Malang dan Anarkisme Terhadap Taksi Online

Saya ini penggunaannya taksi online. Ketika masih bekerja di Jakarta, taksi online jadi kesayangan saya, karena lebih bisa diandalkan ketimbang taksi biasa. Jaman itu saya sering ditolak mentah-mentah oleh para pengemudi burung biru karena lokasi tempat tinggal saya yang sering macet. Saking seringnya saya ditolak, saya sampai bosen ngelaporin.
Musim panas lalu, saya kembali ke Jakarta dan lebih sering memesan taksi mereka karena kemudahan aplikasi serta jumlah armadanya yang banyak. Harga sedikit lebih mahal tapi jauh lebih cepat ketimbang taksi online. Situasi ini tapi berubah ketika saya kembali ke Malang. Tak ada burung biru dan harus bergantung pada taksi online.

Tapi rupanya, kota Malang adalah kota yang anarkis dan tak bersahabat pada taksi online. Satu sore ketika saya sedang berada di Toko Oen, seorang supir taksi online dikeroyok dan dipukuli karena nekat mengangkut penumpang. Yang memukuli, supir angkot! Beberapa supir taksi online yang berada di sekitar area pemukulan dan mengenal pengemudi taksi tersebut tak bisa melakukan apa-apa dan hanya bisa menonton saja. Tragis.

Di Malang, kasus seperti ini terjadi berulang kali. Bahkan supir angkut seringkali mengikuti para penumpang yang keluar dari stasiun kereta dan menolak mencarter angkutan mereka.
Keengganan konsumen untuk naik taksi konvensional ataupun mencarter angkutan umum di Malang dikarenakan beberapa hal. Pertama, supir taksi seringkali menolak menggunakan argo dan mengajak konsumen tawar-menawar harga.Tak hanya taksi, supir angkutan juga melakukan hal tersebut.
Hal kedua yang membuat tak nyaman, angkutan umum seringkali nongkrong (di Malang kami menyebutnya ngetem) dan menunggu penumpang hingga kendaraan penuh. Untuk memperparah keadaan, kendaraan juga akan dikemudikan dengan perlahan jika angkutan belum penuh. Buntutnya, perjalanan yang bisa cepat, jadi lama. Kebiasaan ngetem ini sudah ada sejak jaman saya kuliah, dan tentunya sudah membuat saya dan beberapa teman sering terlambat kendati sudah berangkat lebih awal.


Yang menarik, ketika saya berada di Malang anarkisme ini justru dilakukan oleh pengemudi angkutan umum, bukan pengemudi taksi. Nampaknya ada rasa frustrasi yang mendalam karena merosotnya jumlah penumpang angkutan umum. Seorang pengemudi angkutan yang saya ajak ngobrol menceritakan amarahnya ketika segerombolan mahasiswa memutuskan naik taksi online ketimbang angkutan sehingga membuat penghasilannya hilang.
Masuk akal, tapi bagi saya tetap aneh, karena target pasar taksi itu tak sama dengan target angkutan umum. Mungkin para pengemudi angkutan itu lupa kalau jumlah kendaraan pribadi sudah semakin tinggi dan daya beli mahasiswa jaman sekarang sudah jauh lebih tinggi. Alhasil, ada keengganan naik kendaraan umum.
Pada saat yang sama, angkutan umum di Malang dikuasai oleh individu yang mampu membeli angkutan. Para juragan angkot. Tak heran kalau kemudian mereka akan melakukan apapun demi melindungi periuk nasi mereka. Apapun, termasuk merusak kendaraan dan memukuli pengemudi taksi online (apalagi banyak dari mereka datang dari luar Malang). Kerasnya persaingan manusia untuk menyambung hidup.
Selamat berakhir pekan kawan. Di tempat kalian tinggal, apakah supir taksi online mengalami kekerasan serupa?
xx,

Tjetje

Advertisement

19 thoughts on “Malang dan Anarkisme Terhadap Taksi Online

  1. Wkt ke Jogja kemaren, mereka pasang banner di sekitar stasiun bahwa taksi online nggak diperbolehkan masuk jemput penumpang. Sampe segitunya. Waktu hari terakhir kita di Jogja mau pulang, supir yang kita sewa (bukan taksi online) aja sampe agak2 gimana gitu nganterin kita sampe ke stasiun, tapi untungnya gapapa sih…

    Disini juga kan Uber di ban, karena protes pengemudi taksi juga, setidaknya nggak anarkis sih aksinya, ga kaya yang di Jkt or di Malang.

