Teh Indonesia yang Tersisih di Negeri Sendiri

 

Sebagai orang Indonesia yang tinggal di negeri asing, kembali ke Indonesia berarti menyesap segala hal yang berbau Indonesia untuk melepas rasa rindu. Selain urusan perut, perjalanan pulang juga biasanya diwarnai dengan pertemuan-pertemuan dengan anggota keluarga dan juga teman-teman untuk sekedar berbagi kabar, ataupun diskusi dan ngobrol berbagai topik penting, termasuk politik yang sangat panas.

https://www.instagram.com/p/BHIaF7hh2yw/

Di Jakarta, bertemu dengan teman-teman biasanya saya lakukan di berbagai tempat, dari hotel, kantor hingga mal. Tempat yang terakhir ini tentu saja menjadi tempat favorit warga ibukota. Biasanya, ngobrol-ngobrol  di pusat perbelanjaan ini jika tak di tempat makan ya di warung kopi, coffee shop, Café. Tempat-tempat ini biasanya menawarkan kenyamanan, dari colokan, hingga pilihan menu yang beragam, dari camilan ringan hingga makanan berat.

Ada satu hal yang bikin saya jadi norak dan nista banget ketika masuk kedai-kedai kopi mahal ini, karena saya selalu minta teh asli Indonesia. Permintaan saya ini selalu dibalas dengan tatapan aneh penuh penghakiman dan kemudian dibalas dengan jawaban TIDAK ADA TEH INDONESIA yang dijual karena mereka hanya menjual teh impor. Lalu, para barista mulai menyebutkan nama-nama teh yang mereka punya, dari earl grey, hingga English Breakfast. Sebagai orang Indonesia, saya SEDIH BANGET, karena saya ingin mendengarkan teh tubruk, teh melati atau Indonesian Breakfast. Salah satu barista yang saya curhati mencoba menghibur saya dengan mengatakan bahwa mereka punya kopi-kopi Indonesia. Btw, ini gak cuma kejadian di kota besar lho, di Malang saya juga mengalami hal yang sama dan tentunya bukan di warung kopi jaringan internasional.

Saya yang patah hati ini kemudian teringat dengan kunjungan ke sebuah perkebunan teh milik pemerintah di kawasan kabupaten Malang lebih dari satu dekade lalu. Disana saya dan rekan-rekan kuliah mendapatkan penjelasan tentang proses pembuatan teh, dari mulai pemetikan, pemrosesan serta proses ekspor teh tersebut. Disana pula saya terkejut ketika tahu bahwa ternyata daun teh yang memberikan teh berkualitas baik itu dikirimkan ke luar negeri, semuanya! Kalaupun ada, biasanya dijual dalam jumlah terbatas di koperasi milik kebuh teh tersebut. Bagi kantong saya saat itu, teh tersebut memang lebih mahal ketimbang teh di pasar. Selain teh pucuk pertama, teh lapisan ke dua juga dikirim ke luar Indonesia. Teh untuk konsumsi dalam negeri hanya sisa-sisa di bagian bawah. Saya menyebut teh Indonesia itu teh KW 3.

Terus terang itu pengalaman lebih dari satu dekade lalu, dan saya tak tahu bagaimana perkembangan industri the nusantara. Tapi apapun situasinya, rasanya menyedihkan sekali ketika teh yang ditanam dan dipetik ibu-ibu Indonesia ini bahkan tak layak untuk duduk bersanding dengan kopi-kopi nusantara.

Bicara tentang teh saya pernah beberapa kali menulis bahwa di Irlandia konsumsi tehnya sangat tinggi dan mereka, orang Irlandia, sangat bangga terhadap tehnya, padahal mereka tak punya kebun teh. Saking bangganya, bagasi mama saya yang kelebihan beberapa kilo pun bisa lolos tanpa biaya tambahan ketika kami minta maaf karena koper dipenuhi dengan Irish tea dan juga Irish chocolate.

Kebanggaan itu yang tidak saya lihat di Indonesia, mungkin karena kita memang tak punya budaya minum teh yang kuat. Mungkin juga karena kualitas teh Indonesia dianggap tak layak masuk ke dalam warung-warung kopi. Teh kita cuma bisa disesap di abang-abang starbike, di rumah-rumah, ataupun di warung-warung sederhana tanpa pendingin ruangan, apalagi jaringan internet.

