Junkie

“Hati-hati ya, di Dublin banyak junkie yang suka minta duit. Kalau dimintain duit mereka, jangan kaget”. Wejangan ini saya berikan pada salah satu teman blogger yang beberapa waktu lalu mengunjungi Dublin. Teman blogger saya menjawab dengan santai, kalau soal junkie, di Perancis, tempat ia tinggal, juga punya masalah yang sama. Ah Eropa dengan drug problemnya…


Di negeri kita, di Indonesia, pengguna narkoba dan pengedar obat hukumannya tak main-main. Di Irlandia, hukuman pengedar (bukan pemakai), relatif lebih santai. Apalagi kalau yang mengedarkan narkoba tersebut anak-anak remaja di bawah umur yang tak bisa mendapatkan catatan kriminal karena usianya. Tak heran kalau Irlandia masuk menjadi top 4 negara pengguna kokain terbesar di dunia.

Penggunaan narkoba di negeri ini merajalela dan menariknya, sangat dinormalisasi. Bukan sekali dua-kali, saya mendengar orang lokal dan juga diaspora menormalisasi penggunaan narkoba dan menawarkan secara gratis. Sekali aja yang gratis, kalau pengen lagi tentunya harus beli. Narkoba itu tak murah. Jadi ya gak heran kalau penggunanya kemudian membiaya gaya hidupnya dengan cara berdagang lagi, atau kalau untuk weed, nanam sendiri di rumah. Prinsip dagangnya, kasih gratisan dulu biar suka, lalu bikin ketagihan.

Bicara narkoba, ada aneka macam, aneka level. Dari yang paling umum, cannabis, marijuana, atau bisa disebut weed. Di negeri ini, bau weed ini dimana-mana. Baunya gak enak dan cenderung nempel. Ada pula obat-obat yang perlu resep dokter, macam codeine, tramadol, atau yang bikin banyak orang jadi seperti zombie, fentanyl.

Kalau soal narkoba yang keras, macam kokain, banyak diselundupkan lewat Irlandia. Tahun kemarin, ada 60 kilo ditemukan terdampar di pantai di Irlandia. Kalau bocor di laut, para ikan-ikan pun party dan high. Perdagangannya pun juga marak, dimana-mana. Menariknya, mereka yang makai, bisa dengan mudahnya mengenali pemakai lain untuk dapat stok. Ini kejadian sendiri di pub lokal saya, ada visitor dari negeri sebelah, pemakai, masuk pub, langsung nyapa pemakai lain untuk beli barang.

Pengguna narkoba di sini aneka lapisan masyarakat, dari yang profesional hingga kerah biru. Bisa pakai secara rutin tiap hari, tiap minggu, atau sesekali kalau lagi pesta. Mereka juga tak pandang bulu, dari masyarakat perkotaan hingga masyarakat desa di kampung-kampung. Makainya, bisa di rumah, atau bahkan di kamar mandi pub. Di kampung saya, gak sekali dua kali janitor nemu bungkusan bubuk putih jatuh di kamar mandi.

Ngomongin dampak narkoba mah gak ada abisnya, tapi namanya udah ketergantungan juga siapa yang peduli? Kesehatan hancur, kulit kusam, gigi rontok, badan mengurus, napsu makan hilang, duit juga abis. Makai narkoba di rumah juga membuat keluarga dan anak menormalisasi penggunaan narkoba. Lingkaran setan, di masa depan anak-anak ini mungkin tak akan segan untuk menggunakan narkoba.

Soal duit mah gak usah dibahas lagi, abis. Habis. Contoh konkret tetangga saya (ngegosip tetangga). Duit abis dipakai beli obat. KPR rumah engga kebayar, padahal di sini dapat KPR itu setengah mati dan proses penyitaan rumah itu bisa bertahun-tahun. Hubungan percintaan hancur, karena pasangannya tak mau berurusan dengan pemakai narkoba. Lalu, nyetir dalam kondisi high, mobilnya tabrakan, masuk ke got. Mobil yang dipakai buat kerja ini pun hancur. Tenang, cerita tragis ini berakhir dengan agak baik. Para tetangga yang baik, urunan rame-rame buat beliin mobil lagi, supaya bisa balik kerja lagi.

Penutup

Memahami pengguna narkoba itu tak mudah, ada banyak masalah psikologis di belakangnya dan sang pengguna biasanya perlu bantuan. Alih-alih menyelesaikan masalah psikologis, narkoba ini kemudian digunakan sebagai media untuk melarikan diri dari masalah atau rasa sakit yang dihadapi. Di sini, melarikan diri dari masalah itu tak hanya lewat narkoba, tapi juga lewat alkohol. Nanti kapan-kapan saya bahas soal alkohol ya.

Gak membantu juga kalau kemudian lingkungan sekitar, seperti pasangan, menjadi enabler. Memfasilitasi dan mensupport addiction ini. Padahal ekonomi lagi sulit, harga beras aja naik, apalagi harga narkoba. Tapi dengan dukungan enabler, addiction juga bisa jalan terus.
Kalau sudah begini, mereka yang sebenarnya perlu pertolongan ini malah semakin terjerumus dan semakin tergantung pada narkoba. Bubrah…namanya juga lingkaran setan.



3 thoughts on “Junkie

  1. Ini juga salah satu gegar budaya yang masih aku alami sampe sekarang. Apalagi di Belanda, di mana penggunaan ganja ditoleransi dan narkoba jenis lain bisa ditemukan dimana saja. Nggak bisa bohong bahwa aku produk negara yang mengkriminalisasi narkotika baik itu pemakai maupun pengedar. Makanya aku cenderung rigid banget soal narkoba, gak pernah mau coba. Sampai sekarang pun masih susah untuk nggak nge-judge orang2 yang make, dan kayaknya nggak akan nggak nge-judge deh. Kalau soal ganja sih aku sudah melunak, tapi yang lain, apalagi yang synthesized, aku masih sangat keras bilang nggak suka.

    • Tal, di sini baru-baru ini ada orang dari Latin America yang bunuh istrinya. Mana pembunuhannya sadis banget, abis bunuh dia telpon polisi, ngaku dosa. Diagnosanya sih psychosis terpicu ganja. Kasus kayak gini gak banyak sih ya, tapi sudahlah bener Indonesia raya, mau sealami apa juga chemical di otak diubah semua.

Show me love, leave your thought here!