungan dari tangki ke rumahnya, rusak, diinjak anak tetangga yang memanjat tembok dan loncat ke halaman belakang rumahnya. Alhasil, 300 liter minyak, sukses tumpah ke halaman belakang, ke dalam rumah dan ke jalanan kompleks. Bencana.

Pemilik rumah dan keluarganya, harus dievakuasi. Pindahan ke akomodasi sementara, konon bisa sampai setahun, karena resiko kesehatan dan keselamatan berada di dalam rumah yang sudah dibalur minyak (ayam kali!). Lalu, seluruh tanah di rumah itu (yang sudah disesapi oleh minyak), harus digali untuk diganti. Biaya bencana ini, ditutup oleh asuransi.

Pada saat saya meninggalkan Indonesia, hampir satu dekade lalu, asuransi bukanlah sebuah hal yang umum dan masih dianggap sebagai sebuah kemewahan. Asuransi sendiri menjadi hal yang penting buat saya, karena tante-tante arisan di Malang. Si tante mobilnya ditabrak oleh tante arisan lainnya, tak sengaja tentunya. Dan si tante bisa santai melanjutkan arisan tanpa repot marah-marah, karena semua diatur asuransi.

Ada satu tante lagi. Si tante kehilangan suaminya di usia muda dan memiliki beberapa anak. Begitu suami meninggal, ia tak pusing dengan biaya hidup, karena ditinggali polis asuransi.

Aneka asuransi

Di Irlandia, saya mengenal lebih banyak asuransi. Yang paling dasar, asuransi kesehatan dan asuransi gigi. Asuransi ini sifatnya pilihan, bukan wajib, karena Irlandia punya sistem kesehatan yang hampir gratis, hampir gratis karena ada kalanya kita harus bayar. Tapi tentunya antreannya super panjang. Asuransi kesehatan pribadi membuat kita bisa lebih cepat mengakses jasa kesehatan. Ambil contoh, prosedur yang harus antre selama dua tahun, bisa dipercepat dengan antrean kurang dari satu minggu saja.

Asuransi kendaraan sendiri menjadi asuransi wajib jika punya kendaraan. Harganya tak murah, terkadang lebih mahal dari harga si mobil, apalagi untuk pengemudi pemula. Pengemudi pemula ini termasuk yang usianya muda, atau yang baru belajar menyetir di Irlandia. Pengalaman nyetir di Indonesia tentunya tidak masuk dalam perhitungan, apalagi kalau SIMnya nembak. Selain asuransi jiwa, masih ada lagi perlindungan lain jika mobil tiba-tiba mogok. Saya pernah merasakan manfaat proteksi ini, bahkan dapat mobil pengganti hingga di negara tetangga.

Di sini juga ada asuransi perlindungan penghasilan. Orang yang sakit di Irlandia hanya mendapatkan dana bantuan recehan dari pemerintah pembayar pajak. Nah supaya tagihan dan gaya hidup bisa tetap terjaga, asuransi ini jadi pelindungnya. Jadi kalau sakit, bisa bernapas lega karena tidak kehilangan seluruh penghasilan.

Asuransi jiwa menjadi asuransi wajib jika punya KPR, begitu juga dengan asuransi rumah. Salah satu family friend kami mengalami sakit dan tak memungkinkan untuk kerja penuh waktu lagi. Tapi tagihan jalan terus. Setelah membaca detail polis asuransi, KPR-nya ternyata bisa dibayarkan penuh oleh asuransi karena jenis penyakitnya. Alhasil, merdeka dari cicilan KPR dan bisa fokus untuk menikmati hidup.

Hewan pun di sini juga dilindungi asuransi. Anabul saya sudah langsung dibelikan asuransi sejak ia menjadi bagian dari keluarga kami. Manfaatnya banyak, apalagi ketika dia diam-diam dia makan sampah dan harus dilarikan ke rumah sakit hewan di tengah malam. Di sini, dokter jaga Untung ada asuransi.

Bersiin gigi? Pakai asuransi.


