Pernah dengan tentang #HasJustineLandedYet? Hashtag ini muncul pada tahun 2013 setelah Justine Sacco, seorang PR dari sebuah perusahaan di New York menulis twitter yang offensive. Bunyi tweetnya saat itu seperti ini:
Twit itu dituliskan ketika ia sedang menunggu penerbangan lanjutan dari London ke Afrika Selatan. Ketika kemudian twit itu menjadi viral, karena dipopulerkan oleh BuzzFeed, Justine sedang berada di atas pesawat dan tak bisa membela dirinya. Wah bisa dibayangkan keriuhan yang terjadi di twitter, ancaman mati pun dilayangkan ke Justine. Tak lama setelah Justine mendarat, dia dipecat dari pekerjaannya dan dunia pun bersorak-sorak menikmati kemenangan. Satu penjahat virtual berhasil dilumpuhkan. 1-0.
Kasus serupa tapi tak sama baru-baru ini terjadi dengan Holly Jones, seorang penata rambut di Amerika yang marah-marah karena urusan tagihan di sebuah bar tempat dia merayakan tahun barunya. Holly Jones kemudian memuat keluhan di Facebook bar tersebut sambil ngomel-ngomel tentang pengalaman tak mengenakkan di bar tersebut apalagi ketika seseorang ditandu keluar dari bar tersebut. Ia yang kepalang emosi menuduh orang yang ditandu tersebut adalah pengguna narkoba yang overdosis. Ternyata oh ternyata, yang ditandu adalah seorang nenek-nenek yang mengalami sakit jantung. Ya sudah bayangkan saja betapa marahnya para pengguna internet terhadap Holly.
Akun facebook Holly kemudian dihapus dan Holly mengatakan bahwa akunnya dibajak (ya kaleee…). Dan yang paling parah, laman Facebook salon tempat Holly bekerja dibombardir dengan tekanan-tekanan untuk segera memecat Holly. Konon si Holly sudah dipecat karena keluhannya ini.
Di Indonesia sendiri, kasus mirip pernah terjadi dengan Florence Sihombing, mahasiswa UGM yang berkicau tak enak tentang Yogyakarta di Path. Florence, harus menghadapi hukuman dari kampus dan diseret ke pengadilan karena menjelek-jelekkan orang Yogyakarta. Kasus ini kemudian berlanjut dan tahun lalu ia dihukum percobaan selama enam bulan. Dalam kasus Florence tak ada pemecatan dari pekerjaan, tetapi langkah besar untuk membawa Florence ke pengadilan berhasil menempelkan catatan tak mengenakkan yang tak hilang seumur hidup.
Dari kejadian tersebut bisa dilihat bahwa internet dan penggunanya bisa menjadi ‘ruang yang kejam’ ketika berhadapan dengan orang yang mengatakan hal-hal yang salah ataupun dianggap salah. Tak ada ruang dan celah untuk bisa melenggang meminta maaf seperti layaknya dalam kehidupan sehari-hari. Mendadak definisi keadilan yang baru bagi para pengguna internet yang berbuat salah adalah kehilangan pekerjaan, kembali ke level terdasar dalam karir dan hidup hancur berantakan.
Seperti biasa saya kemudian bertanya mengapa para netizen berubah menjadi monster yang senang dan mau berkontribusi terhadap kehancuran hidup orang lain? Jawaban yang tepat mungkin karena internet memberikan ruang bagi orang untuk bisa berekpresi marah tanpa takut kehilangan muka dan tanpa takut dihakimi orang lain. Internet memberikan ruang kebebasan untuk bisa berkomentar dan melepaskan marah kepada siapa saja yang sdianggap lah. Dan tentunya muncul norma untuk bersama-sama menghujat sang pendosa; kekuatan bersama inilah yang kemudian akan menjatuhkan orang-orang yang bersalah.
