Pulang Kampung dan Lebaran

Selamat Idulfitri untuk kalian yang merayakan. Semoga ibadah kalian selama bulan puasa kemarin lancar, dan Idulfitri kalian meriah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya melihat keriuhan menjelang Idulfitri dari jauh dan dari media sosial. Menjelang Lebaran, feed media sosial saya banyak dipenuhi dengan ucapan terimakasih atas aneka hampers.

Melihat hamper yang tak murah ini, saya selalu terpukau atas kebagian dan tradisi berbagi. Apalagi harga hampers ini tak ada yang murah. Saking kebanyakan lihat hampers, di akhir bulan Ramadan saya tiba-tiba pengen kirim hampers untuk keluarga di Jakarta. Buka website Pand’or dan Harvest yang bisa dipesan dari. Ya nasib, udah sold out semua. Gila kan orang Indonesia semangat berbaginya emang top!

Tahun ini tentunya tahun yang sangat spesial, karena adanya takjil war. Konten-konten takjil war ini gak cuma kreatif dan menghibur, tapi bagi kami yang ada di luar Indonesia bikin ngiler. Video-video dari jalan Benhil (Bendungan Hilir), jadi membawa kenangan manis ketika masih jadi pegawai kantoran dan ikut borong aneka takjil di Benhil. Puasa kagak, borong takjil iya. Bulan puasa ini juga membuat saya merindu akan Bingka Salon di Banjarmasin sana. Duh kebayang manis dan lembutnya si bingka.

Bicara takjil tak bisa lepas dari buka bersama. Ada yang kocak dari grup WhatsApp sekolah SMP saya. Seminggu menjelang lebaran, tiba-tiba ada pesan masuk di grup WhatsApp ini:


WhatsApp teman-teman SMP saya ini menjadi pesan terkocak selama bulan puasa. Jawara. Kesian banget nggak ada yang ngajakin buka bersama. Wacananya sih akan ada halal-bihalal, tapi sampai hari ini, saya memantau dari jauh, belum ada tanda-tandanya.

Menjelang lebaran dan beberapa hari paska lebaran, abang Gojek tak bisa ditemukan di Malang. Saya berulang kali akan memesan makanan dari aneka sudut kota Malang untuk ibunda saya, dan tak satupun tukang ojek ditemukan. Ongkos pengiriman yang menjadi tinggipun tampaknya tak menggoda para tukang Gojek, karena berkumpul dengan keluarga tentunya lebih penting ketimbang bekerja. Well done!

Tema masak-memasak masih ramai di mana-mana. Resep rendang sendiri bertebaran dimana-mana dan banyak ilmu baru merendang yang saya dapatkan. Dari mulai yang model Minang hingga model Malaysia (gak usah debat lho ya). Ilmu baru yang akan saya coba ketika jiwa memerlukan terapi. Bagi saya merendang ini adalah proses terapi jiwa ketika stress. Saking hobinya merendang, tiap pulang, saya tak pernah absen minta daun kunyit dari Pasar Kramat Jati. Daun ini kemudian saya bekukan di dalam freezer.

Dari jauh saya juga banyak mendengar keriaan mereka yang pulang kampung. Bahagia bertemu keluarga, walaupun bercampur cemas karena takut ditanya soal perkawinan, kehamilan, pekerjaan, hingga kelulusan. Para pekerja rumah tangga juga pada pulang, meninggalkan tua mereka dengan cucian setumpuk dan rasa cemas berkepanjangan. Cemas tak karuan, takut menerima pesan jika pekerja rumah tangganya memutuskan tak kembali lagi. Makanya naikin gaji sesuai UMR dong Bu!

Selama tinggal di Jakarta, saya termasuk jarang pulang kampung ketika libur Lebaran. Saya lebih suka berdiam di Jakarta, karena Jakarta menjadi super tenang, jalanan lengang dan TransJakarta kosong. Plus, selama musim Lebaran biasanya saya dapat tugas kehormatan untuk jaga rumah keluarga bersama supir dan penjaga rumah. Nah kalau sudah dapat tugas kehormatan gini, saya suka meratapi para pedagang penganan. Kapan mereka kembali ke Jakarta supaya saya bisa jajan lagi?

xoxo,
Tjetje

2 thoughts on “Pulang Kampung dan Lebaran

  1. Mohon maaf lahir dan batin Mbak Tjetje….

    Hampers tahun ini untuk orang-orang disekitarku banyak yang beli mangkok keramik di Shop*ee. Harganya beneran murah dan bikin bahagia yang menerima hampersnya.

Show me love, leave your thought here!