Masih banyak lagi rentetan asuransi di negeri ini, tapi pilihan asuransi di sini tak seperti di belahan dunia sebelah (mungkin juga saya yang kurang update). Di Swiss misalnya ada asuransi untuk melindungi diri ketika ngerusakin barangnya orang. Jadi kalau kita mampir ke rumah orang lalu memecahkan guci (tamu apaan coba main-main ngerusakin barang orang LOL), tak cuma minta maaf pada sang punya rumah, tapi juga menawarkan bayar kompensasi harga guci melalui asuransi. Di Swiss, mereka juga punya asuransi untuk bayar pengacara. Jadi kalau tiba-tiba harus berurusan hukum, gak perlu nguber-nguber Bang Hotman untuk jadi kasus probono. Biar asuransi yang bayar pengacara.

Kultur Klaim

Ongkos asuransi di negeri ini tak murah, asuransi apapun. Selain konon karena ada permainan mafia, juga karena Irlandia punya kultur klaim yang sangat tinggi. Kepleset di parkiran, bawa ke pengadilan minta kompensasi. Satu mobil di isi sampai penuh, lalu tabrakan dan minta kompensasi atas cedera. Lumayan, satu orang bisa dapat puluhan ribu. Yang bayar? asuransi.

Salah satu rekor klaim asuransi tertinggi yang pernah saya tahu, lebih dari seperempat juta Euro. Anak remaja, menunggangi tram, lalu jatuh. Saya bilang menunggangi, karena ia bergantung di luar tram. Lalu, perusahaan tram harus bayar itu seperempat juta. Makanya tak heran banyak usaha di sini gulung tikar, salah satu alasannya, asuransi sangatlah mahal.

Penutup

Tulisan ini terinspirasi dari postingannya Mbak Ida di Instagram. Mbak Ida ini sering posting suaminya, Mas Agung Si Mbot lagi menjelaskan asuransi. Tiap ngelihat postingan itu saya jadi teringat perjuangan cari agen asuransi. Ini pernah saya tulis di sini. Waktu itu prinsip saya kalau milih asuransi, harus cari agen yang Tionghoa, karena mereka setia di bisnis asuransi dan bisa menjelaskan proteksi dengan baik dan benar. Terimakasih atas inspirasi positifnya, semoga makin banyak yang kontak mas Agung.

Jadi, THR mau dipakai buat beli asuransi apa?

xoxo,
Tjetje



Pensiun


Orang-orang selalu beranggapan bahwa hidup di Eropa itu enak dan terjamin. Bahkan tak sedikit yang punya moto tak perlu kerja keras karena akan selalu dapat bantuan dari pemerintah, dari subsidi rumah, kartu kesehatan gratis hingga pensiun. Yang penting tangannya nadah. Padahal, tak ada yang gratis. Semua ditanggung oleh para pembayar pajak yang kerja keras.

Salah satu hal yang selalu dianggap enak adalah masa tua, masa pensiun. Pensiun di Irlandia itu dimulai di usia 66 tahun. Enak, bisa kerja terus, sementara yang di Indonesia sudah pensiun satu dekade lebih awal ketika usia 50++.

Dana pensiun dari pembayar pajak melalui pemerintah dibagi menjadi dua kategori: pensiunan yang berkontribusi (bayar pajak secara rutin selama periode tertentu) dan pensiunan yang tak berkontribusi (yang tak memenuhi syarat bayar pajak). Pensiunan per minggu untuk yang berkontribusi sekitar €277.30, sementara yang tak berkontribusi €266. Udah kerja keras seumur hidup, bedanya 11€ saja.

Angka ini terlihat besar jika di rupiahkan. Tapi di Irlandia sendiri angka ini kecil. Hanya cukup untuk biaya sehari-hari. Dari yang saya baca, angka kecil ini karena asumsi para pensiunan adalah para pemilik rumah, bukan kontrak rumah. Kalaupun ada yang tak memiliki rumah, biasanya mereka dapat rumah sosial yang bisa disewa dengan harga murah.

Asumsi ini tapi tak akan bisa digunakan ketika generasi millennials yang seringkali diasumsikan tak punya rumah (dan masih menyewa) memasuki usia pensiun. Apalagi harga sewa rumah di Dublin sudah berada di kisaran angka 3000 Euro. Duit pensiun pun tak cukup untuk bayar kontrakan rumah

Menyiapkan pensiun

Saya bukan ahli keuangan, tapi no brainer lah ya kalau untuk pensiun itu kudu punya rumah. Wajib. Siapa coba yang masa tuanya mau terkatung-katung nyari tempat tinggal, apalagi Irlandia (dan banyak negara Eropa lainnya), mengalami krisis rumah. Alasan gak mampu beli rumah karena tak mampu juga sekadar alasan saja, karena semua orang bisa di sini bisa beli rumah di sini, selama mereka mampu mengubah gaya hidup dan memprioritaskan beli rumah, serta sadar dengan daya beli. Baca: gak ngotot untuk beli di luar kemampuan ekonomi.

