Hidung dan Bullying

Hidung manusia itu bentuknya bermacam-macam, ada yang mungil, sedang dan besar. Adapula yang mancung dan juga yang pesek. Kendati bentuknya berbeda-beda, hidung manusia memiliki fungsi yang sama, beberapa diantaranya sebagai indera pembau dan juga sebagai alat untuk bernafas. Hidung juga dianggap sebagai ‘aksesoris’ yang mendefinisikan kecantikan ataupun ketampanan.

Di Indonesia, hidung yang tak mancung, baik itu yang pesek maupun yang besar seringkali menjadi bahan celaan dan guyonan, karena bentuk hidung yang seperti itu dianggap tidaklah bagus. Untuk yang pesek dicela karena kacamata akan selalu melorot, padahal belum tentu hal tersebut benar, hingga kemudian diberi nama yang indentik dengan anggota tubuh tersebut. Yati pesek contohnya, artis yang terkenal karena hidungnya yang pesek. Sementara hidung yang besar disamakan dengan buah seperti jambu bol. Mereka yang memiliki hidung sedikit bengkok kemudian disamakan seperti burung paruh bengkok.

Bagi kebanyakan orang Indonesia, hidung mancung dianggap lebih baik ketimbang hidung yang tak mancung. Hidung mancung tanpa lebih indah dan menarik, walaupun konon secara fengshui tak terlalu membawa hoki. Kendati tak seperti di Korea dimana obsesi untuk membenahi anggota tubuh sangat tinggi, di Indonesia tetap ada kelompok-kelompok yang memiliki obsesi untuk memancungkan hidungnya. Mereka tentunya orang-orang yang memiliki uang berlebih untuk melakukan operasi ini. Tentu saja operasi ini kemudian menjadi bahan bincang-bincang dan bisik-bisik. Seringkali orang menganggap mereka kurang mensyukuri anggota tubuhnya. Sebuah ejekan yang tentunya bertolak belakang jika dikaitkan dengan celaan yang diberikan kepada mereka.

Sementara mereka yang tak punya uang, cukup berpuas diri dengan proses menarik-narik hidung untuk memancungkan hidung, memijat daerah sekitar hidung atau bahkan membeli alat pemancung hidung. Keefektifan alat ini bagi saya sangat tak jelas, sama tak jelasnya dengan dampak negatif yang muncul karena menggunakan alat ini.

pexels-cottonbro-studio-7585026

Hidung saya sendiri cukup mancung walaupun tak sepanjang hidung para orang-orang asing. Jika orang berhidung pesek banyak dicela karena bentuk hidungnya yang mungil, saya yang berhidung mancung ini bolak-balik diremehkan. Mungkin bagi mereka tak wajar perempuan berkulit sawo matang seperti saya memiliki hidung yang mancung. Suatu ketika, saya sedang terbaring di tempat tidur di sebuah rumah sakit untuk melakukan perawatan wajah secara rutin. Seorang suster yang membersihkan wajah saya berbasa-basi menanyakan apakah hidung saya asli atau bukan. Yang kemudian saya jawab dengan jujur bahwa hidung saya memang asli. Eh jawaban saya ketika itu tak dirasa cukup, lalu suster itu mulai meraba-raba hidung, digoyang kanan kiri, kemudian dipencet untuk mengecek keasliannya. Baru kemudian setelah dipastikan asli dia berkata: “Oh Asli”. Sumpah ya ini suster emang reseh dan gak sopan.

Seorang petugas Imigrasi di Jakarta Timur juga pernah melemparkan guyonan tak pantas tentang hidung saya. Ketika itu saya ditanya akan kemana kok memperpanjang passport saya. Saya pun asal menjawab ke Thailand. Eh sang petugas kemudian berujar: “Ngapain ke Thailand kan hidungnya sudah mancung?”. Reseh banget ya, saya mau kemana aja kan bukan urusan petugas dan tubuh saya juga bukan obyek guyonan buat petugas.

Mereka yang memiliki hidung pesek kemudian kawin dengan pasangan dengan hidung mancung juga seringkali dibully, apalagi ketika hamil. Doa-doa yang diucapkan biasanya tak jauh-jauh dari harapan supaya hidung si anak yang sedang dikandung memiliki hidung yang mancung seperti bapak atau ibunya. Apalagi kalau bapaknya orang asing, makin sering dengar doa-doa seperti ini: “Duh semoga hidungnya mancung seperti Bapaknya ya”. Lha emang kalau hidungnya pesek kenapa? Kok sepertinya hidung pesek itu nista banget.

Bagi sebagian orang hidung juga dianggap sebagai sarana untuk membaca kepribadian orang tersebut. Dari berbagai macam kepribadian ini saya hanya ingat bahwa pria-pria hidung bengkok identik dengan hal-hal yang kurang baik, termasuk dianggap kurang setia. Nah masalahnya kalau kemudian terjadi operasi plastik untuk mengubah bentuk hidung, apakah kepribadiannya akan berubah dan masih bisa diterawang? Entahlah.

Pada akhirnya, hidung dan tubuh kita adalah hadiah yang patut kita syukuri. Mau mancung ataupun pesek,sudah sewajarnya disukurin. Kalau kemudian mau dioperasi juga itu urusan dari masing-masing individu. Tapi yang pasti, sebagai individu kita tak berhak untuk menghakimi orang lain karena pilihannya untuk merubah bentuk anggota tubuh tersebut, apalagi mencela orang lain karena bentuk hidungnya yang dianggap tak indah. Padahal indah itu tergantung dari persepsi masing-masing dan sesungguhnya, semua hidung itu indah, karena mereka memainkan fungsi penting bagi tubuh kita.

Sukakah dengan bentuk hidung yang kalian punya?

Xx,
Tjetje

Otrivine-Did-You-Nose-It-Infographic-v3

Advertisement