Tapi sepadankan hukuman yang diberikan kepada orang-orang tersebut? Kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan, malu tak karuan, belum lagi tak bisa tidur dengan nyenyak dan dikenali orang. Jeleknya, mereka dikenali dengan cara yang kurang baik dan dengan label yang kurang baik. Salah sendiri memang. Tapi, tidakkah mereka layak mendapatkan kesempatan kedua, diberi kesempatan untuk belajar dan mungkin pengampunan? Entahlah, mungkin kasus-kasus tersebut menjadi moment belajar bagi mereka.
Yang jelas setelah melihat kasus-kasus itu saya jadi belajar untuk semakin berhati-hati dalam mengekspresikan diri dan tentunya, berusaha untuk menjadi lebih baik. Pada orang-orang seperti Holly Jones sekalipun, karena mereka adalah manusia yang tak luput dari kesalahan. Sama seperti kita semua.
Xx,
Tjetje
Baca juga: Belajar dari kasus Florence Sihombing
Betul, belakangan lihat dunia internet (dan netizen) makin brutal aja. Dan kadang kalo udah gemes akupun suka gak pikir panjang main share, ikut menghujat. Aku gak bangga sama hal itu.
Akhirnya aku bersih2 soc med, dan 2016 ini bener2 mikir banget kalo mau sharing di FB. Walau kalo aku liat ceritanya orang itu emang pantasnya buat di hujat, tapi siapalah aku menghujat dia, kayak hidupku juga bener aja
Aku masih belajar dan kasus menristek ini bikin pengen nyuruh si menteri diskriminatif mundur. Cuma aku bertanya, waktu itu konteks dan wawancara lengkapnya gimana? Jangan-jangan dipelintir media.
Gimana ya mba, emang yang kita baca kadang cuma satu sisi, dan kalo yang nulisnya “pinter” plus orang nya itu udah bikin kita antipati kayaknya langsung refleks pengen ikutan nyilet.
Dengan baca tuliasan mba Tje ini jadi mikir, apa worth it kalo orangnya sampe jatuh ke titik terendah? Adakah untungnya buat kita? Mungkin kita cuma sekedar komen, sekedar share, ikut2an terbawa arus, tapi orang yang sampe down itu kehilangan segalanya dan kita bahkan gak perduli.
Bagi kita cuma tulis, share, lega, jalani hari hari kayak biasa tapi bagaimana dengan dia ya 😦
Di twitter dia bilang kalo LGBT ga boleh masuk kampus kalo mereka bertindak asusila, bercinta, atau bermesraan di dalam kampus. Makin bodoh, kan? Kl begitu yang str8 boleh begitu?
Semua berasal dari pamflet SGRC-UI yang menawarkan tempat untuk konsultasi dan teman bicara untuk teman-teman LGBT. http:// m.thejakartapost.com/news/2016/01/25/lgbt-not-welcome-university-minister.html
http://m.thejakartapost.com/news/2016/01/25/lgbt-not-welcome-university-minister.html
Nah ini aku pengen tahu waktu wawancara pertanyaannya apa, jawabannya gimana. Biar bisa lebih paham konteksnya. Kalau soal asusila, duh capek deh komentarnya. Orang Indonesia urusannya selangkangan melulu.
Btw mba Tje, bolehkah postingan ini aku reblog? 🙂
Boleh silahkan May.
Thank you mba 🙂
serem ya kalo udah cyber bullying begini.. banyak remaja yang gak tahan dan bunuh diri jadinya :((
Nah itu juga, mengerikan.
makanya saya kalau mau ngepost di sosmed, saya suka kelamaan mikirnya 😀
tapi..knp orang2 yg nyebarin link hoax banyak yg ga dipermasalahkan sama netizen ya..padahal ngerugiin kan.. 😦
yup..memang hukumannya kadang kejaaammm..aku sebisa mungkin ga ikut2an nyebarin postingan rentan di bully begini meskipun misuh2 baca postingannya, apalagi klo udah dibully secara viral tp masih tambeng membela diri (kasus rusaknya taman bunga di gunung kidul krn mo selfie)..
Oh ya yang kasus selfie itu masih ngotot bener?
Mulutmu harimau-mu sekarang berubah jadi jempolmu harimau-mu.
