Posisi baru saya sekarang mengharuskan saya untuk mengajari orang-orang dari berbagai belahan dunia. Sebagai orang yang terlahir dengan bahasa non-Inggris sebagai bahasa ibu, saya memahami bahwa tugas ini berat, saya harus kerja keras untuk memperkaya bahasa Inggris saya, membuka mulut saya untuk melafalkan kata per kata dengan jelas, berpikir secara cepat untuk menemukan sinonim, serta menggunakan bahasa yang sederhana dan dimengerti oleh semua orang.
Bahasa Inggris saya sendiri tak jelek-jelek amat. Saya terekspos dengan bahasa Inggris sejak saya berusia 3,5 tahun, ketika keluarga kami pindah ke Australia untuk mengikuti jejak Ayah saya yang melanjutkan sekolahnya di sana. Tapi tinggal di luar negeri, di usia muda, tak menjamin bahasa Inggris menjadi baik. Sekali lagi saya garis bawahi, tinggal di luar negeri tak menjamin bahasa Inggris seseorang menjadi baik. Yang tinggal selama berpuluh tahun di negeri asing pun tak sedikit yang memiliki bahasa Inggris berantakan.
Di Indonesia, saya menghabiskan berjam-jam, duduk bersama guru privat bahasa Ingris yang mengajari Inggris pada tiga generasi keluarga saya, dari nenek, ibu hingga saya. Guru bahasa Inggris saya, Ibu Kadarusman, luar biasa. Kelas saya diisi dengan mempelajari tata bahasa, mendengarkan, berbicara, membaca dan diakhiri dengan mengeja. Soal yang terakhir ini, tiap akhir kelas, saya diharuskan mengeja sebuah artikel, dari awal hingga akhir artikel tersebut. Ya bayangkan saja kalau artikelnya terdiri dari 700 huruf, ya 700 huruf itu saya eja.
Sebelum pindah ke Irlandia, saya juga mengambil kelas persiapan IELTS, supaya saya lebih dekat dengan Inggris-British yang tentunya jauh berbeda dengan Inggris Amerika yang saya pelajari seumur hidup saya. Di kelas ini saya menemukan bahwa word stressing saya suka lemah dan sampai detik ini saya tak bisa mengucapkan photography secara baik dan benar.
Dengan sahabat-sahabat terbaik, serta sepupu saya, kami juga berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Komunikasi ini kami campur dengan bahasa Indonesia, Perancis dan Jawa. Bukan untuk sombong-sombongan, tapi lebih kepada koleksi kata yang kaya pada bahasa Inggris dan juga untuk saling mengkoreksi. Di luar itu, saya juga memiliki sahabat-sahabat pena dan melahap banyak buku-buku bahasa Inggris (yang bikin tabungan jebol, karena di Indonesia buku itu mahal-mahal). Setelah Kindle hadir, saya mulai menggalakkan diri melahap buku-buku dengan Kindle dan memanfaatkan kamus yang sudah langsung terpasang di Kindle.
Pendek kata, saya belajar bahasa Inggris hampir sepanjang usia saya, tanpa henti. Dan saya yakin, saya bukanlah satu-satunya orang Asia yang menghabiskan sebagian dari hidup untuk belajar bahasa. Nah, interaksi saya dengan banyak orang, apalagi setelah kelas, biasanya ada saja yang mendekat kepada saya dan bertanya seperti ini:
“How come your English is so good?”
Di luar kelas sendiri ada yang yang spesifik berkomentar seperti ini:
“For Indonesian, your English is so good!”
Kadang, pertanyaan-pertanyaan ini didahului dengan keingintahuan rentang waktu masa tinggal saya di Irlandia. Ketika mereka tahu saya anak baru di Irlandia, orang-orang ini menjadi sangat kaget. Duh, sungguh kalau ketemu yang seperti ini, saya rasanya gemes, karena komentar-komentar itu di telinga saya merupakan sebuah hinaan manis. Hinaan yang terselubung bercampur dengan kebingungan melihat perempuan Asia bisa berbahasa Inggris dengan cukup baik. Bagi mereka, orang Asia bisa berbahasa Inggris itu aneh, gak wajar dan harus dipertanyakan. Menurut mereka, orang Indonesia (dan Asia pada umumnya) itu kalau ngomong bahasa Inggris harus berantakan.
Keheranan ini tak hanya dialami saya, banyak kelompok-kelompok Asia yang mengalami hal ini. Mereka yang lahir dan besar di negara bahasa Inggris dengan karakteristik Asia pun seringkali dilempari pertanyaan ini. Dalam beberapa kesempatan saya secara blak-blakan mengatakan jika saya tak menyukai pertanyaan tersebut. Kalau mood saya sedang jelek, saya langsung bilang, keluarga kami dulu tinggal di Australia dan akan ditanggapi dengan oooooo panjang. Padahal, apa sih yang ditahu dan diingat anak usia 3,5 tahun?
Jika mood saya sedang baik, saya akan menjelaskan bahwa saya belajar bahasa Inggris dan mendengarkan apa kata guru saya. *huh*. Nah, dari mereka yang sudah lebih lama tinggal di luar negeri saya belajar untuk menanggapi pertanyaan ini dengan lebih pendek lagi: “Thank you, your English is good as well“. Diam deh gak bisa ngomong apa-apa. Lagi biasa aja kali kalau lihat orang bisa bahasa Inggris, kenapa juga mesti heran, jaman udah maju euy!
Kamu, pernah mengalami hal serupa?
xx,
Tjetje
PS: satu hal yang perlu dicatat, memiliki kemampuan bahasa asing baik bukan berarti menjadi orang yang lebih cerdas ketimbang orang lain. Orang-orang yang lemah dalam bahasa, biasanya memiliki kemampuan tinggi dalam bidang-bidang lain.