[Jelajah Irlandia] Menyusuri Beara Peninsula

Sepanjang mata memandang, terhampar padang rumput hijau yang dihiasi titik-titik putih. Di salah satu sudut, titik-titik putih yang tersebar ini tiba-tiba bergerombol menuju satu sudut. Lalu domba-domba ini berpindah secara cepat menuju sisi kanan. Rupanya anjing sahabat petani sedang menggembala para domba lucu yang baunya tak selucu tubuhnya.

Beruntungnya hari itu kami disuguhi pemandangan indah dan tak sempat berpapasan dengan domba-domba yang membanjiri jalan raya, kalaupun ada, hanya satu dua ekor saja. Jika bertemu dengan segerombolan domba, bisa dipastikan kami harus mematikan mesin kendaraan dan piknik di pinggir jalan, menanti para domba-domba tersebut lewat. #IrlandiaBanget

Menuangkan tempat-tempat yang saya kunjungi ke dalam satu postingan Blog tak akan cukup, karena keindahan Cork yang luar biasa. Oleh karenanya, saya memutuskan untuk merangkumnya berdasarkan tempat yang saya kunjungi. Jika ada yang berminat mengikuti jejak saya, jangan segan untuk mengirim email ya.

Gougane Barra

Rute perjalanan kami menyusuri Beara Peninsula sedikit tak biasa, karena kami mampir dahulu ke Gougane barra untuk melihat sebuah gereja kecil yang sempat saya muat di Instagram. Gereja kecil yang hanya memiliki 5 deret bangku di sisi kanan dan kiri sangat populer untuk perkawinan karena lokasi dan juga pemandangannya yang cantik. Tak hanya kehidupan percintaan yang dimulai dari titik ini, sungai Lee yang membelah sungai Cork juga memulai perjalanannya dari desa kecil ini.

Tak ada kata yang cukup untuk menggambarkan betapa indah dan romantisnya gereja yang dilatarbelakangi oleh bukit-bukit batu dan juga dikelilingi danau cantik. Tak jauh dari gereja ini saya juga menemukan hamparan rumput hijau yang lagi-lagi dihiasi dengan domba-domba putih. Saya yang m mendekati mereka pun langsung menyesal karena banyak ranjau darat yang bertebaran.

Dunboy Castle 

Reruntuhan castle ini terletak di pinggir Atlantik dengan pemandangan yang lagi-lagi elok. Sayangnya reruntuhan ini tak terawat dan hanya ditemani rumput liar.

Perjuangan demi mendapatkan foto hotel bintang yang terlantar

Castle ini juga berbagi lahan dengan hotel bintang enam yang telah berubah menjadi hotel bintang redup. Konon hotel megah yang dikelilingi dengan pagar tinggi ini pembangunanya harus dihentikan karena keterbatasan biaya. Saya tak puas dengan melihat hotel dari luar dan memilih untuk loncat pagar demi melihat kecantikannya yang memudar. Untung tak ada satpam ataupun anjing penjaga yang menghentikan saya.

Allihies

Desa kecil yang merupakan desa terakhir di Beara Peninsula ini menawarkan pemandangan luar biasa. Dari atas bukit kami disambut dengan pemandangan  pegunungan hijau yang dihiasi dengan bunga-bunga berwarna ungu serta deburan ganasnya laut Atlantik. Hamparan lautan pasir putih juga menambah cantiknya pemandangan. Dari ketinggian ini ada sedikit penyesalan karena saya tak membawa DSLR saya dan hanya bermodalkan iphone, sementara sang iphone tak mampu melakukan tugasnya dengan baik untuk merekam keindahan alam Cork.

Saya terkecoh oleh butiran-butiran pasir-pasir putih yang menghampar di desa ini. Rupanya, pasir-pasir tersebut bukanlah pasir asli dari pantai, tapi hasil buangan dari penambangan tembaga. Pada tahun 1812, terdapat pertambangan tembaga di desa ini, karena desa ini memiliki tembaga terbesar di Irlandia. Pertambangan ini sendiri ditutup di tahun 1844, karena deposit tembaga yang menurun.

Sekembalinya dari desa ini, kami melewati batu misa (mass rock). Batu ini menjadi saksi bisu kekejaman pemerintah Inggris yang melarang umat Katolik di Irlandia untuk beribadah. Pada saat itu, mereka yang beragama Katolik terancam dihukum jika melakukan ibadah. Akibatnya, mereka harus beribadah di daerah terpencil, di balik bukit-bukit.

Eyeries Village

Saya menyebutnya desa Instagramable, karena desa kecil yang rapi dan bersih ini berwarna-warni dan sangat ceria. Kendati berwarna cerah dan ceria, Eyeries menawarkan hal yang tak dimiliki tempat-tempat lain: kesunyian, kesenyapan dan kesederhanaan. Di desa ini, saya hanya berpapasan dengan sapi dan juga anjing. Entah dimana para manusianya.