Ah sudahlah, mungkin saya yang mintanya terlalu banyak dan terlalu nyinyir. Kamu sukanya teh apa?

 

Xx,
Tjetje

Advertisement

82 thoughts on “Teh Indonesia yang Tersisih di Negeri Sendiri

  1. memang ga banyak yanng tahu merk teh Indonesia seperti Kayu Aro atau Gunung Mas. Biasanya teh ini ga dijual di pasar dan dijual di koperasi perkebunan. Saya yang biasa minum teh ini malah dapet pandangan aneh karena merknya ga biasa. Padahal teh ini jauh lebih enak dari yang ada dipasaran dan memang lebih seringnya dikirim ke luar negeri ><

  2. Kalo di rumah Cibubur, Teh Tong Tji adalah koentji mbaa 😀 . Kalo pas di Pati sih, ibu suka nyeduh Teh Bandulan. Tubruk gitu mbaa.. Wangi 😀
    Aku sendiri malah ga gitu suka teh2 import mba.. Kalo lagi nginep suka bawa Teh Tong Tji sendiri, hehehe 😀

  3. Ah Mbak Ai, kebetulan banget Mbak nulis ttg ini. Salah satu klien kami jg punya perkebunan teh dan tehnya diekspor ke Eropa, namanya Tjibuni Mbak. Pernah lihat? Di kemasan ekspornya, deskripsi ditulis dalam bahasa Perancis dan Jerman, jadi ya kemungkinan diekspor ke sana. Hehe.. Tekstur tehnya semacam kepyur tapi lebih halus, berbulir sih tepatnya. Rasanya jg jauh beda dgn teh lokal yg biasa ditemui di supermarket, mis. Sariwangi atau Tong Tji. Tjibuni ini jenis teh hitam dan rasanya lebih asam. Hehe.. Wah kalau dekat, Mbak saya bagi nih, masih ada beberapa kotak di rumah 🙂

  4. Aku ga suka minum teh ataupun minum kopi. Tapi dulu suka menghirup aroma sariwangi kalau Ibuku buat teh dan pernah nyicipin teh bendera kalau makan di warteg, rasanya khas.

  5. Saya juga heran kenapa teh-teh bukan Indonesia laris manis disini bahkan harga ngeteh chantique di mal-mal besar seringkali jauh lebih mahal daripada harga refleksi 2 jam atau potong rambut + creambath haha.. Saya suka black tea dan sayangnya stok teh saya kebanyakan yang impor, hasil kiriman dari teman-teman di luar Indonesia.

  6. Akhir-akhir ini lagi suka minum jasmine tea, hehehe.

    Yah, di Indonesia ya. Apa-apa kalo bukan bikinan luar mah “nggak oke”, begitu katanya, hahaha

  7. Teh cap botol Sosrodjojo (teh tubruk dan belakangan ini ada teh celupnya juga) dan teh Sosro (teh celup aja).. Gak ngerti ini satu perusahaan gak dengan teh botol Sosro itu.. Aku minum teh merek yg pertama sejak TK😀 Jadi tiap minum teh atau mencium aromanya itu pasti memori rumah dan masa kecil langsung terbayang.. Sayang di Australia adanya cuma teh dari Pakistan/India kayak Dilmah, atau teh merk lokal tapi bahan asalnya masih seputar India/Pakistan..