Untuk para pensiunan yang punya rumah, ketika uang pensiun tak cukup karena biaya hidup sangat tinggi (listrik, sampah, internet, asuransi kesehatan), ada opsi juga untuk menyewakan kamar (bebas pajak hingga nilai tertentu). Enaknya pula, ada bantuan untuk renovasi rumah (untuk kasus tertentu) dan meningkatkan efisiensi energi di rumah.

Selain punya properti, selagi masa kerja penting pula untuk menabung dana pensiun. Ini dana pensiun pribadi, di luar pensiunan receh dari negara para pembayar pajak. Di Irlandia, dana pensiun pribadi ini sangat difasilitasi dan negara punya kebijakan keuangan dan membebaskan pajak untuk dana yang dimasukkan ke pensiun.

Jadi, pajak di negeri ini tinggi, tapi bukan tertinggi di Eropa. Pph untuk penghasilan di atas 43k sebesar 40%, sementara di bawah itu 20%. Itu pun tak murni 20 atau 40%, ada element plus-plus. Tapi, untuk urusan pensiun bisa bebas pajak. Ada skemanya berdasarkan usia.Usia 30-39 misalnya boleh memasukkan penghasilan ke dana pensiun maksimal 20% dan penghasilan ini bebas pajak. Semakin bertambah usia, semakin banyak dana yang bisa dimasukkan untuk pensiun, hingga 40%.

Nah dana pensiun ini adalah cara cepat untuk menghindari bayar pajak tinggi-tinggi dan membangun portfolio pensiun. Nanti ketika sudah memasuki pensiun dana ini bisa dicairkan dan sebagian bebas pajak.

Penutup

Ekonomi Irlandia sedang sulit. Harga pangan dan energi melonjak tinggi. Inflasi sudah terkendali, suku bunga juga sudah mendingan walaupun tahun lalu hancur mina. Di masa sulit seperti ini, saya sering melihat para pensiunan yang kaget tak karuan ketika mendapatkan tagihan energi (listrik, gas), hingga mencapai hampir 1k.

Pada saat yang sama, saya juga melihat pensiunan-pensiunan lain yang dengan tenangnya menikmati hidup, jalan-jalan, pindah sementara ke selatan Eropa selama musim dingin, hingga karena selama masa mudanya mereka mengatur keuangan dengan baik.
Orang-orang selalu beranggapan bahwa hidup di Eropa itu enak dan terjamin. Bahkan tak sedikit yang punya moto tak perlu kerja keras karena akan selalu dapat bantuan dari pemerintah, dari subsidi rumah, kartu kesehatan gratis hingga pensiun. Yang penting tangannya nadah. Padahal, tak ada yang gratis. Semua ditanggung oleh para pembayar pajak yang kerja keras.

Salah satu hal yang selalu dianggap enak adalah masa tua, masa pensiun. Pensiun di Irlandia itu dimulai di usia 66 tahun. Enak kan, bisa kerja terus, sementara yang di Indonesia sudah pensiun satu dekade lebih awal ketika usia 50++.

Dana pensiun dari pembayar pajak melalui pemerintah dibagi menjadi dua kategori: pensiunan yang berkontribusi (bayar pajak secara rutin selama periode tertentu) dan pensiunan yang tak berkontribusi (yang tak memenuhi syarat bayar pajak). Pensiunan per minggu untuk yang berkontribusi sekitar €277.30, sementara yang tak berkontribusi €266. Udah kerja keras seumur hidup, bedanya 11€ saja.

Angka ini terlihat besar jika di rupiahkan. Tapi di Irlandia sendiri angka ini kecil. Hanya cukup untuk biaya sehari-hari. Dari yang saya baca, angka kecil ini karena asumsi para pensiunan adalah para pemilik rumah, bukan kontrak rumah. Kalaupun ada yang tak memiliki rumah, biasanya mereka dapat rumah sosial yang bisa disewa dengan harga murah.

