Di Irlandia, kalau kita kena pilek (ini gak sama dengan flu ya), dokter tak segan memberikan instruksi untuk istirahat, tak cuma satu dua hari, tapi bisa satu minggu. Sementara jika kita kena flu (ini mematikan dan orang tak bisa bangun dari tempat tidur, mesti ditawari uang segepok), dokter bisa memberikan surat sakit setidaknya sepuluh hari. Kalau pasien perlu istirahat ya harus istirahat.
Begitu juga ketika kita mengalami gangguan kesehatan jiwa. Di musim dingin seperti ini, dokter-dokter sudah sangat paham kalau banyak orang yang mengalami depresi. Mereka yang sibuk kerja hingga kelelahan, burn out, juga bisa dengan mudahnya mendapatkan ijin untuk istirahat. Dokter Irlandia tak segan memberikan waktu istirahat hingga hitungan bulan, tak lagi minggu. Mereka juga memberikan obat atau bahkan instruksi untuk terapi kejiwaan dengan profesional.
Perlu dicatat, tidak semua dokter seperti ini. Saya memperhatikan dokter-dokter Irlandia jauh lebih perhatian untuk hal-hal seperti ini. Sementara dokter yang dari luar Irlandia cenderung memberikan ijin yang lebih pendek, lalu diperpanjang jika diperlukan. Alhasil, pasien harus bolak-balik ke dokter dan bayar ongkos konsultansi.
Penghasilan ketika sakit
Cuti sakit sendiri tak selalu dibayar penuh. Ada banyak perusahaan yang memberikan 100% gaji selama beberapa masa, lalu persentase ini akan diturunkan. Jika pasien masih sakit, ada asuransi proteksi penghasilan yang akan membayarkan persentase penghasilan.
Tak semua perusahaan membayar cuti sakit. Nah kalau perusahaan tak membayar cuti sakit, negara yang akan hadir untuk membayar cuti sakit. Ini gak gratis ya, karena uang ini datangnya ya dari pajak-pajak yang kita bayarkan. Jumlahnya tak banyak, maksimal 110 Euro per hari selama tujuh hari.
Sick payment ini baru diperkenalkan awal tahun ini, tujuannya supaya orang-orang yang sakit, misalnya kena covid, gak perlu ke kantor dan menulari rekan-rekan kerjanya. Angka ini sendiri kelihatan besar kalau dirupiahkan, tapi bagi mereka yang mendapatkan penghasilan di atas 110 Euro per hari, angka ini ya jelas recehan.

Cuti sakit adalah hak
Sekali lagi cuti sakit adalah hak pekerja. Kalau mereka sakit ya harus istirahat. Pemberi kerja pun tak bisa memaksa mereka untuk bekerja, apalagi kalau dokter sudah memutuskan mereka “gak sehat” untuk kerja. Kalau dipaksa kerja ya malah berisiko.
Sayangnya, tak semua orang melihat cuti sakit ini sebagai hak. Baru-baru ini saya melihat sebuah Thread yang ngomel-ngomel karena koleganya sakit, dianggap memanfaatkan situasi karena sering ijin sakit hingga beberapa minggu. Lalu masih ditambah stempel “sus”, mencurigakan. Bagi saya, ini sebuah komentar yang tak hanya sinis, tapi juga jahat dan tanpa empati. Mentang-mentang sehat, terus yang sakit harus dituduh ini itu…
Oh btw, di sini kita gak perlu tahu (dan gak elok juga untuk tanya) bagaimana kondisi kesehatan jiwa dan kesehatan fisik orang lain. Orang lain tak perlu menjelaskan masalah kesehatan mereka, ini urusan mereka dengan dokter. Kalau kemudian mereka cerita, itu sih lain cerita. Tapi sekali lagi, urusan kesehatan orang bukan urusan kita, dan kita juga gak berhak tanya, apalagi ngurusin. Dokter sebagai profesional berhak memutuskan apapun yang terbaik untuk pasiennya.
Penutup
Selama saya bekerja di Eropa, saya sudah bolak-balik melihat kolega yang kelelahan kerja, hingga harus istirahat dan cuti sakit panjang. Tak jarang ketika mereka sakit, mereka masih menikmati hidup dan jalan-jalan. Ketika mereka kelelahan jiwa, penting emang buat mereka supaya bisa jalan-jalan. Saya yang sehat, kerja normal dan tentunya mengerjakan kerjaan mereka yang sedang sakit.
Ketika saya sakit, hingga harus tak bekerja selama beberapa minggu, ya gantian, kolega saya yang ngurusin kerjaan saya. Gak perlu ikut kelelahan juga, cukup ngerjain apa yang bisa dikerjakan selama 8 jam. Kalau kemudian kerjaan menumpuk, ya tinggal minta bantuan kolega lain.
Terus kalau nggak pernah sakit dan gak pernah cuti? ya disyukuri, karena punya imunitas tubuh yang bagus itu kayak menang lotere!
xoxo,
Tjetje