Sang empunya blog baru-baru ini diajak trip fabulous à la Syahrince, naik kapal pesiar kecil ke pulau Banda Neira di Tenggara kota Ambon. Haiyah, heboh bener naik kapal ecek-ecek, belum juga nyewa Silolona. Pulau kecil ini bisa dicapai setelah menempuh perjalanan melalui laut selama lima jam dengan kapal pesiar kecil atau delapan jam dengan kapal feri; kapal feri konon hanya ada pada hari-hari tertentu saja.
Perjalanan dari Ambon diwarnai dengan pemandangan buruk. Sampah plastik bertebaran dimana-mana. Dari mulai bungkus makanan ringan, gelas, botol, hingga mainan plastik mengapung di laut. Sekitar satu jam setelah melihat hamparan sampah tersebut, rombongan kami bertemu dengan segerombolan lumba-lumba. Pertemuan saya dengan kawanan lumba-lumba dan juga sampah plastik itu membuat saya semakin semangat untuk mengurangi sampah plastik, supaya lumba-lumba dan teman-temannya tak perlu tersangkut, atau bahkan memakan plastik.
Pulau Banda Neira berhadapan langsung dengan Pulau Naira yang memiliki gunung berapi. Gunung ini masih aktif dan salah satu sisinya menghitam karena aliran lahar. Saking kecilnya, mengelilingi dan mengunjungi obyek wisata sejarahnya dengan berjalan kaki sangat dimungkinkan. Saya memaksakan diri untuk bangun pagi dan berjalan berkeliling menikmati bangunan-bangunan tua bangunan Belanda serta menengok obyek wisata sejarah. Ada banyak tempat wisata sejarah di Banda Neira, dari mulai Benteng Belgica yang bagian tengahnya berfungsi untuk menggantung manusia dan memiliki kursi-kursi untukmenonton proses penggantungan hingga rumah pengasingan bung Hatta. Pulau ini juga menyimpan bangunan mewah, istana mini tempat Gubernur VOC berdiam, gereja tua dengan lonceng kunonya dan makam di lantai gereja serta lapangan tempat penjagalan manusia dipotong menjadi empat.
Satu hal yang membuat hati saya tersayat saat mengunjungi Istana Mini adalah curahan hati yang diukirkan di kaca oleh seorang Perancis. Curahan ini berisikan kerinduannya untuk bersama dengan keluarga yang dia cintai, la famille que j’aime. Orang Perancis tersebut bunuh diri.
Buah pala dan aneka rupa olahannya, sirup ataupun manisan, bisa ditemukan dengan mudah di berbagai warung kecil di Banda. Banda tak hanya kaya dengan pala, tetapi juga kaya dengan aneka rupa biota laut. Saya yang menyempatkan diri menengok bawah lautnya begitu terpukau melihat gugusan karang yang indah dengan aneka rupa ikan yang cantik. Kali ini saya menyesal karena tidak pernah belajar menyelam, apalagi belajar tentang aneka rupa ikan cantik. Eh tapi, kalau gak masuk ke dalam air pun kita bisa dengan mudahnya melihat ikan-ikan di bawah air. Selain dilihat, ikan-ikan dari laut Banda juga enak untuk dimakan. Konon, kekayaan laut Banda memang luar biasa. Tak heran banyak kapal-kapal asing yang mencuri ikan di wilayah ini.
Kali ini, interaksi saya dengan penduduk lokal, apalagi pengamatan perilaku serta keseharian mereka sangatlah terbatas. Harap dimaklumi, kali ini saya benar-benar berlibur cantik, duduk manis di depan ‘rumah SBY’ (rumah yang konon disiapkan untuk Pak SBY untuk Sail Banda, tapi beliau tak jadi datang) sambil menikmati pisang yang bertaburkan kenari. Menjauh sejenak dari bisingnya teknologi, karena sinyal di Banda sungguh minim. Mereka yang hidup di Banda Neira begitu beruntung, hidup tanpa kekangan teknologi, deadline, apalagi kemacetan.
Banyak orang menyebut Pulau Banda Neira sebagai kepingan surga yang tercecer, kecantikannya dan warna-warni biota lautnya memang sangat indah. Pulau ini sudah beberapa kali didaftarkan menjadi warisan dunia, tapi hingga sekarang masih belum masuk dalam daftar warisan dunia. Ah kalau boleh memilih, saya tak mau memasukkannya ke dalam warisan dunia, supaya pulau itu tetap tenang dan sunyi.
Jadi, kemanakah kalian akhir pekan ini?
maunya ngintilin kamu ke Banda Naira tapi apa daya kejauhan haha
Wah bener Non, kalau dari Medan jauh bener ini.
Aisshhh kece ya Banda Neira. Aku tu selalu suka dengan cerita laut dan biotanya. Maklum, anak pesisir, rumah pinggir pantai, biasa hidup sama ikan-ikan 🙂 thanks Ail sudah berbagi cerita Banda Neira.
Weekend ini mau makan sushi dan nonton konser kecil2an. Kata kangmas buat merayakan tanggal pernikahan. Selamat berakhir pekan!
Oh merayakan tanggal perkawinannya tiap bulan dong ya. Enjoy your weekend Den!
wuih kak kece kali kaka ke neira
Semoga kapan2 bisa ke sana juga ya.
amin kak
wah itu tempat pembuangan musuh politik kolonial Belanda, Bung Hatta, dkk….