Asumsi ini tapi tak akan bisa digunakan ketika generasi millennials yang seringkali diasumsikan tak punya rumah (dan masih menyewa) memasuki usia pensiun. Apalagi harga sewa rumah di Dublin sudah berada di kisaran angka 3000 Euro. Duit pensiun pun tak cukup untuk bayar kontrakan rumah



Menyiapkan pensiun

Saya bukan ahli keuangan, tapi no brainer lah ya kalau untuk pensiun itu kudu punya rumah. Wajib. Siapa coba yang masa tuanya mau terkatung-katung nyari tempat tinggal, apalagi Irlandia (dan banyak negara Eropa lainnya), mengalami krisis rumah. Alasan gak mampu beli rumah karena tak mampu juga sekadar alasan saja, karena semua orang bisa di sini bisa beli rumah di sini, selama mereka mampu mengubah gaya hidup dan memprioritaskan beli rumah, serta sadar dengan daya beli. Baca: gak ngotot untuk beli di luar kemampuan ekonomi.

Untuk para pensiunan yang punya rumah, ketika uang pensiun tak cukup karena biaya hidup sangat tinggi (listrik, sampah, internet, asuransi kesehatan), ada opsi juga untuk menyewakan kamar (bebas pajak hingga nilai tertentu). Enaknya pula, ada bantuan untuk renovasi rumah (untuk kasus tertentu) dan meningkatkan efisiensi energi di rumah.

Selain punya properti, selagi masa kerja penting pula untuk menabung dana pensiun. Ini dana pensiun pribadi, di luar pensiunan receh dari negara para pembayar pajak. Di Irlandia, dana pensiun pribadi ini sangat difasilitasi dan negara punya kebijakan keuangan dan membebaskan pajak untuk dana yang dimasukkan ke pensiun.

Jadi, pajak di negeri ini tinggi, tapi bukan tertinggi di Eropa. PPH untuk penghasilan di atas 43k sebesar 40%, sementara di bawah itu 20%. Itu pun tak murni 20 atau 40%, ada element plus-plus. Tapi, untuk urusan pensiun bisa bebas pajak. Ada skemanya berdasarkan usia.Usia 30-39 misalnya boleh memasukkan penghasilan ke dana pensiun maksimal 20% dan penghasilan ini bebas pajak. Semakin bertambah usia, semakin banyak dana yang bisa dimasukkan untuk pensiun, hingga 40%.

Nah dana pensiun ini adalah cara cepat untuk menghindari bayar pajak tinggi-tinggi dan membangun portfolio pensiun. Nanti ketika sudah memasuki pensiun dana ini bisa dicairkan dan sebagian bebas pajak.

Penutup

Ekonomi Irlandia sedang sulit. Harga pangan dan energi melonjak tinggi. Inflasi sudah terkendali, suku bunga juga sudah mendingan walaupun tahun lalu hancur mina. Di masa sulit seperti ini, saya sering melihat para pensiunan yang kaget tak karuan ketika mendapatkan tagihan energi (listrik, gas), hingga mencapai hampir 1k.

Pada saat yang sama, saya juga melihat pensiunan-pensiunan lain yang dengan tenangnya menikmati hidup, jalan-jalan, pindah sementara ke selatan Eropa selama musim dingin, renovasi rumah, beli mobil baru, main golf sana-sini, bahkan turut serta membayari ongkos hidup anak-anak mereka yang kesusahan.

Ketika saya tanya apa resep mereka? Selama masa muda, mereka hidup biasa-biasa saja, tak berlebihan. Ah pasti selama masa mudanya mereka tak punya Instagram, jadi tak perlu membeli aneka barang-barang yang mengandung gengsi dan pamer hidup yang glamor.

Kamu, sudah menyiapkan dana pensiun?

xoxo,
Tjetje

Gaslighting

Bicara soal orang-orang narsistik tak akan bisa lepas dari gaslighting. Sebuah bentuk manipulasi psikologi yang belakangan ini makin populer karena banyak dibahas dimana-mana. Termasuk di lagunya Taylor Swift, All Too Well.

Definisi

Secara sederhana, gaslighting saya rangkum sebagai manipulasi psikologi oleh orang-orang narsistik untuk bikin korbannya meragukan dan menyalahkan diri sendiri. Inti dari gaslighting ini, emosi, kata-kata dan pengalaman korban diputarbalikan. Akibatnya si korban jadi menyalahkan diri sendiri.