    Aku sendiri waktu Uber sempet ada di CPH, memang mengaku lebih memakai servis mereka karena lebih nyaman dan jauh lebih murah. Orang2nya lebih friendly aja, ga banyak bacot. Aku kebanyakan pake taksi waktu itu ketika harus nganter peliharaan ke RS, kalau taksi biasa udah banyak aja komplennya, padahal binatang udah masuk carrier dan masuk tas, nggak ngotorin dalam mobil… aku juga kan nggak bawa anjing atau kucing yang berbulu banyak…tapi mereka banyak sewotnya, juga kalau ambil taksi dari airport ketika pas bawaan banyak, mereka suka sewot karena rumahku sebenernya deket dengan airport. Ya, aku juga benernya lebih suka naik metro, tapi apa daya kalau bawaan segambreng?

    Tapi aku ngerti juga sih kalau pengemudi taksi pada protes karena penumpang mereka dirampas. Ini memang dilema… tergantung pemerintah ngasi perundang2annya gimana imho, supaya sama2 senang… karena model2 taksi online dan sharing kaya gini has come to stay… ga bisa balik ke jaman dulu lagi

  2. Aku sempet ngalamin ini Mbak di Jakarta. Mesen ojek online dan udah jalan rada jauh dari pangkalan ojek lokal, ehh didatengin dan dilabrak. Untung supir ojek online-nya jago bohong, bilang dia saudara yg jemput. Si ojek lokal ga percaya, sampe minta liat HP aku buat liat ada app ojek online ga di situ. Bener2 bikin ilfeel. Gimana pelanggan ga beralih ke angkutan online kalo merekanya barbar begitu dan suka ngasi harga semena2? Sampe sekarang masih kesel kalo inget.

  3. di Bandung pun masih begitu Mbak Tjetje bahkan Selasa kemarin nyaris ada demo menolak taksi online, yg berakibat para supir taksi maupun ojek online enggan menarik penumpang 😦

  4. Waktu saya lagi wisata ke Malang, memang susah sekali mendapatkan taksi konvensional jadinya mengandalkan taksi online deh. Kalau tempat tinggal saya di Bogor, yang dikeroyok beberapa kali ojek online oleh ojek pangkalan sama supir angkutan umum (angkot). Pengalaman di Bali juga kalau mau naik taksi online harus janjian dulu supaya keluar dari pusat keramaian, kalau ngga takut dikeroyok katanya, duh 😦

  5. baru aja kemarin kejadian di Balikpapan. semua supir angkot pada demo ke kantor walikota minta semua transportasai secara online di non-aktifkan…
    masyarakat kebanyakan lebih merasa nyaman dengan trasnportasi berbasis online karena kita dijemput di depan rumah coba kalo degan angkot kudu ke jalan besar untuk dapat angkot dan kadang2 kami di turunkan di tengah jalan hanya karena penumpang baru berani bayar mahal untuk tiba ditujuan yang rutenya bukan rute tujuan kita,,

  6. Di semarang ada semacam pembagian lahan gitu mbak. Beberapa kali di stasiun nyari taksi online, sama supirnya disuruh jalan agak jauh gitu. Lahan di dalam stasiun buat taksi pangkalan

  7. Di Bali sama Mbak. Transport online ditolak dimana2. Padahal orang2 ya udah pada eneg sama transport konvensional yang suka ngemplang harga. Taksi bandara yang paling parah. Pernah ada turis ya dari bandara ke Kuta berdua atau bertiga gitu, kena Rp 600.000. Gila banget. Alasannya karena mereka bayar mahal juga biar bisa ngetem di Bandara..
    Tapi transport online juga kadang ada yang nakal sih. Misalnya minta tambahan di luar ongkos resmi.

Show me love, leave your thought here!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s