Buat aku, netizen memang kadang keterlaluan dalam bersikap. Tapi kita juga harus mikir beberapa kali kalo mau ngetweet atau nge-post sesuatu. Kalo soal Sacco, aku pikir itu adalah tweet yang sarcastic tapi dibaca secara literal sama orang lain. mobile.nytimes.com/2015/02/15/magazine/how-one-stupid-tweet-ruined-justine-saccos-life.html?referer= Sedangkan soal Hope, bisa dibilang dia memang aslinya bener2 nyebelin. Dia kasar sama pelayan, merasa berhak untuk diutamakan karena banyaknya uang yang dikeluarkan (padahal itu malam tahun baru yang rame), ga perduli dengan siapapun yang ga ada hubungannya dengan dia, bahkan yang semeja dengan dia sampe minta maaf ke pengelola restoran tapi dia sendiri setelah kejadian pun ga minta maaf tapi malah minta ganti rugi. Gimana rasanya jadi keluarga perempuan yang kena serangan jantung itu pas dibilang kalo dia itu orang yang ga bener sampe OD pas lagi makan malam…
Kalo buat Sacco, netizen ruined her life. But Hope, ruins her own (apalagi kalo tetap ga bisa berubah setelah ini)
Si Sacco emang gara2 BuzzFeed, wong dia gak populer sama sekali. Followernya cuma seiprit. Si Hope memang kasar dan menghindar dari kesalahan. Tapi gak layak deh kalau mereka harus kehilangan mata pencaharian. Orang demen bener kalau lihat orang lain dipecat.
Ups maksudku Holly, bukan Hope XO *Hope sopo meneh kui…
Reblogged this on Kesukaannya Maya and commented:
Baca postingan ini dan merasa tertampar.
Gue sadar beberapa kali gue pernah posting dengan emosi (apalagi kalo udah menyangkut anjing). Mungkin udah saatnya lebih menahan diri ya.
Balik lagi, lebih baik refleksi diri, introspeksi apakah diri gue sendiri sudah baik hidupnya 😦
Seperti balesan komen gue ke mba Tje,
“Gimana ya, emang yang kita baca kadang cuma satu sisi, dan kalo yang nulisnya “pinter” plus orang nya itu udah bikin kita antipati kayaknya langsung refleks pengen ikutan nyilet.
Dengan baca tulisan ini jadi mikir, apa worth it kalo orangnya sampe jatuh ke titik terendah? Adakah untungnya buat kita? Mungkin kita cuma sekedar komen, sekedar share, ikut2an terbawa arus, tapi orang yang sampe down itu kehilangan segalanya dan kita bahkan gak perduli.
Bagi kita cuma tulis, share, lega, jalani hari hari kayak biasa tapi bagaimana dengan dia ya 😦 “.
#bahanrefleksi
Nice post! Di penerbanganku beberapa waktu yang lalu, kebetulan aku menonton sebuah TED Talk yang temanya adalah “Online Shaming” ini (https://www.ted.com/talks/jon_ronson_what_happens_when_online_shaming_spirals_out_of_control?language=en), dengan menggunakan kasusnya Justine Sacco sebagai contoh.
Saking “bebas”-nya internet ini, semakin “egois” ya orang-orangnya. Marah ya marah aja tak terkontrol tanpa memedulikan yang dimarahi…
Nice one Zilko. Aku pengen beli bukunya karena menarik melihat perubahan human behavior ini. Aku pun terseret arus ini, lagi belajar bener biar lebih baik.
Horor ya mbak 😦
Kadang kalo baca komentar2 orang di youtube (atas karya orang lain) itu juga jahat2 banget lho. Ah, jangankan di youtube, komentar para haters di instagram pun pedesnya bukan main.
Semoga mereka juga jadi belajar dr kesalahan mereka, ya walopun tetep ga adil karena mereka harus kehilangan pekerjaan.
Oh iya youtube kejam banget. Itu yang komentar di video Sacha Stevenson beberapa sadis.