Gaslighting bisa terjadi dimana-mana, termasuk di tempat kerja, keluarga, pasangan, atau bahkan dengan teman. Bentuknya macam-macam, bisa kebohongan, penyangkalan, atau dalam bentuk hal-hal bahaya lain yang destruksif dan kejam. Saya bilang kejam karena dampaknya secara psikologi cukup dalam dan panjang.

Tujuannya utama dari gaslighting ini satu, untuk bikin korban diam. Gaslighting sendiri teman dekat banget dengan silent treatment, sebuah mekanisme untuk menghukum dan mempermalukan korban narsisme yang pernah saya bahas di sini.

Contoh gaslighting

“Aduh maaf ya kalau kamu berpikir aku menyakiti kamu”.
“Kamu sih terlalu sensitif”.

Contoh pertama kejadian dimana-mana, termasuk waktu Zara dapat backlash soal promosinya yang gak sensitif (no pun intended). Alih-alih mengakui kesalahan, atau minta maaf, yang salah adalah pikiran korban. Sementara, di contoh kedua, yang salah adalah perasaan korban. Intinya, yang salah si korban.

Patut diingat, para tukang gas narsis ini empatinya rendah atau bahkan gak ada. Berdiri di depan kaca sambil evaluasi diri sendiri pun tak bisa, apalagi minta maaf. Aware dengan diri sendiri itu bagi orang-orang ini sangat menyakitkan, kenapa? Karena mereka mesti mengakui kesalahan. Sementara balik lagi ke nilai orang narsis, mereka menggambarkan diri sebagai orang-orang yang sempurna.

Nekat keluar dari lingkaran setan ini juga gak mudah. Ambil contoh nekat mengakhiri hubungan beracun seperti ini. Biasanya gaslighter ini akan dibela oleh sesamanya (fellow gaslighter), yang mempertanyakan kenekatan keluar, lalu menyalahkan korban karena keluar dari hubungan dan tentunya menyalahkan korban karena tak menyelesaikan masalah. Padahal biasanya si korban didiemin (silent treatment) dan diisolasi. Ketika mau menjaga kewarasan digaslight lagi. Lingkaran setan.

Lalu, untuk menyempurnarkan gaslighting, disuruh let it go.

“As one of my interviewees put it: gaslighting breathes on isolation.”

Paige Sweet, PhD



Penutup

Manusia itu kompleks dan gak harus cocok dengan manusia lainnya. Wajar kalau manusia berkonflik, dengan diri sendiri pun kadang berkonflik. Tapi diinget-inget ya, gaslighting bukan bentuk konflik. Ini bentuk kontrol atau manipulasi orang lain. It’s sickening.

Kalau kalian mengalami gaslighting, segera cari jalan keluar. Lari sekencang-kencangnya karena dampak gaslighting (apalagi ditambah dengan isolasi dan pengucilan) sekali lagi panjang dan bermacam-macam. Yang jelas menciptakan luka dan trauma mendalam, berdampak pada kesehatan jiwa, kepercayaan diri, dan kemampuan untuk berhubungan dengan manusia lainnya. Sekejam itu.

Kalau kalian pelakunya, basically tukang bully, who the hell hurt your head? Damn, go get a help!

Selamat berakhir pekan, semoga kalian semua dikaruniai hubungan yang sehat dan tidak melibatkan silent treatment, isolasi apalagi gaslighting.

xoxo,
Tjetje

Masih tentang Narsistik

Tiga tahun yang lalu, saya pernah menulis tentang narsistik yang bisa dibaca di sini serta soal silent treatment yang merupakan contoh manipulasi narsisme di sini. Tulisan tersebut membahas beberapa indikasi narsisme yang saya lihat dan alami dari lingkaran saya. Melepaskan diri dari pergaulan dan lingkungan yang penuh dengan racun narsisme, ternyata tidaklah mudah dan perlu proses sangat panjang.

Disclaimer dulu bahwa saya bukan pakar kesehatan, apalagi kesehatan jiwa. Saya cuma blogger mood-moodan yang hobi merhatiin kelakuan orang lain dan suka baca-baca buku psikologi. Tulisan ini berdasarkan pemahaman dan pengalaman saya.

