Cerita Dari Dalam Mobil

Di Jakarta dulu, saya sering melihat mobil dengan stiker seperti ini:

Real men use three pedals

Stiker ini biasanya ditemani dengan gambar gas, rem dan kopling untuk menegaskan mobil manual. Para penyuka kendaraan otomatis tak tinggal diam, ada stiker lain yang bergambarkan gas dan rem bertuliskan:

Rich men use two pedals

Perdebatan soal kendaraan otomatis dan kendaraan manual memang perdebatan yang tak pernah padam. Mobil manual dianggap lebih murah, lebih cepat dan pengemudinya lebih menguasai teknik, teknik mengganti gigi tentunya. Sementara mobil otomatis identik dengan mahal.

Di Irlandia sendiri, mobil manual jauh lebih populer ketimbang kendaraan otomatis. Kondisi jalanan di sini memang tak seperti di Indonesia. Jalanan relatif lengang dan kepadatan hanya ditemui di lampu merah saja. Tapi tak ada macet-macetan yang parah, seperti di Jakarta ataupun kota-kota besar lainnya. Eh kota kecil pun sekarang juga macet ya, apalagi ketika ada hajatan seperti kawinan, sunatan atau wisuda.

Popularitas kendaraan manual ini membuat mereka yang mengendarai kendaraan otomatis seringkali ‘dihina’ karena dianggap kurang kompeten sebagai pengemudi. Apalagi SIM Irlandia juga dibedakan, SIM manual bisa digunakan untuk kendaraan manual dan otomatis, sementara SIM otomatis hanya bisa digunakan untuk kendaraan otomatis. Mereka yang menggunakan kendaraan otomatis biasanya pengemudi taksi, atau orang-orang tua yang baru saja operasi hip replacement.

Padahal, mengendarai kendaraan otomatis itu praktis, tak perlu repot-repot ganti gigi. Tak perlu pegal menginjak setengah kopling ketika kendaraan harus merambat di kemacetan yang padat. Dan tentunya kaki kiri bisa diistirahatkan hingga kesemutan.

Proses mendapatkan SIM di Irlandia sendiri tak mudah. Harus lolos tes tertulis dahulu untuk kemudian bisa mendapatkan SIM pemula (learner). Setelah itu, kursus mengemudi dengan instruktur resmi selama minimal 12 jam wajib diambil. Konon, 12 jam ini termasuk ringan, karena di negara lain ada yang mencapai 30 jam. 1 jam kursus sendiri dibandrol dengan harga 25 hingga 49 Euro per jamnya, tergantung sekolah mengemudinya.

Pengemudi pemula juga tak diperbolehkan menyetir sendiri, harus didampingi. Kendaran pun harus diberi stiker L di kaca depan dan belakang. Selain itu, pengemudi L juga tak diperkenankan masuk ke jalan tol. Jika sudah percaya diri, bisa ambil tes mengemudi. Jangan dibayangkan tesnya seperti di Indonesia yang harus melewati balok-balok kayu. Di sini, tes mengemudi langsung di jalan raya. Tingkat kelulusannya pun rendah, hanya 50%. Jadi ya jangan heran kalau ada yang gagal tes mengemudi hingga lebih dari 10 kali.

Bicara soal mobil, harga mobil (yang bekas tentunya) sedikit lebih murah ketimbang Indonesia. Asuransi, yang wajib bagi semua pengemudi, seringkali jauh lebih mahal. Terkadang, ongkos asuransi per tahun bisa dua kali lipat dari harga mobil. Selain asuransi, ongkos parkir juga mahal, setidaknya 2 Euro setiap jamnya. Ongkos parkir ini dibayarkan di mesin-mesin parkir, persis seperti di beberapa tempat di Jakarta. Para pekerja yang menyetir ke kantor biasanya menyewa parkir harian, atau bulanan dan harus merogoh kocek sekitar 100-150 Euro. Tak heran orang-orang di sini lebih memilih untuk naik kendaraan umum ketimbang menyetir.

Satu hal yang pasti, di sini kendaraan bukan simbol kekayaan, apalagi simbol kesuksesan. Setiap kali bicara kendaraan sebagai simbol kesuksesan, saya selalu teringat pada sebuah acara yang melibatkan UKM beberapa tahun lalu. Ketika itu, sang donor yang mendukung kesuksesan si pengrajin berkata bahwa si Ibu pengrajin sudah menjadi pengrajin sukses di kampungnya, karena si Ibu baru-baru ini membeli mobil Kijang.

Ah padahal kan ukuran sukses berbeda-beda. Ada yang mengukur dari kendaraan, ada yang mengukur dari KPR, ada pula yang mengukur dari kecepatan untuk mendapatkan jodoh dan membangun rumah tangga. Hayo sana buruan kawin lulu nyicil mobil, biar orang tua di kampung sana  bangga, karena anaknya sudah sukses.