Aihhh mba, serem banget emang kata2nya org2.. Aku kadang liatin ig artis yg dikata2in aja, sampe takjub mba, terlepas dr benar gak nya yg dilakuin org itu, tp siapapun yg ngatain bisa gt ya meluangkan waktu, kdg buat ig boongan, kemudian ngata2in dengan dahsyat dan penuh makian. Bisa introspeksi buat kita jg, melihat pengalaman org2 yg krn emosi, nulis sesuatu dan plakkkk idupnya berubah langsung 180 derajat jd gk punya kerjaan dll. Ahhh seremmm mbaaa..
Itu link ted talk yang di sharing Zilko di atas bagus deh. Internet itu tadinya memberi suara untuk mereka yang tak bisa bersuara. Tapi begitu bersuara dipermalukan. Jadinya mending diem. Yaaaaa….
Tapi ada juga loh yang ngasih statement aneh dan miring seperti ini cuma pengen naikin namanya. Hanya emang kasihan juga kalau kena hukuman sosial akibat salah ngomong didunia maya. Jadi berusaha lebih hati-hati dalam berkata-kata jadinya.
Iya aku juga belajar biar gak keseret arus.
Baca postingannya dan juga komen-komennya jadi mikir panjang dan lama Mbak Tjetje. Pokoknya skr saya inget harus ati-ati ngepost dan juga menghakimi orang. Swrem banget taruhannya sampe hidup hancur.
Iya itu yang Sacco cuma joking, cuma emang berat ngejoke Di Twitter 140 karakter. Kemungkinan salah Persepsinya tinggi banget.
Makanya oooh makanya jauhkan gadget kalau sedang emosi…
Nah gimana kalau gawai yang bikin emosi, hahaha
Hajar aja hhaha
Aku jg serem Ai, skr semua orang bisa ngomong dan kasih pendapat karena ada medianya tp banyak yg gak siap kayaknya ya. Aku jg mesti tahan diri 😁 nih kalau nulis sesuatu
Iya jadi mesti mikir panjang ya.
Aihh aku baru tau kasus si Holi dan sacco ini….ampun yaMakin kejammmm emang dunia sosmed ini. Komen IG dan youtube sih paling rude dan kotor kata2nya. Jadi teringat si artis yg dibully yg kubilang kemaren tje. Tapi kadang artisnya suka lebay juga sih mengundang banget bikin postingan minta dibully. Tapiiii tapiii aku paling ogah share/Retweet/repost apapun yg lagi rame diomongin. Bukannya apa2 sih, pikirku ah dah banyak yg share, terlalu mainstream (hahahaha I know so cetek ya)
Gue rasa sih gak ada orang yang minta dibully. Si BCL menurutku sih expressing grieve di IG, yang banyak dilakukan orang jaman sekarang. Konon mereka yang grieving di ruang public itu crying for help karena mereka lonely. Konon ye.
Itu foto juga gue yakin Dia ga minta difoto, tapi mungkin entourage dia yang ambil. Momentnya pas banget, yang motret OK banget tuh karena menunjukkan BCL as a human being.
“Minta dibully” tuh banyak meaningnya loh tje menurutku. Cari perhatian publik kalau artis ya. (Dan ini banyak banget artis caper gini, tapi maklumlah namanya juga artis kan) Difoto itu sebenernya ga ada yg salah. Cuman memang baru kali itu foto kayak candid tapi kayak bukan candid. (Fotonya lebih dari satu) yang meninggal ternyata memang orang paling berjasa dalam karir musiknya dia yaitu si bos musica or apalah gitu. Memang sih dubullynya ga separah kayak mulan dan marshanda or yg lainnya cuman dikomen2 ga penting aja. Yah yg penting ga ikutan share berita ga penting or ikutan komen pedes kek gitu di akun orang. Cuman ya gitu tje, gue suka dalam hari nyeplos kan “yaelahhh nih artissss, capedehhh” hahahaha
Yang lucu sih jadi ribut urusan Natal di bawahnya. Orang Indonesia pada banyak waktu ya.