Definisi saya

Saya mendefinisikan orang-orang narsis sebagai orang yang merasa dirinya teramat sangat penting dan tak berempati. Mereka haus akan perhatian, sangat kompetitif dan selalu ingin menjadi pusat perhatian. Pedenya setinggi langit, tapi sebenernya sensi luar biasa dan gak bisa dikritik. Orang narsis ada yang teramat sangat jelas narsisnya, tapi ada pula yang terselubung. Dua-duanya, buat saya, sama berbahayanya, karena mereka merusak jiwa dan nilai diri kita.

Bahayanya

Berdasar pengalaman saya, ketika pergaulan kita diwarnai dengan narsisme, pergaulan jadi sangat beracun. Gak ada ceritanya bisa cerita tentang satu hal tanpa ada kompetisi, soal ini pernah saya ulas di sini. Siapa yang diajak kompetisi? Dari teman, keluarga, pasangan, mantan pasangan hingga mantannya pasangan. Pendeknya: semua orang.

Mereka perlu kompetisi ini karena perlu validasi. Mereka juga tak segan menunjukkan kecemburuan atas keberhasilan kita menukarkan baseball cap dengan crown. Bergaul dalam lingkungan yang penuh kecemburuan ini sangatlah tidak menyenangkan. Ada banyak kepalsuan dan kita harus terus-menerus berhati-hati jika bercerita tentang apa saja dalam hidup, terutama yang berkaitan dengan berita baik dan pencapaian. Salah cerita, malah menyulut kecemburuan.

Gimana kalau kemudian mereka kalah dalam kompetisi? Syukur-syukur kalau cuma dikasih muka kecut atau cuma dikasih eye rolling. Mereka bisa nasty, kejam, tak segan bentak-bentak atau bahkan mempermalukan kita. Pada tahap yang ekstrem, kita bisa dikucilkan dari pergaulan. Ini jadi sebuah peringatan untuk yang lain, jangan macam-macam, kalau macam-macam, bisa berakhir dikucilkan. Lha sing waras sopo?

Para narsis ini juga gak segan untuk take, take, take, kalapun mereka give, tujuannya supaya terlihat baik, dapat pujian dan sekali lagi dapat validasi. Gak ada yang tulus dari pergaulan dengan mereka. Semuanya dikalkulasikan dengan baik, untuk kepentingan mereka.

Orang narsis punya empati yang sangat rendah dan sangat menyukai drama. Kalau masih muda dan punya banyak tenaga untuk main drama sih monggo. Masalahnya, semakin bertambah usia kita, semakin males berurusan sama drama (kecuali K-drama tentunya). Energi harus disimpan sebaik mungkin supaya diri tak jadi lelah jiwa. Kalau sudah lelah jiwa, isi kepala dan hati bakalan semrawut semua.



Penutup

Pengalaman saya menyadari pergaulan toxic itu bukanlah sebuah hal yang mudah. Perlu waktu dan kesadaran untuk mengurai penyebab lelah jiwa. Bagi saya, indikasi lelah jiwa itu bisa dilihat dari efek setelah nongkrong. Jiwa melelah tak dapat asupan intelektual, lalu energi level drop, tak bisa segera kembali walaupun didongkrak dengan aneka vitamin dan suplemen. Perlu beberapa hari untuk normal kembali.

Begitu sadar diri terinjak-injak, ada proses untuk melepaskan diri. Bisa melepaskan perlahan-lahan, atau cara paling ekstrem, cut them loose. Pada akhirnya ini kan racun, kalau jiwa terpapar racun begitu lama, ya harus disegeraan diputus supaya racun tak merambat kemana-mana. Langkah selanjutnya, detoks diri, atau meminjam istilah generasi jaman sekarang, perlu healing.

Orang-orang narsistik bergaul untuk mendapatkan empati dan validasi. Mereka bisa ditemukan di mana saja. Dalam pergaulan keseharian, dalam kehidupan perkantoran, bahkan dalam hubungan percintaan. Teruntuk kalian yang bergulat dengan orang-orang narsis dalam hidup, semoga kalian bisa segera keluar dari hubungan penuh racun ini.

Kalian, pernah bergulat dengan orang narsis?

xoxo,
Tjetje



Pesta Lajang

Di Amerika (dan di Indonesia), pesta ini disebut sebagai bachelorette party, sementara di daerah Inggris dan Irlandia, pesta ini sebut sebagai hen party. Jangan diterjemahkan menjadi pesta ayam, karena ayam berpesta, bisa diartikan lain lagi.

