Pernah ngebayangin bangkrut, sampai nggak punya uang buat beli makanan dan nggak punya tempat tinggal? Kebangkrutan ini bukan disebabkan diri sendiri yang hobi belanja tas Hermes macam Encik Syahrini, tapi disebabkan suami menjamin temennya untuk ngutang di Bank. Biar semakin sempurna, temen kurang ajar yang dijamin itu ambil pinjaman jauh lebih tinggi dari yang dibilang ke suami, lalu nggak bisa bayar dan mengakhiri hidupnya. Jadilah suami (dan istri ini) mendapatkan warisan ternista, hutang setumpuk.
Terdengar tragis? Well, inilah kisah nyata yang terjadi pada Jang Mi-jeong (JMJ), seorang Ibu rumah tangga biasa-biasa di Korsel yang diabadikan dalam film berjudul Way Back Home. Suami JMJ (diperankan Go Soo) ini emang minta minta dijitak karena sok-sokan bantuin temennya tanpa bilang ke bininya. Akibat aksi heroic ini, pasangan ini harus kehilangan tempat tinggal dan tempat usaha mereka. Pendek kata bangkrut banget sampai anaknya yang masih berumur empat tahun gak bisa sekolah. Di tengah kemelut ini, seorang teman yang lain menawarkan pekerjaan,yang hanya untuk perempuan, untuk bawa perhiasan mentah ke Perancis dengan bayaran 5000 USD. JMJ, di film ini namanya diganti jadi Jeong Yon (diperankan Jeon Do-yeon), yang nggak pernah keluar negeri ini pun bikin passport dan pergi dari Korea Selatan ke Guyana (buat ambil perhiasan mentah) lalu pergi ke Perancis.
Sampai disini langsung ketebak kan apa yang dibawa? Satu koper, alias 17 kilogram kokain. Alhasil, Ibu satu anak ini sukses ke tempat wisata yang jarang dikunjungi di Perancis: PENJARA! Nggak lama di Paris, sang JMJ kemudian dipindahkan ke Penjara di pulau Martinique, daerahnya Perancis yang ada di laut Karibia. Dan dimulailah perjuangan berat tanpa dukungan negara (yang diwakili kedutaan besar) untuk mendapatkan keadilan.
Supaya bisa disidang, temen sang suami harus ditangkap dulu. Jadilah sang suami berjuang mencari temannya dan akhirnya berhasil memenjarakannya. Nah, dokumen persidangan sang teman ini yang bisa menyelamatkan JMJ dan harus segera dikirimkan ke Perancis untuk dapat digunakan sebagai dasar sidang. Sialnya, kedubes cuma menerjemahkan tapi sukses nggak mengirimkan dokumen kepada pihak berwenang di Perancis.
Selain harus disediakan dokumen di atas, JMJ juga harus didampingi penerjemah. Dan tentunya Kedutaan yang sangat supportif ini nggak menyediakan penerjemah. Malah dibilang kalau di pulau itu nggak ada orang Korsel sama sekali! Padahal, ada seorang pelajar yang udah hidup tiga tahun disitu dan udah laporan ke Kedubes. Ketidakberesan kedubes ini akhirnya terbongkar dan diblow up ke publik setelah KBS membuat documenter tentang perjuangan sang JMJ mencari keadilan. Dokumenter inilah yang kemudian memicu masyarakat Korsel untuk protes dan mendorong Kedubes berbuat sesuatu.
Di akhir cerita, si JMJ yang sudah lebih dari 700 hari dipenjara akhirnya mendapatkan sidangnya dan dihukum 1 tahun (coba kalau di Indonesia, udah dihukum mati dia; walaupun cuma kurir yang nggak tahu apa-apa). Dia juga berhak untuk menuntut Pemerintah Perancis memberikan kompensasi atas 1 tahun kelebihan di dalam penjara, tapi dia lebih memilih pulang ke Korsel (dan sampai rumah harus menghadapi Otrasicm dari masyarakat sekitar).
Kisah ini, saya yakin, banyak terjadi pada drug mule, alias kurir obat terlarang di luar sana. Di Indonesia sendiri banyak perempuan yang berpacaran dengan WNA dari negara-negara tertentu yang kemudian dijadikan kurir. Berhati-hatilah perempuan kalau milih pasangan! Ngelihat film ini saya nggak cuma pengen lempar telur busuk kepara staff Kedubes yang dibayar pakai pajak warganya tapi juga pengen ngebejek-bejek. Film ini kemudian membuat saya banyak tanya dan teringat pada para dua hal: Schappelle Corby dan Buruh Migran Indonesia.