Jadi seolah-olah sifat dasar manusia itu pengecut/penakut ya.. Beraninya ngomong di balik layar.. Tulisan yg bagus, Tje..👍🏼
Yak betul Em. Coba kalau ditantang Di depan langsung takut. Ada kan kasus hatersnya Dedi Cobuzier yang sempet rame.
People are getting meaner nowadays.
Internet provides them to be…
We’re such a bunch a bully-er, with or without we aware of.
Aku juga kadang2 masih suka khilaf bully orang, karena ‘kemudahan’ akses ini, mbak. 😦
Harus lebih bisa sabar-sabar deh ini…
Sama aku juga sedang belajar dunia yang baru ini.
Kadang di internet karena berasa banyak yang seide, jadi menjurus-jurus ke bullying
makanya kalo ngepost sekarang jg hati2. Mau kesel tapi nggak mengeluarkan tuduhan yg belom tentu bener atau bercanda seenaknya, takuttt
PR selanjutnya membaca tipe2 cyber bullying nih Mar.
Aku dah lama juga sebenernya mau nulis ttg pengalaman kena cyber bully oleh geng cewek Indo, udah ada di draft tp ga selesai2 hehehehe
Ayo diselesaikan Mar. Kutunggu 😉
Aku juga nunggu 🙂 baru mau komen soal cyber bullying.. Ini issuenya jg ngeri bgt soalnya yah, banyak kena ke abg2 dan udh memakan korban jiwa segala. Aku pernah nonton film judulnya Unfriended, filmnya nggak bagus sih tp ya intinya soal cyber bullying gitu.. Ngeri!
Bagus bgt ulasannya. Kadang masalahnya juga sepele dan gak perlu sampai ke pengadilan. Di satu sisi, ada aja politisi yg bener2× gak becus tapi gak mempan/ tetap berkibar ketika dihujat sana sini..
Iya itu kan buang2 resources ngurusin si Florence. Padahal tinggal dikasih maaf juga selesai.
Seringkali kita merasa kalau dunia internet memiliki kebebasan yang tak terikat oleh hukum dan norma. Kalau sudah bablas, baru deh kelimpungan cari pembelaan diri kesana kesini. Nice post mba!
Thank you. Emang lebih baik hati-hati daripada kepleset.
Memang nulis itu mesti hati-hati, aku kayak diingetin lagi nih. Porsche pernah pecat trainee gara-gara dia komen hateful speech atau racist gitu di facebook mbak. Tapi memang rasis di tempat kerja di Jerman bisa diperkarakan. Di kontrak kerjanya suamiku juga ditulis nggak boleh rasis katanya.
Disini juga bisa. Sementara kita di Indonesia bisa label2in aneka rupa label tergantung keturunannya.
Aloha Jeung Ailsa.. ini gw baru tahu kasus Jones dan Sacco. Pembelajaran bwat gw juga neh utk tahan diri menulis status dan komen di internet/sosmed, Mudah2an kita bisa lebih bijak dalam bertutur (lisan dan tulisan) ya dan gak tergoda utk komen yang ujung2nya hanya menyakiti hati orang lain. *ngomong ke diri sendiri ini gw 😀
Iya kita semua mesti belajar injak rem. Aku juga ngeri.
Kemajuan teknologi kadang tidak dibarengi dengan kemajuan cara berpikir. jadi ya wajar bila dengan kemajuan teknologi khususnya internet ini jadi boomerang bagi beberapa orang. karena kita belum bisa cerdas memanfaatkannya
Betul, Mbak. Sekarang banyak pengguna sosial media yang jari/mulutnya seribu langkah lebih di depan dari otaknya. Berita dicerna setengah matang, tanpa kroscek, lalu berkicau tidak menghiraukan norma dan tata krama. Kita sudah sering dinasehatin, “Don’t feed the troll”. Tapi yang gak kalah penting adalah “Don’t be the troll”.
Nah ini nih yang mengerikan, aku lagi belajar bener biar gak asal ngeretweet karena itu mempengaruhi reputasi.