Di Indonesia, pesta lajang ini seringkali berupa staycation di hotel bintang lima yang ditemani ngerumpi sampai pagi. Calon pengantin perempuan dan sahabat-sahabatnya, kemudian mengenakan baju kembar, pergi minum teh, makan malam bersama, atau bahkan spa rame-rame. Ongkos pesta, tergantung, bisa ditanggung teman-teman, tapi tak jarang ditanggung sang pengantin yang berbagi kebahagiaan.

Di Irlandia, biasanya, salah satu teman dekat pengantin akan didaulat untuk mengatur pesta. Seringkali tema pesta ini dirahasiakan dari sang pengantin, untuk memberi elemen kejutan. Si calon pengantin cukup memberikan daftar nama orang-orang yang akan diundang ke perkawinan serta nomor telpon genggam. Setelah itu, grup Whatsapp akan dibuat (atau di masa lalu pakai email). Biasanya, yang diajak adalah teman-teman dan anggota keluarga perempuan, termasuk ibu dan calon ibu mertua si pengantin.

Perlu dicatat, tamu yang tak diundang ke pesta perkawinan, tak perlu diundang ke pesta lajang. Malah aneh dan tak elok kalau mengundang orang-orang yang tak diundang ke pesta perkawinan. Di sini, bukanlah hal aneh jika perkawinan hanya mengundang teman-teman terdekat. Teman-teman yang tak dekat, atau hanya sekedar kenalan, tak perlu diundang. Ongkos menghadiri perkawinan soalnya tak sedikit, dan tak jarang orang enggan menghadiri perkawinan jika tak kenal dekat dengan calon pengantin.

Bicara soal ongkos, ongkos pesta ini ditanggung ramai-ramai dan calon pengantin tak perlu mengeluarkan uang sepeserpun. Ongkos hotel, restauran, seragam, minum, kostum, alat-alat untuk permainan, bahkan biaya perjalanan akan diperhitungkan di depan, lalu dibagi jumlah orang yang konfirmasi akan datang ke pesta tersebut. Jumlah saweran sangat bergantung dari aktivitas pesta, berapa hari, serta dimana pesta tersebut dilangsungkan (di dalam kota, di luar kota, atau bahkan di luar negeri).



Apa saja aktivitas pesta lajang ini? Spa barengan, makan di restauran, minum ke beberapa bar (ini kalau beruntung bisa keliling bar, karena satpam bar biasanya gak suka dengan kerumunan pesta lajang) kemudian lanjut dugem. Ada pula aktivitas yang memerlukan fisik, seperti naik sepeda keliling kota (sambil minum alkohol) atau bahkan aktivitas belajar menjahit bersama nenek sambil diberi wejangan perkawinan. Selain aktivitas ini juga ada permainan-permainan (yang seringkali melibatkan cerita dari ranjang). Selain untuk fun, juga untuk mengenal teman-teman calon pengantin.

Kunci dari suksesnya pesta ini ada di orang yang ditunjuk untuk mengatur acara. Mesti tahu gimana caranya ngatur anggaran dan memastikan pesta ini gak jadi terlalu mahal dan bisa memastikan fokus aktivitas ke pengantin dan tentunya bisa memastikan semua orang termasuk lintas generasi bisa menikmati acara. Termasuk memastikan aktivitas yang sesuai dengan kapasitas jantung para tante, ibu atau calon mertua sang pengantin.

Penutup

Menghadiri pesta lajang ini tak wajib, yang lebihpenting tentunya menghadiri pesta perkawinan. Apalagi biaya pesta ini seringkali tak murah, perlu beberapa ratus Euro dan menjadi biaya tambahan ekstra dari ongkos menghadiri perkawinan. Jika ongkos saweran pesta dirasa terlalu mahal, orang juga bisa menolak hadir. Konsekuensi ketika ada orang-orang yang tak bisa hadir, tentunya, saweran bagi yang hadir akan meningkat, karena bilangan pembagi mengecil.

