Sebelum baca postingan ini, saya sarankan untuk baca dulu postingan ini yang membahas masalah sosial di Irlandia termasuk gelandangan. Gelandangan ini masalah sosial di banyak kota besar, termasuk di Dublin. Nah, setiap kali Natal, banyak badan amal yang mengumpulkan dana untuk para gelandangan ini, termasuk Simon Community. Mereka punya satu ritual tahunan setiap Christmas Eve yang melibatkan penyanyi Irlandia untuk mengamen. Tak hanya untuk mengumpulkan uang bagi para gelandangan, acara ngamen ini juga untuk menghibur para gelandangan supaya pada saat Christmas Eve mereka tidak kesepian.
Ngamen ini secara rutin diadakan dari jam lima hingga jam tujuh malam, di Grafton Street, shopping street-nya Dublin. Grafton Street ini mirip dengan Champs Elysee di Paris, tapi jauh lebih kecil dan tentunya dengan toko-toko yang lebih sederhana. Di sepanjang jalan yang tak boleh dilalui kendaraan ini bisa ditemukan tak hanya pusat perbelanjaan seperti Brown Thomas dan Marks and Spencer, tetapi juga toko gelato yang selalu ramai pada saat hujan sekalipun dan para pedagang bunga tradisional. Yang menarik, di ujung jalan ini terdapat gerbang St. Stephen’s Green, taman terkenal di Dublin. Nah gerbang ini mirip dengan Arc de Triompe di Paris, hanya ukurannya jauh lebih kecil dan tentunya tak bisa dinaiki.
Selain ukurannya, yang membedakan Grafton Street dengan Champs Elysee adalah suasananya. Grafton bagi saya jauh lebih meriah karena kehadiran para artis jalanan dan juga pengamen, dari pengamen ecek-ecek hingga pengamen yang suaranya keren. Mereka yang sudah menelurkan album pun tak segan untuk ngamen disini. Ada banyak pengamen keren di Grafton Street dan salah satu lulusan terbaiknya adalah Glen Hasard yang pernah dapat Academy Award dari film Once.
Glen Hasard dan Bono termasuk dua orang penyanyi yang rutin ngamen untuk para gelandangan. Dan jika tahun lalu Bono absen karena tangannya patah, tahun ini Bono muncul kembali ditemani dengan Glen Hasard, The Script, Ronan Keating, Hozier, Kodaline, juga Imelda May serta Liam O’Maonlai. Beberapa nama mungkin tak terdengar populer di telinga orang Indonesia, karena mereka penyanyi lokal. Para pengamen beken ini berdiri di panggung kayu yang tingginya kira-kira hanya 20 atau 30 cm. Buat saya panggung ini seadanya banget, masih bagus panggung dangdut saat 17-an di kampung-kampung di Indonesia.
Beruntungnya, saya bisa berdiri di dekat panggung karena datang sebelum Bono muncul. Begitu Bono datang, para pasukan pengaman dan Polisi (Gardai dalam bahasa Irlandia) langsung ribet meminta orang-orang untuk mundur dan menguasai pinggiran panggung. Yang lain mundur, saya pun nyelip-nyelip mendekat ke depan. Berdiri di belakang saya bayangkan tak akan menyenangkan. Selain tertutup punggung para penonton yang rata-rata jauh lebih tinggi saya mungkin tak akan bisa mendengarkan ciamiknya suara para penyanyi ini, karena mereka mengamen tanpa microphone.
Beberapa penyanyi sudah menyiapkan lagu-lagu yang akan dinyanyikan. Bono misalnya menyanyikan Every Breaking Wave yang salah satu liriknya diganti dengan Grafton Street, sementara Hozier menyanyikan Take Me to the Church. Ronan Keating, yang pernah jadi asisten di sebuah toko sepatu di Grafton Street, tak menyiapkan lagu yang akan dinyanyikan. Jadi sebelum nyanyi ia masih repot nanya lagu apa yang hendak dinyanyikan. Nggak hanya Ronan, Imelda May bahkan nanya lagu ke penonton, google lirik dan nyontek dari handphone. Danny O’Donoghue, vokalis The Script pun nanya ke publik mau lagu apa lagi, sebelum akhirnya menyanyikan Hall of Fame. Nyatai dan tanpa jarak.
Pengumpulan dana sendiri dilakukan secara casual. Bahkan para artis sempat kebingungan mencari wadah untuk menampung koin. Tak ada yang merelakan topinya digunakan untuk menampung koin, karena takut topi tersebut tak dikembalikan. Baru ketika ada penonton yang memberikan tas kecil koin-koin pun dikumpulkan dan entah dari mana tiba-tiba topi Santa (yang dibenci sebagian kecil orang di Indonesia) bermunculan untuk menampung koin. Sungguh sebuah fund raising yang brilliant dan sederhana.
Postingan ini menjadi postingan terakhir dalam bahasa Indonesia di tahun 2015 ini. Tahun depan, saya akan kembali dengan tulisan “Dear Bule Hunter” edisi musim dingin yang akan muncul pada tanggal 4 Januari.
Selamat Tahun Baru 2016, apa harapanmu di 2016?
Xx,
The the