Schapelle Corby tertangkap membawa barang haram di dalam tasnya ke Bali. Terlepas dari kontroversi selama proses hukum dan apakah dia benar atau salah, hukum memutuskan Corby harus menjalani hukuman selama dua puluh tahun di Kerobokan Bali. Konon, Pemerintah Australia tidak tinggal diam dan melakukan lobi-lobi kepada penyanyi nomer satu di negeri ini Pemimpin negeri ini. Makanya Corby dapat potongan lima tahun dan sekarang mendapatkan bebas bersyarat, bahkan mengantongi jutaan dollar dari wawancara yang dilakukan kakaknya. Hebat ya negara tetangga kita itu bisa melobi-lobi untuk diskon masa tahanan 25%. Kalau Pemerintahnya kayak gitu nggak nyesel kan jadi pembayar pajak? Soal kenapa SBY ngasih diskon yang bertentangan dengan gerakan anti-narkoba, bahkan kemudian diikuti pembebasan bersyarat, nggak perlu dicari tahu. CAPEK dan bikin SAKIT HATI!!
Film ini juga mengingatkan saya pada para BMI yang nun jauh disana dan baru-baru ini pada tidur di bawah kolong, di musim dingin kalau saya tak salah ingat, karena pemerintah Arab Saudi bikin peraturan baru?
Satu lagi, di film itu kemarin para staff Kedubes direpotkan dengan tingkat pejabat Korsel yang datang ke Paris untuk kunjugan dan repot nyari restaurant yang bertaburkan Michelin stars. Nah, apakah kedubes kita di Perancis (dan juga di berbagai negara maju lainnya) juga sibuk melakukan hal yang sama? Melayani para wakil rakyat hura-hura di deretan toko eklusif dengan dalih lagi kunjungan kerja? Wakil rakyat ini baik lho, karena kita nggak bisa belanja hura-hura, mereka yang mewakili! Gak usah dijawab, jawabannya udah jadi rahasia umum.
Nggak cuma itu, bagaimana dengan BMI yang menghadapi hukuman, baik itu hukuman penjara maupun hukuman mati. Sudahkah orang-orang yang kita bayar dengan pajak kita berlaku adil pada mereka? Memprioritaskan mereka kendati mereka bukan saudara pejabat? Sudahkan Kedubes memberikan bantuan pada mereka? Bantuan nggak cukup krim malam, pasta gigi dan sabun, tapi juga bantuan perlindungan dari penganiayaan di dalam penjara, bantuan penyediaan pengacara dan yang paling penting, terutama bagi mereka yang terancam hukuman mati, bantuan konseling kejiwaan.
Saya punya berbagai pertanyaan yang menggelanyut di pikiran saya, kemanakah saya harus mencari jawaban?
xoxo,
Ailsa
tanyakan lah ke rumput yang bergoyang kata orang bijak, mbak 😀 sakit kepala kalau kita terus mikirin tentang yang ngakunya “wakil rakyat” mbak. Tentang Corby yang bebas bersyarat, tentang penyanyi nomor satu di Indonesia, tentang ahh macam2 lah.. btw, aku juga udah lihat cuplikan film ini kemaren. bagus kayaknya. well, aku pun setuju dengan peringatan: berhati-hatilah kalau milih pasangan!
media, menurutku juga punya peran besar dalam membangun kesinisan terhadap pemakan pajak kita.
Yang bagus-bagus jarang diceritain, ceritanya negatif terus.
atau barangkali nggak ada yang bagus mbak, makanya nggak ada yang bisa diceritain 😀
Ishhh..gw jg gemes, apalagi gw kerjanya nyuruh orang bayar pajak, tp malah seringnya kepake bukan buat kepentingan rakyat..sakitnya tuh dsniii..dobel tau Tje.
Tragis banget kisah ibu ini dan ternyata ga cuma Indonesia yang punya PNS bobrok (ga semua bobrok sih)
Dimana2 pasti bakal ada “oknum”, semua profesi.
Dan tiap kebijakan hubungan luar negri dipengaruhi lobi2 politik bukan sih?
Setuju!
Pingback: Pemeriksaan Imigrasi | Ailtje Ni Diomasaigh