  8. Soalnya perusahaan Indonesia mau gampang..jualan mentah alias Bahan Baku aja yang ngga butuh banyak investasi, minimalisir fixed cost tp ttp bisa cepet dapat untung. Yang penting labanya dapat. Kalau mesti investasi dari perkebunan sampai ke end customer fixed cost nya gede dan Risiko tentu jg lebih gede. Padahal jualan produk jadi itu nilai tambah nya lebih gede, laba bisa lebih banyak kan. businessmen mah ngga mikirin nasionalisme yg penting balik modal pertama kemudian laba hehehe. Dan berhubung ekspor itu lebih cepet kasih duit dan harga bisa lebih tinggi daripada di jual lokal, makanya mereka jg lebih milih jual keluar. Mestinya pemerintah yg hrs membuat regulasi utk ekspor impor produk unggulan negerinya, tapi apa mau dikata… mineral, gas dan minyak bumi aja yg terang2 pengelolaannya dilindungi UUD juga perlakuannya sama… lebih milih jual mentah Apalagi teh dan kopi? Kebijakan nya udah salah dari awal hingga sudah menjadi Kebiasaan. Orang Indonesia di dalam negeri terbiasa kenalnya product sisa dari negeri sendiri sementara ketemu yg impor dari kualitas nomor 1 atau setidaknya yang nomor 2…yo lidah kan ngga bisa ditipu mbak. Bagi yang Duitnya ada ya milih yg enak, apalagi di tambah prestige.. Dan orang mentingin banget itu yg namanya prestige kan.
    Cm orang yg pernah berkunjung ke kebun teh yg bakal tahu apa itu bedanya teh kualitas pertama, 2 dan 3 misalnya, dan akhirnya jd tahu kalau teh Indonesia itu sebenarnya enak 😁.
    Aku dulu suka teh Tambi dan waktu kerja di Wonosobo selalu beli dr koperasi nya. Itu jg diekspor semua. Tp setidaknya yg penduduk Wonosobo ttp bs beli meskipun ngga datang ke perkebunan. Mereka punya 1 agen di pusat kotanya 😊,tp ya cm bs beli disitu doang.
    Kayanya kalau mau merubah kondisi ini sekarang sudah susaaaaah.
    Padahal tiap daerah itu tehnya walaupun Dr spesies yg sama tp bs pny rasa berbeda, karena kandungan mineral tanah nya beda. Jd teh Indonesia ngga selalu lebih jelek dari Darjeeling India, atau Longjing Tea nya China misalnya. Dari seluruh negara penghasil teh, cm Indonesia yang ngga bisa jualan merk.
    Menyedihkan emang…

  9. Teh hijau polosan atau teh hijau pake madu minuman harianku, minimal 1-2 gelas per hari beside air putih..

    Aku lagi agak terheran2 ngebedain teh hijau jepang dan teh hijau indonesia. D lidahku teh hijau indonesia jauh lebih pahit daripada teh hijau jepang. Dan d indonesia teh hijaunya gak terlalu hijau warnanya, tp lebih kecoklatan.. ada sesuatu kah mungkin dgn teh hijau indonesia?

  10. Aku teh harus tong tji mbak, at least itu lahh.. kalo ada teh tubruk hayuk bangeeet mauuu. Pokok nya asal jangan sari wangi. Katanya kan memang teh2 yang dikonsumsi ornag Indonesia itu yang kualitas buruk, pucuknya di ekspor semua hiksss

  11. Aku pernah bikin post soal teh, menurut aku tiap kota punya teh idaman tiap masyarakat nya. Sejak pindah Yogya aku suka teh merk catut pernah dapat oleh oleh teh dari luar, kurang nendang aja cuma teh herbalnya aku suka sih. Kalau di indo berasa kaya Wedang secang dalam bentuk teh..

  12. Kalau aku ga suka minum teh apalagi kopi, Mbak. Tapi kalau untuk aroma teh sih suka-suka aja.:D
    Teh produksi sendiri kalah saing di negeri sendiri ya ceritanya, Mbak. Padahal aku yakin kualitasnya ga kalah saing dengan yang impor.

  13. Aku suka teh Tong Tji yang melati karena emang senengnya teh yang wangi-wangi gitu. Terus terang jarang nyobain teh Indonesia selain yang beredar di pasaran. Jadi selalu minumnya yang mainstream aja; Sariwangi, Tong Tji, Sosro.
    Iya sih selalu di restoran pasti tehnya merk Dilmah, Twinnings, Lipton.. Entah kenapa, apa karena merk-merk tsb pilihan rasanya lebih internasional?