Jadi menurut kamu, sukses itu apa?

xx,
Tjetje
Penggemar taksi dan Uber yang belum sukses, karena tak pernah beli mobil sendiri.

 

Advertisement

44 thoughts on “Cerita Dari Dalam Mobil

  1. Baca tulisan ini langsung mengingatkanku saat ada seseorang di sini (orang Indonesia) yg ngomong nyinyir di belakangku. Ngomong “kasihan ya Deny, jauh2 ke Belanda nikah sama orang Belanda eh suaminya kayaknya sedang kesulitan keuangan soalnya sekarang ga punya mobil lagi.” Aku yg dapat kabar itu sampai ternganga pengen ketawa plus miris. Yg bilang adalah orang yg sudah lama tinggal di sini dan punya pekerjaan bagus tapi masih mikir bahwa kalo ga punya mobil berarti sedang kesulitan keuangan dan menduga2 pula ga tau benernya. Lama di Belanda ga jaminan ttg cara berpikir. Padahal sejak mobil suami rusak, kami memang memutuskan ga beli mobil lagi karena rumah kami di kota, transportasi umum sangat gampang bahkan sampai dini hari, kemana2 kami bisa naik sepeda. Kalau butuh mobil, tempat kami juga dekat dengan rental mobil per jam atau harian. Jadi ga punya mobil pun bukan jadi kiamat. Jadi sudah 2 tahun ini kami ga ada mobil pribadi. Tapi aku punya keinginan punya SIM, masih ngumpulin duit buat tes dan lesnya.

  2. Soal sukses aku nggak tau ya, tapi klo pengemudi matic suka dihina, ya emang hahaha klo harus sewa / pinjam mobil lalu mobilnya manual terus mereka suka ga bisa kan? Yang sering itu orang Amerika yang datang kemari, krn di Amerika bisa matic pun bisa dapat SIM; sementara disini harus bisa manual untuk dapat SIM. Dari segi pandang kepraktisan ya memang belajar setir mobil harus bisa manual, soal nantinya beli mobil matic atau manual itu urusan nanti. Karena yang bisa manual pasti bisa nyetir matic, dan nggak sebaliknya

  3. Semenjak pindah Belanda juga aku merasa sama sekali tidak membutuhkan mobil (selain mahal, toh transportasi umum bisa digunakan, haha 😆 ). Jadilah sampai saat ini masih belum begitu berniat untuk bikin SIM di sini 😛 .

  4. Halo mba Tjetje,
    Suka baca tulisannya. Nambah wawasan sangat! Berarti saya termasuk populer ya mba, soalnya saya biasa setir mobil manual than matic heheheee….Hampir tiap dinas keluar kantor disediakan mobil manual dari kantor & berjibaku dengan kemacetan & ngadepin truk2 container yang segede2 gaban di tol Jakarta-Cikampek. Puji Tuhan saya gak perlu ngulang sampe 10x buat dapetin SIM A hehehee…But I like riding motorcycle to the office everyday. Sukses buat saya adalah bisa traveling 2x dalam setahun & bisa nemu jodoh & getting married hahahaha……

  5. Hahahaha aku mah anak matic all the time tje…ora peduli lah dibilang ga jago kayak yg nyetir manual. Walau belajarnya manual tapi yang dipake mah Motor matic…mobil matic karena prinsipnya..kalau ada yang gampang ngapain yang susah. Hahaha😂

    Btw kesuksesan diukur dari seberapa sering kamu tersenyum bahagia (halahh gayaaaa yaa) 😂

  6. Mbak itu fotonya yg pingin difoto di kap sampe nangis Bombay, hihihi. Ketawa ngakak bacanya….
    Betul, sama disinipun parkir mahal jadi lebih suka parkir di parking garage gitu daripada Di pinggir jalan, krn Di garage tarifnya lbh rendah walau harus jln super jauh. Dan jelas berkendaraan umum adalah favourite saya selain bersepeda.
    Baca soal mendapat kan SIM yg ga mudah, aku jadi ingat perjuangan dulu waktu ambil SIM disini, stress luar biasa. Instruktur nya galak banget, dulu pernah kepikiran jangan jangan ini instruktur naruh dendam gitu ama aku, soalnya aku dimarahin melulu, sampe suatu saat pas aku duduk di belakang Dan siswa lain yg pegang stir dia melakukan kesalahan dan ya ampun itu marah nya luar biasa, sampe isi binatang keluar semua, si anak yg dimarahin nya sampe bergetar badannya. Untunglah perjuangan ku berbuah manis, saat ujian teori dan praktek aku langsung lulus.

