Roti memang tak pernah menjadi makanan pokok orang Indonesia, selain karena gandum barang impor, roti dianggap sebagai camilan. Orang tua di Indonesia cenderung memilih anaknya mengudap roti daripada makanan kecil di dalam plastik yang kayak MSG dan kaya garam (tapi enak). Kita juga tak punya kebiasaan makan salad dan sup dengan roti. Ditambah lagi, roti di Indonesia itu tak pernah membuat kenyang dan cenderung lembek, terlalu banyak pengembang mungkin. Roti kita memang jauh berbeda dengan “roti luar negeri” yang bisa mengenyangkan hingga beberapa jam. Di Indonesia, hanya bakery ternama yang menjual roti dengan kualitas seperti ini dan sayangnya, bakery ini nggak punya gerobak ataupun sepeda untuk keliling kota.
Di Irlandia, makanan pokok mereka bukanlan roti, tetapi kentang. Kentang-kentang ini divariasikan dalam aneka rupa macam, bisa ditumbuk halus, digoreng, direbus, atau dipanggang. Kentang juga masih divariasikan dalam roti ataupun sup. Makanya, ketika gagal panen kentang melanda Irlandia di tahun 1845an, terjadi kelaparan besar. Selain karena kentang makanan pokok mereka, saat itu kebijakan Inggris juga membuat petani di Irlandia makin miskin. Seperempat penduduk Irlandia saat itu meninggal karena kelaparan (dan kemiskinan yang terjadi) dan sebagian lainnya beremigrasi ke Amerika.
Tak seperti sebagian orang Indonesia yang menyukai makan nasi putih secara berlebihan (bahkan hingga lima kali sehari jika lauknya tepat), orang Eropa (dan juga orang non-Asia lainnya) jarang makan nasi putih. Nasi putih hanyalah dimasak sesekali untuk memberikan warna berbeda pada menu mereka. Wajarlah kalau para orang asing tak bisa memasak dan menyimpan beras dengan benar.
Pertanyaan yang sering diajukan pada saya biasanya tentang cara memasak beras supaya matang. Saya selalu memberikan saran satu ruas jari. Kadang saran ini berhasil, kadang nasinya terlalu matang, bahkan gosong. Ternyata, masak nasi dengan rice cooker bisa gosong. Soal menyimpan beras, ini jadi tantangan sendiri bagi mereka. Baru-baru ini seseorang yang saya kenal menyimpan beras terlalu lama. Tentu saja beras itu kemudian dihampiri para kutu beras. Parahnya, beras berkutu itu kemudian dicuci, tak bersih, dimasak dan dimakan. Untunglah, tak ada keracunan setelah makan nasi kutu.
Nasi putih, jika kebanyakan, juga tak selamanya sehat. Karbohidrat, apalagi kalau tak dibakar, bikin badan semakin berkembang. Selain itu, nasi putih juga bikin cepet lapar, makin sempurnalah perkembangan tubuh. Konon, kebanyakan makan nasi putih juga berkontribusi meningkatkan diabetes. Jika dibandingkan dengan beras coklat, ataupun beras merah, beras putih memang kurang berserat. Tak heran, nasi putih sering dianggap sebagai penyebab konstipasi.
Ngomong-ngomong soal nasi putih, saya suka sekali makan nasi putih hangat dikucuri kecap manis favorit saya (kecap cap orang jual sate #BukanBuzzerKecap) dan ditaburi abon ayam. Kebiasaan ini rupanya menarik perhatian seseorang yang dekat dengan saya. Ditirukannya kebiasaan ini, dengan jumlah kecap yang sama, tapi dengan kecap asin Kikkoman. Jangan ditanya bagaimana rasanya nasi itu, nggak karu-karuan deh. Tapi hebatnya, nasi itu dihabiskan.
Banyak orang percaya kalau nggak makan nasi bisa sakit. Sakit masuk angin, yang tak ada dalam jurnal kedokteran manapun. Percayakan kamu pada teori nasi ini?
disclaimer: tidak semua orang Indonesia makanan pokoknya nasi, ada yang makanan pokoknya papeda, singkong, ketela dan tentunya mie.
xx,
Tjetje