Iya benar, katanya gak cuma Bung Hatta aja yang dibuang ke sana.
ngilu euuyy denger tentang tempat gantung dan kursi buat yang nonton -___-
Guwe gak kebayang jaman dulu nonton begituan gak ngilu apa ya.
pengeeeeeen kesana
setuju mba, ga usah masuk warisan dunia aja daripada makin banyak sampah
Warisan dunia bisa bikin mereka lebih terkenal, tapi dampak kerusakannya menurutku tak sepadan. *egoisnya saya, gak mikir peningkatan ekonomi untuk mereka*
Aku baru tau tentang Banda Neira Tje, taunya Banda Neira itu band lokal. Hiks. Kurang banget pengetahuan geografiku. Tapi makasih ya udh sharing, aku jadi tau, dan jadi bertekad mau kesana. Bagus banget!
Wiken ini mau istirahat dan kumpul sama keluarga, di Jakarta aja. Have a good weekend ya!
Wah aku baru tahu kalau ada band namanya Banda Neira. I hope you had a new weekend ya Christa.
Akhir pekan ini cuma di Belanda aja 😛 .
Aku baru tahu tentang Banda Neira ini. Sepertinya memang bagus sekali ya tempatnya. Dan memang sayang sekali apabila laut kotor karena sampah manusia. Selain membuat tidak sedap dipandang mata, ini juga tidak baik bagi lingkungan.
Dilematis Zilko, di satu sisi pariwisata tinggi meningkatkan ekonomi, di sisi lain dampaknya tak sepadan. Anyway, I hope you had a nice weekend ya.
Itu banyak sampah di perairan laut di Ambon ada yang bersihin ngga Tje? Sayang ya kalo tambah banyak sampahnya.
Bagus banget itu Banda Neira. Jadi inget Spices trails. Bayangin dulu pulau ini jadi rebutan Inggris, Belanda dan Portugis karena kembang pala dan palanya. Itu fotonya bagus kok Tje, lebih bagus daripada tasnya Syahrince 🙂
Sampahnya nggak ada yang bersihin Mbak, miris banget. Di daerah Tapal Kuda itu ada yang rajin dibersihkan, karena dekat rumah pejabat tentara, terus banyak orang renang. Konon daerah pasar yang suka buang sampah ke laut dan susah dibilangin.
Aku ga kebayang Mbak jaman dulu gimana mereka bisa ‘nyasar’ sampai Banda demi pala. Btw, pala dipakai buat apa sih sama European?
Pengen kesini tapi mahal. Hiks. Nabung dulu mudah mudahan bisa kesini. Amin. Foto fotomu bagus kok mbak, Seriously, walaupun pakai hp kamera.
Semoga bisa ke sana ya Wulan, cakep banget tempatnya.
Kalo kesitu mungkin sehari saja ‘belajar sejarah nya’, sisanya udah pasti nikmatin alamnya, hehehe.
Yang harus dinikmati memang alam bawah lautnya.
aduuuh Tje beruntungnya bisa ke sini
Banda Naira itu memang cantik banget ya, dulu aja Lady Di pernah ke sini he..he..
teman kantorku orang sini, jadi sering dengar ceritanya, supaya dapat sinyal hp katanya harus naik ke tempat tertinggi di benteng
dan katanya orang sini banyak yang berumur panjang, banyak yang berumur seratus tahun, mungkin karena banyak makan ikan ya
foto2nya walau pakai hp tetap aja keren banget
Makasih Mbak Monda.
Foto2nya bagus mbak, masih ijo royoroyo ga berpolusi disana ya
Ga ada polusi, mobil sama motor bisa dihitung cuma ada beberapa.
mba fotomu bagus lho, komposisinya kena terutama foto pertama #sok tahu. sebel juga ya ketika naik kapal memandang lautan luas eh lihat ke perairan yg dekat kita malah ketemu sampah. akhir pekan kemarin rencana lihat ladang canola malah sakit huhuhu
Foto pertama itu bener-bener pure luck, ada beberapa HP yang motret bersamaan, HPku yang paling jelek ternyata dapat.
Cepet sembuh ya El!
iya mbak makasih ya 😀
Cakepnya Banda Neira. Memang rata-rata laut di Indonesia timur mengagumkan.
Iya Pak Alris, soalnya belum banyak terjamah sampah.
Waduhh setelah baca buku om Des Alwi, terus diimingi postingan ini rasanyaaaaa gimana gitu >.< Fix tahun ini nabung buat target halan-halan ke Maluku hahaha
Hohoho aku lagi baca buku itu juga. Sekalian ke Ora ya!
Jadi penasaran dengan ceritanya. Ayo menabung, menabung… penasaran dengan istana mini dan tulisan yang diukirkan seorang Prancis itu, dan cerita yang ada di dalamnya :hehe. Itu gunung yang di foto yang ada kapalnya bukan yang nampang di uang seribu rupiah ya Mbak? :hehe.
Betapa kayanya negaraku! Semua negara berlomba-lomba kemari guna mendapat rempah-rempah terbaik. Semoga peninggalan di sana bisa tetap terjaga :amin.
Hah emang duit seribu ambil fotonya di Banda Neira ya Gara? Baru tahu aku.
Setelah saya cek, ternyata saya salah, Mbak :hehe. Yang untuk uang Rp1k itu diambil di Maitara, dekat Tidore :)).
Oh baiklah, berarti kudu ke Tidore juga.
Oke! :hehe.
Banda neira itu memang bagaikan pulau mimpi indahx