  7. Sukses itu ketika hati kita bener2 bahagia, karena banyak orang yg karirnya udah sampe level tinggi, bisa beli apa aja yg mereka mau dan punya partner with a super human gift, tapi gak bahagia.. 😁

      • Bener.. Banyak orang yg gak suka lihat kita bahagia.. Mereka (yg gak suka dgn kebahagiaan kita) itu biasanya mengklaim klo mereka peduli, sayang dgn kita dan ingin supaya mental kita kuat, tapi yaa, not disturbing someone’s happiness kalee selama orang itu gak berbahagia di atas penderitaan orang lain 😄

  8. Kurang kerjaan banget menghina 2 atau 3 pedals. Real men dont give a shit about such thing, lol. Klo untuk SUKSES atau ukuran kesuksesan, menurutku pribadi, adalah klo aku udah bs hanya bersandar pada Tuhan aja. Ngga ngarepin apapun dr sesama manusia. Still long way to go tp aku berharapnya bs begitu.

  9. Kalau saya sih tidak terlalu mengerti arti sukses, tapi sekarang sih sedang ingin mengejar kesuksesan sebagai pelajar tingkat akhir (sukses menyelesaikan skripsi).. Omong-omong tentang tes SIM mobil, kalau di kabupaten tempat saya tinggal tes SIM mobil dilakukan dengan cara yang sungguh keterlaluan = hanya butuh tes tulis, bayar uang sekian-sekian, tanpa tes menyetir (karena tempat tesnya sudah alih fungsi jadi tempat parkir). :’) *saya nggak tahu harus senang atau sedih

  10. sukses itu kalo bisa bikin rendang kaya di rumah makan di indonesia. Jdi kalo kangen rendang, bisa bikin sendiri…

    hayooo siapa yang mau berbaik hati kirimin aku rendang!!

  11. Waktu belajar naik mobil, aku disini harus belajarnya manual. Dan sempet ragu dan gugup pas waktu mau lease mobil yang ternyata adanya automatic doank untuk tipenya yang kita mau. Begitu lulus ujiannya aku langsung nyetir pulang dengan automatic gearnya itu, ternyata enaaaaaak banget. Nggak mau balik ke manual lagi sekarang jadinya, hehe. Apalagi kalau mau nyetir jauh, kaki nggak pegel! Sekarang kayaknya aku kalau harus nyetir manual bakal grogi deh, tapi kan udah pernah coba, pasti nanti dateng sendiri klo udah kebiasaan lagi.

    Oiya, di Denmark pengemudi pemula langsung boleh nyetir sendiri. Cuma sayangnya di tahun pertama klo sembarangan nyetir, satu kesalahan fatal licens langsung diambil dan harus balik ke sekolah lagi. Setelah lewat setahun langsung ada 3 kesempatan seperti pengemudi lainnya 😀

  12. Hai mbak Tjetje,

    Padahal saya ngarep banget liat foto mbak bak duyung-duyung diatas Kap Be-em-we gitulah minimal🤣🤣🤣🤣 #abaikan
    Btw, SIM pun dibedain ya mbak disana? Kalau di Jerman mau manual atau otomatis sama aja, tapi kalau soal mahalnya disini juga mahal banget mbak😢Perkiraan 1800-2000€ untuk kelas teori, praktek, sampe SIM jadi.
    Untuk nebengers yg tinggal dipengkolan kayak saya dan gak punya SIM ini kalau mau jalan sendiri beneran susah mbak, karena nggak ada transportasi lewat depan rumah, SIM international saya hanya berlaku 6bln dihitung sejak pertama dapat Resident permit.
    Tapi memang kalau tinggal di kota, transportasi umum jauh lebih irit karena bisa langganan bulanan. Kayak suamiku mbak Tje, mobil ditinggal dirumah dan di Berlin beli Monatskarte cuma 50€/bln (diskon kantor). Gk musti naik mobil klo ada yg lebih irit plus ngurangi polusi kan? 😆 #tsah

    Salam,

    Jheanny

    • Nanti kalau aku pulang ke Indonesia, aku mau foto gelempohan di depan Bajaj aja. Bayar dulu abang bajajnya seratus ribu, biar bisa foto sepuasnya. Kalau perlu, bajajnya di parkir di depan Monas. Tak lupa aku akan membawa tas Hermes KW yang baru dibeli di Tanah Abang. Abis itu, pasang jadi profil foto deh. #Disambit

  13. Salam kenal Mbak. Jadi malu nih, semua di luar negri jauh disana. Kita masih disini aja 😀
    Ikut nimbrung, menurut saya, sukses itu adalah berhasil melewati setiap kendala yang dihadapi. Negatif atau positif sama. Contoh: (-) Bikin SIM tidak 100% lulus ujian, tapi diluluskan. Itu sukses melewati kendala menyalahi prosedur. (+) Sekolah dan kuliah dengan biaya pinjam, kerja di tempat bagus, lunasi pinjaman dan berumahtangga sejahtera materi dan rohani. Ini juga sukses melewati modal nol.

Leave a Reply to zilko Cancel reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s