Kalau boleh memilih, saya lebih suka konsep pesta lajang model malam midodareni. Lebih seru dan seluruh keluarga berkumpul. Bagaimana dengan kalian, suka menghadiri pesta lajang?

xoxo,
Tjetje

Pinjam Saldo

Beberapa tahun lalu, ada salah satu orang pembaca blog yang menghubungi saya lewat Instagram. Ia mengirim pujian. Komunikasi ini kemudian tidak berlanjut hingga dua hari lalu.

Mbak IG ini mengaku namanya Aprillia, tapi saya yakin ini nama palsu. Tak ada angin tak ada hujan, tak tanya kabar, tiba-tiba menanyakan apakah saya punya M- banking. Yang dilanjutkan dengan pertanyaan apakah ada saldo sebesar 550ribu rupiah. Saya jawab saja “Oh kalau 550 juta sih ada”.

Rupanya ia tak terpancing untuk jadi tamak & mengutarakan niat meminjam saldo 550 ribu saja untuk bayar belanjaan online. Bahasa baru, pinjam saldo. Dan ia pun memberi nomor rekening milik Ika. Lha dari Aprillia jadi Ika. Tak lama setelah mengutarakan niat pinjam uang, akun ini berganti nama hingga beberapa kali. Ah Instagram…

Singkat cerita, saya tak meminjamkan satu sen pun. Wong saya ini anti dipinjemin duit. Anti pakai banget & ini selalu saya gembar-gemborkan kemana-mana. Bahkan sempat saya tulis di blog tahun 2016 lalu ketika saya membahas tema hutang.

Saya mengkategorikan orang yang pinjam uang menjadi dua: kepepet tak punya uang karena kondisi ekonomi yang lemah, atau karena tidak bisa mengatur keuangan.

Tukang pinjam uang yang paling menarik buat saya adalah orang yang tak bisa mengatur keuangan. Orang-orang ini, berdasar pengalaman saya, biasanya punya pekerjaan, terlihat glamor, dari rambut yang mengalahkan gadis Sunsilk, kuku yang dipoles cantik, kendaraan mewah, hobi nongkrong di tempat-tempat gaul, dan gaya hidup lainnya yang dianggap wah. Pendeknya, mereka tak pernah kelihatan tak punya beras.

Karena penampilan mereka yang begitu glamor, punya penghasilan, otomatis mereka dianggap sebagai orang-orang yang bisa dipercaya. Jadi ketika si glamor datang meminjam uang, banyak yang tak keberatan, karena mereka dianggap punya kemampuan untuk membayar.

Di sinilah kemudian bencana terjadi. Pinjam uang jumlah kecil, tak kunjung kembali. Mau nagih, seringkali uang yang dipinjam recehan, seharga beberapa gelas kopi. Sekalinyanagih, disuruh nunggu tanggal gajian. Mau maksa nagih, gak enak sendiri. Btw, uang yang dipinjam tak selalu kecil ya; orang yang dianggap berada, biasanya dipinjami uang dengan jumlah lebih besar. Apes mah kalau gini.

Hobi meminjam uang yang bermula dari ketidakbisaan mengatur gaya hidup dan anggaran ini biasanya parah. Target yang dipinjami pun tak hanya satu, tapi banyak orang. Bahkan kadang mereka tak malu meminjam uang pada orang yang baru dikenal.

Penutup

Orang-orang yang saya bahas di atas, meminjam uang untuk gaya hidup. Bukan karena kepepet tak punya secangkir beras di rumah. Ada standar gaya hidup tertentu yang mereka mau tunjukkan pada dunia, supaya reputasi dan keglamoran mereka bisa terdongkrak. Tapi dibalik glamor palsu itu, ada rekening bank yang menjerit, tiang yang terinjak pasak, gali lubang, tutup lubang. Pinjam uang kemana-mana.

Tak lupa ada bisik-bisik tentang kepalsuan yang dibarengi dengan rasa kasihan. Kadang bisik-bisik ini melintas hingga antar negara. Apalagi kalau ada yang menjerit sakit karena uangnya tak dikembalikan. Akhirnya, daripada terlalu sakit, memilih untuk merusak reputasi si glamor. Padahal, dunia sudah tahu.

Kalau sudah kaya gini, mendingan kayak saya, prinsip banget gak minjemin duit kemana-mana, tidak satu sen pun. Gpp dibilang pelit, yang penting tak ada yang pinjam 100, apalagi pinjam saldo 550.

Gimana, udah dibalikin duit kalian?