Masih tentang Narsistik

Tiga tahun yang lalu, saya pernah menulis tentang narsistik yang bisa dibaca di sini serta soal silent treatment yang merupakan contoh manipulasi narsisme di sini. Tulisan tersebut membahas beberapa indikasi narsisme yang saya lihat dan alami dari lingkaran saya. Melepaskan diri dari pergaulan dan lingkungan yang penuh dengan racun narsisme, ternyata tidaklah mudah dan perlu proses sangat panjang.

Disclaimer dulu bahwa saya bukan pakar kesehatan, apalagi kesehatan jiwa. Saya cuma blogger mood-moodan yang hobi merhatiin kelakuan orang lain dan suka baca-baca buku psikologi. Tulisan ini berdasarkan pemahaman dan pengalaman saya.

Definisi saya

Saya mendefinisikan orang-orang narsis sebagai orang yang merasa dirinya teramat sangat penting dan tak berempati. Mereka haus akan perhatian, sangat kompetitif dan selalu ingin menjadi pusat perhatian. Pedenya setinggi langit, tapi sebenernya sensi luar biasa dan gak bisa dikritik. Orang narsis ada yang teramat sangat jelas narsisnya, tapi ada pula yang terselubung. Dua-duanya, buat saya, sama berbahayanya, karena mereka merusak jiwa dan nilai diri kita.

Bahayanya

Berdasar pengalaman saya, ketika pergaulan kita diwarnai dengan narsisme, pergaulan jadi sangat beracun. Gak ada ceritanya bisa cerita tentang satu hal tanpa ada kompetisi, soal ini pernah saya ulas di sini. Siapa yang diajak kompetisi? Dari teman, keluarga, pasangan, mantan pasangan hingga mantannya pasangan. Pendeknya: semua orang.

Mereka perlu kompetisi ini karena perlu validasi. Mereka juga tak segan menunjukkan kecemburuan atas keberhasilan kita menukarkan baseball cap dengan crown. Bergaul dalam lingkungan yang penuh kecemburuan ini sangatlah tidak menyenangkan. Ada banyak kepalsuan dan kita harus terus-menerus berhati-hati jika bercerita tentang apa saja dalam hidup, terutama yang berkaitan dengan berita baik dan pencapaian. Salah cerita, malah menyulut kecemburuan.

Gimana kalau kemudian mereka kalah dalam kompetisi? Syukur-syukur kalau cuma dikasih muka kecut atau cuma dikasih eye rolling. Mereka bisa nasty, kejam, tak segan bentak-bentak atau bahkan mempermalukan kita. Pada tahap yang ekstrem, kita bisa dikucilkan dari pergaulan. Ini jadi sebuah peringatan untuk yang lain, jangan macam-macam, kalau macam-macam, bisa berakhir dikucilkan. Lha sing waras sopo?

Para narsis ini juga gak segan untuk take, take, take, kalapun mereka give, tujuannya supaya terlihat baik, dapat pujian dan sekali lagi dapat validasi. Gak ada yang tulus dari pergaulan dengan mereka. Semuanya dikalkulasikan dengan baik, untuk kepentingan mereka.

Orang narsis punya empati yang sangat rendah dan sangat menyukai drama. Kalau masih muda dan punya banyak tenaga untuk main drama sih monggo. Masalahnya, semakin bertambah usia kita, semakin males berurusan sama drama (kecuali K-drama tentunya). Energi harus disimpan sebaik mungkin supaya diri tak jadi lelah jiwa. Kalau sudah lelah jiwa, isi kepala dan hati bakalan semrawut semua.



Penutup

Pengalaman saya menyadari pergaulan toxic itu bukanlah sebuah hal yang mudah. Perlu waktu dan kesadaran untuk mengurai penyebab lelah jiwa. Bagi saya, indikasi lelah jiwa itu bisa dilihat dari efek setelah nongkrong. Jiwa melelah tak dapat asupan intelektual, lalu energi level drop, tak bisa segera kembali walaupun didongkrak dengan aneka vitamin dan suplemen. Perlu beberapa hari untuk normal kembali.

Begitu sadar diri terinjak-injak, ada proses untuk melepaskan diri. Bisa melepaskan perlahan-lahan, atau cara paling ekstrem, cut them loose. Pada akhirnya ini kan racun, kalau jiwa terpapar racun begitu lama, ya harus disegeraan diputus supaya racun tak merambat kemana-mana. Langkah selanjutnya, detoks diri, atau meminjam istilah generasi jaman sekarang, perlu healing.

Orang-orang narsistik bergaul untuk mendapatkan empati dan validasi. Mereka bisa ditemukan di mana saja. Dalam pergaulan keseharian, dalam kehidupan perkantoran, bahkan dalam hubungan percintaan. Teruntuk kalian yang bergulat dengan orang-orang narsis dalam hidup, semoga kalian bisa segera keluar dari hubungan penuh racun ini.

