Ketika pindah ke Irlandia, saya diserang panic mood, ingin membawa semua barang dari Indonesia. Kendati sudah bolak-balik seliweran ke Dublin, saya tak tahu pasti makanan dan bumbu nusantara yang tersedia. Alhasil, saya membawa banyak bumbu instan. Perlu diingat juga, waktu pindah ke Irlandia saya gak bisa masak. Goreng pisang saja harus nanya jenis tepung.
Setelah lebih dari dua tahun bermukim di sini, saya jadi agak lebih pintar dan bisa mengatur strategi barang bawaan. Berikut beberapa pengalaman saya, yang mungkin berguna kalau ada yang mau pindahan ke luar negeri dan fokus ke urusan perut (seperti saya):
1. Prioritas Kesukaan
Saya ini pecinta kerupuk. Tak hanya Nyonya Siok, saya juga menyukai rengginang, emping, kerupuk bawang hingga kerupuk gendar (yang terbuat dari nasi). Tiap kali kembali dari Indonesia, koper saya kondisinya mirip pedagang kerupuk yang baru saja selesai kulakan.
Tiap orang punya kesukaan sendiri. Mereka yang menyukai sambal bisa dipastikan membawa sambal. Begitu juga dengan penyuka meses (yang mana ini gak ada di Irlandia ya), nastar atau makanan lainnya. Selera punya peran besar.
2. Tahu aturan negara tujuan
Tiap negara punya aturan berbeda soal makanan. Biasanya susu dan daging tak boleh dibawa masuk. Beruntungnya saya bukan pengkonsumsi dua produk ini. Jadi aman. Biarpun begitu, tetap ada saja orang yang nekat membawa produk-produk terlarang dan mengambil resiko. Mereka mengakali sistem dengan berbagai cara. Membawa rendang, misalnya, dipilih yang sudah dibungkus, bukan produk rumahan. Ini relatif lebih aman, karena dilihat sebagai makanan jadi. Ada pula yang mengubah label di plastik.
Kayu-kayuan sendiri juga relatif aman untuk dibawa ke sini. Di banyak negara, membawa kayu itu harus melalui proses panjang dan harus melewati proses penyemprotan terlebih dahulu. Di Dublin, semuanya aman, jadi patung-patung saya dari Papua bisa sukses pindah ke Dublin.
3. Pemetaan kondisi Asian Market
Seperti saya tulis di atas, penting bagi kita untuk tahu barang apa saja yang dijual di toko Asia di negara yang kita tuju. Irlandia misalnya punya barang yang lumayan lengkap, tapi tak menjual kencur dan daun salam. Ketika seorang teman datang, saya minta masing-masing bumbu tersebut sebanyak satu kilo dan saya masukkan freezer.
Situasi ini menjadi pelajaran berharga bagi saya. Sejak itu saya selalu memprioritaskan yang memang tak ada. Barang-barang yang sudah ada tak saya bawa, karena bisa dibeli dengan harga yang sedikit mahal.
4. Tanggal Kadarluwarsa
Nah ini elemen penting yang seringkali terlupakan. Baik sebelum dan kadarluwarsa itu dua hal yang berbeda. “Baik sebelum” yang sering disebut best before memberikan keleluasaan untuk menggunakan makanan tersebut lebih lama, bahkan ketika melewati tanggal yang tertera. Namun tentu saja kualitas makanan sedikit berubah.
Sementara makanan yang telah kadarluwarsa tak boleh dikonsumsi. Makanya ketika membeli makanan, penting untuk mencari makanan dengan masa kadarluwarsa terpanjang. Untuk makanan yang memang masa penggunaannya harus cepat, misalnya petis yang tak bisa lama-lama, bisa tetap dibawa. Nanti saat menyimpan tinggal dibungkus sesuai porsi, lalu masuk freezer.

Ini isi koper saya ketika terakhir mudik. Jangan tanya dimana baju dan sepatu saya. Mereka semua berakhir di Jakarta, ditinggal.
5. Jangan fokus pada makanan saja
Bukan makanan dan bumbu dapur saja yang penting untuk dibawa ketika pindah ke luar negeri. Baju daerah juga penting untuk dibawa, supaya bisa mengenalkan tradisi Indonesia. Selain itu, pernik-pernik rumah juga saya sarankan untuk dibawa, dari mulai placemat, hingga hiasan rumah.
Di samping hal-hal di atas, saya juga membawa obat-obatan yang agak susah diakses dengan bebas juga perlu untuk dibawa. Dari sekedar krim untuk kulit terbakar hingga antibiotik (soal yang satu ini, saya membawa dokternya ke apotek dan hanya akan mengkonsumsi ketika dapat lampu hijau dari dokter di Indonesia.
6. Periksa Kebijakan bagasi
Masing-masing perusahaan penerbangan punya aturan berbeda soal bagasi. Kelas ekonomi Emirates misalnya membolehkan 30kg, tapi bagasi ekstra sangat mahal, bisa seharga tiket PP untuk dua orang. Sementara Etihad memperbolehkan 23 kg saja tapi bagasi bisa diupgrade menjadi 30kg, atau bagasi tambahan 23 kg bisa dibeli dengan harga tak terlalu mencekik.
Sementara, duduk di bisnis memberikan keleluasaan lebih besar untuk membawa lebih banyak bawaan. Hal-hal detail seperti ini perlu diperhatikan, supaya kita tidak kalap membeli dan berakhir membayar mahal karena kelebihan bagasi, atau malah membuang di bandara.
Penutup
Selain keluarga kerupuk, apa saja isi koper saya? Saya pernah membawa penanak nasi (karena penanak Irlandia tak seindah merek Indonesia), kering tempe, aneka bumbu instan, kemiri (karena di Indonesia murah!), meses ceres, sambal naknan, tepung bumbu untuk tempe, bawang goreng, keripik singkong, aneka kue lebaran (dari nastar hingga semprit), koyo, aneka petis (petis rujak, petis gorengan, petis yang belum dicampur bumbu), terasi wangi, cetakan kue (pukis, lumpur, kaastengels, kue ku, kue putu ayu), buku-buku novel Indonesia, patung, hiasan dinding, aneka kain tenun, hingga CD lagu 90an yang nyarinya susah bener. Soal baju dan sepatu, saya tak pernah cemas, karena semuanya bisa dibeli di negara tujuan. Urusan perut lebih penting!
Barang bawaan saya ini terhitung sebagai barang bawaan “biasa saja” jika dibandingkan dengan koper-koper orang lain. Seorang Indonesia yang saya kenal bahkan pernah membawa batang kayu pohon singkong untuk ditanam. Sungguh luar biasa komitmennya pada panganan nusantara.
Kamu, ketika pindah, atau jalan-jalan ke luar negeri bawa barang bawaan aneh gak?
xx,
Tjetje