  14. aku doyan banget ngeteh mbak.. dalam sehari pasti ngeteh walaupun cuma 1 gelas. Paling suka kalo teh Tang dicampur sama teh Tjatoet, jadi enak banget kalau diseduhnya dicampur gitu 😀 dulu selalu nyetok gula batu juga di rumah tapi sekarang udah nggak pernah.. takut kebanyakan konsumsi gula, terlalu manis hehe.. Kalau ke Jogja, cobain main ke Cono Gelateria mbak.. di sana selain ada es krim sehat, koleksi teh lokalnya juga banyak banget

  15. dekat rumah (nggak dekat2 amat sih) karena beda kab. ada pabrik teh tambi Wonosobo yang daun tehny dipetik langsung dari kebun yang berada di samping pabrik. fav.ku sih teh cap Djumput yang biarpun jadul tapi rasanya enak enak dan enak dibanding teh celup yang modern

  16. Saya suka Tong Tje dan Teh Kotak (instant tea)! Kalo merk luar, mentok PG itupun pake susu, yg merk lain belum cocok di lidah 😅😅

    Sedikit share pengalaman saya pernah diajak teman ke salah satu restoran berkategori lumayan posh (untuk booking acara lamaran) yah maklumlah saya ini anak rumahan jarang hangout di tempat posh..

    Di menu minuman tertulis English Breakfast tea, dengan harga yg lumayan yahuuud dan Hot Tea dengan harga lebih murah lalu teman saya bertanya ke PIC restoran “Ini bedanya apa?”. Ntah tiba-tiba saya spontan bilang “bedanya mungkin yg EB pake susu, yg hot tea biasa ngga”. Tiba2 mba PIC-nya senyum dan menjelaskan “beda merk aja ka, EB ga pake susu”. Spontan teman saya ngakak dengan ke-clumsy-an saya dan saya pun heran mencoba meng-defence “oh EB-nya merk dagang toch, saya pikir they way how to drink a cup of tea cara orang inggris yg suka pake susu dan biskiut”

    Jadi kalo ke posh restaurants di Indonesia, ada baiknya kita tanya2 dulu jika mau minum teh 😂😂

  17. hai mba Tjetje, salam kenal yaa…

    saya baru membaca tulisan2 dirimu dan seru sekali :)…

    setuju dengan tulisan mba Tjetje soal teh, sedih jdnya mba kl mau pesen teh di kafe2 ternama di Jakarta. Merk2 lokal kita kalah sama merk2 impor 😦

    Saya pribadi penggemar teh Indonesia, setiap hari pasti minum minimal 3 gelas teh (pagi teh manis tidak terlalu manis anget, siang teh tawar anget, sore teh hijau).

    Saya suka teh tubruk terutama yg merknya Tjap Botol (biasanya dibungkus kotak2 kecil warna ijo gituh), teh melati Tong Tji, teh hijau Sariwangi. Kalo lagi ada kesempatan ke kota2 di luar Jakarta, saya pilih minumnya teh tubruk lokal daerah tsb, karena secara rasa dan aroma akan berbeda (spt teh Bandulan, teh Gopek)

  18. Wah, sy penggemar teh dan lbh menyukai teh daun drpd teh celup. Paling demen dgn teh bandulan (ada bunga melati di dlmnya) direbus dicampur dengan teh cap botol dlm jmlh banyak, kemudian simpan di kulkas (ekstrak). Tiap ngeteh, tinggal ambil secukupnya dan campur dengan air panas/es batu + madu atau lemon grass bahkan lemon . Aromanya? Sampe ke tetangga jg tercium! 😀
    teh-teh ini dan resepnya sy kenalkan dgn beberapa teman baik sy dari Jerman. Sampai skrg, setiap meraka berkunjung, pasti bagasi mereka terisi berpack-pack 2macam teh ini. 4seasons mereka aman selalu dan bikin kangen dengan Indonesia (Bali). Bangga? Jelas, dong!
    🙂

  19. Sama sy pun sedih dg teh, kopi Indonesia. Umumnya untuk produk2 buatan Indo. Sedih liat orang kaya Indo yg sbnya bnyk borong brng2 branded luar tp pelit beli brg sendiri. Ada pendpt mereka yg blng abis kualitasnya jelek. Yaa betul jg tp bt ningkatin kualitas perlu modal boo. Ya beli dulu laah produknya. Btw bucara teh aku suka tong dji jeruk purut.

  20. Saya pecinta teh Indonesia karena mudah ditemukan dimana-mana, terutama es teh, harganya murah banget soalnya dan bisa minum sampai kembung. Yah, walau nggak bagus juga kebanyakan minum es teh. Produk teh favorit saya Tong Tji, 2 Tang, Poci, Gopek (sayangnya buat yang ini sekarang susah dicari). Saya malah nggak suka teh impor, bukan anti impor juga, cuma rasanya kurang nendang. IMHO.

Show me love, leave your thought here!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s