Kalian, pernah bergulat dengan orang narsis?

xoxo,
Tjetje



7 thoughts on “Masih tentang Narsistik

  1. Oma aku sangat narsistik dan aku tinggal sama dia sampai usia ke-25 tahun. Nggak seneng kalau ada orang yang lebih dari dia dan aku banyak sekali dapat emotional abuse sampai pindah. Bahkan pas aku pulang kampung pun narsisnya masih ada, ditambah lagi post power syndrome karena dia udah pensiun. Hubungan kami membaik setelah aku cabut dari rumah, tapi aku tetap ada trust issue sama dia. Karena ini, aku jarang membicarakan soal hidupku karena aku yakin hidup yang aku jalani sekarang pasti gak sesuai apa yang dia mau, dia gak suka, lalu dia curhat ke orang lain dan nama aku yang jadi jelek. Udah deh, yang kayak gini mending jauh-jauh aja.

  2. Dulu pas kuliah punya temen kayak gini. Stress abiiiis.
    Ohiya, skr juga masih ada sih. I cut her loose tapi keknya masih aja tuh monitor hidup gue dan berusaha lebih.

  3. Hi mba, aku biasa cuma jadi pembaca, kali ini pengen komen karena relate bgt. Baru putus dari cowo narsistik 4 bulan ini, baru sadar setelah 3 tahun! Tanda-tandaya

    • Aku merasa nyaman familiar ketika sama dia, baru kusadari karena aku dibesarkan oleh kakekku yg juga NPD
    • Grandiose/merasa paling pintar
    • Semua orang salah dan kurang di mata dia, beberapa temen yg tadinya deket bgt sm dia berbalik jadi musuhnya
    • Playing victim banget parah
    • Hipokrit & Projecting (dia yg selingkuh tapi aku yg dituduh selingkuh. Alasan dia selingkuh karena cemburu yang tidak terbukti 🥲)
    • Feeling entitled (sama barang-barang aku! Hidup aku!)
    • Manipulatif! Mengisolasi aku dr support sistem aku. Dia benci temen aku karena tidak sefrekuensi sama dia. Dia benci keluarga aku with no reason 🤣
    • Cemburu kalo aku kasih perhatian dan jajanin ponakan
    • Numpang hidup sama aku tapi aku yang dibilang matrealistik. Bahkan selama 3th bisa dihitung pakai jari beberapa kali doang dia beliin aku makan/minum/jajan. Sedang tiap jalan bensin tol parkir makan semua sama aku.
    • Abuse, pernah aku dicengkram sampai biru lenganku
    • Silent treatment berulang, muncul lg kaya ga ada apa-apa
    • Love bombing, terutama setelah silent treatment
    • Playing victim
    • Di umur 32 kerjaan ga jelas tapi mau ngelamar aku, pas aku bilang emang mau nikah kapan? Mau bilang kamu bisa kasih aku makan pake apa ke orang tua? Dia bilang aku ga serius 🤣

    Semua hal buruk yg dia lakukan, dia bilang karena aku juga melakukan hal buruk ke dia. Tiap aku minta putus, dia bilang pasti alasannya karena ada laki-laki lain, (padahal tidaaak, aku udah lelah) hal itu malah yg bikin aku bertahan karna mau buktiin krn aku sayang dia, aku akan berubah supaya dia juga lebih baik.

    nyatanya semua hal kurang buat dia.

    narsistik biasanya deketin orang yang punya posisi di masyarakat buat dijadiin supply.

    khas narsistik indonesia: pengen jadi pns/pegawai bumn/pegawai berseragam; kalo ga bisa deketin mereka 😁

    ya tuhaaan 3 th serasa naik roller coaster dan berjalan di atas cangkang telur.
    3 tahun aku 2x breakout parah, dan sakit radang tenggorokan tiap bulan.

    ternyata memang menghadapi orang narsistik tanpa disadari berefek di badan kita, kita jadi stress jadi imun turun 😭

    Semoga lebih banyak orang yang aware tentang narsistik/NPD ini ya, supaya ga ada korban hampir gila kaya aku lagi. Aku belajar banget dari videonya dr Ramani di youtube ttg NPD supaya bisa menerima keadaan, mencerna apa yg terjadi, dan berusaha healing ❤️‍🩹

    Terus malah efek ke aku self blaming. Bener bgt, jauhin orang kaya gitu, langsung cut off, block semua akses (kalo bukan keluarga), demi kewarasan.

    aduh komennya malah lebih panjang dr tulisan 😭 thank you.

    • Halo Ayu, terima kasih sudah berbagi pengalamannya. Aku setuju banget, dampaknya ke badan dan mental kita parah banget, dari imunitas turun sampai stress berkepanjangan. Semoga kamu sudah membaik dari luka hati karena berurusan dengan orang narsistik ya. Sending you love from Ireland!

Leave a reply to Tjetje [binibule.com] Cancel reply