Dursey Island Cable Car

Pulau kecil tak berpenduduk ini dipisahkan dari pulau utama Irlandia oleh lautan kecil yang disebut sebagai Dursey Sound. Satu-satunya cara mengunjungi pulau ini hanya dengan menaiki kereta gantung tua yang penampilannya saja tak meyakinkan. Kereta gantung reyot ini juga memegang posisi penting karena merupakan satu-satunya kereta gantung di Irlandia. #NdesoBangetThoYo

Jalanan menuju area ini sendiri berliku-liku dan sangat kecil. Tak heran jika kemudian area ini sangat sepi, karena bis-bis pariwisata tak akan pernah bisa mampir ke tempat ini. Menyetir sendiri juga mengerikan, karena orang-orang di pedesaan memiliki kemampuan menyetir dengan kecepatan tinggi, tanpa takut dengan jurang terjal yang langsung menuju Atlantik. Kemampuan menyetir secara cepat ini akan berubah menjadi tak berguna ketika kendaraan berpapasan dengan traktor-traktor pertanian besar, karena tak ada ruang untuk menyalip.

MacCarty’s Pub @ Castletownbere

Melengkapi perjalanan panjang ini, kami pun mampir ke pub terkenal yang pernah dibukukan oleh Pete McCarthy. Bukunya cukup lucu dan saya rekomendasikan. Pub terbaik di tahun 2016 tak seperti pub pada umumnya. Bagian depannya toko kelontong dan bagian belakangnya pub. Rupanya pub ini sedikit berbeda karena banyaknya nelayan yang bersandar di Castletownbere dan memerlukan barang-barang kelontong.


Selain terkenal karena buku di atas, pub ini juga menjadi terkenal karena sang ayah dari pemiliknya, Dr Aidan MacCarthy. Sang dokter merupakan salah satu orang yang selamat pada saat bom atom dijatuhkan di Jepang. Dokter yang pernah dibawa pasukan Jepang ke Bandung ini membawa pulang samurai sebagai hadiah dari seorang komandan Jepang di akhir perang dunia kedua. Samurai inilah yang kemudian membawa anak-anaknya mencari tahu sang pemiliknya di Jepang sana. Tak hanya itu, samurah ini juga membuat hidup sang ayah dibukukan dan difilmkan.

Bagi saya, nilai tambah pub ini ada pada pintunya yang terbuka untuk para anjing. Anjing-anjing bebas duduk dan masuk ke dalam pub, karena sang pemilik merupakan pencinta pug. Dari begitu banyak pub yang saya kunjungi di Irlandia, baru ini saya mengenal pub yang dog friendly.

Sore itu, sekelompok orang Irlandia duduk-duduk ditemani gelas-gelas bir dan juga alat musik. Seorang bapak-bapak yang sudah cukup berumur kemudian bernyanyi dengan bahasa yang begitu asing di telinga saya, bahasa Irlandia. Dan saya pun duduk diam mendengarkan alunan musik tersebut, sambil menyesap dalam-dalam secangkir teh Irlandia yang saya pesan.

Ah tak heran jika banyak yang menyebut Cork sebagai daerah tercantik di Irlandia. Tak hanya alamnya saja yang cantik, orang-orangnya pun begitu menyenangkan dan ramah. Pada orang asing sekalipun.

xx,
Tjetje

Advertisement

Romantisme Tragis di Dublin Bay 

Masih dalam rangka membawa mama saja melakukan #JelajahIrlandia, kali ini kami sok romantis naik kapal menyusuri Dublin Bay dari Howth ke Dun Laoghaire. Howth sendiri merupakan sebuah area pelabuhan di County Dublin yang terkenal dengan seafoodnya. Saking terkenalnya mereka punya prawn festival.
Ada beberapa operator kapal di Howth dan pilihan kami jatuh pada Dublin Bay Cruise. Bukan hanya karena reviewnya bagus, tapi juga karena ada diskon di living social. Nah yang mau jalan-jalan ke Irlandia, kalau telaten boleh nih cari-cari disana atau di groupon karena banyak tiket murah. #BukanPesanSponsor. Ada beberapa route yang ditawarkan, selain dari Howth ke Dun Laoghaire (dua wilayah ini ada di County Dublin) ada juga route yang menawarkan perjalanan ke tengah kota Dublin dan akan berhenti persis di dekat jembatan cantik yang mirip harpa ini.

Perlu dicatat, semua turis harus booking dulu sebelumnya dan gak bisa beli tiket mendadak di tempat. Eksistensi calo tiket juga tak ditemukan. Biarpun begitu, saya masih melihat beberapa turis yang nekat ngantri dan berakhir malang, karena tak ada ruang tersisa. Bahkan ada satu keluarga yang ngotot pengen naik dengan tiket salah booking. Sang Nakhkoda tak bergeming, tak berniat melebihi muatan demi beberapa Euro karena berkaitan dengan asuransi dan keselamatan. Saya masih suka terpukau kalau urusan beginian, karena pernah naik kapal kelebihan muatan dari Tidung ke Angke dan sepanjang jalan berdoa sambil pegang life jacket.

Ketika akan menaiki kapal kami sudah diwarning dulu bahwa laut hari ini agak choppy, berombak. Tapi semua penumpang, termasuk seekor anjing, semangat luar biasa. 30 menit pertama berlangsung dengan menyenangkan. Lautnya berombak sedikit, pemandangan sangat indah.

Sayangnya saya tak bertemu anjing laut yang beberapa minggu lalu sempat diabadikan oleh mama saya. Dengan riang gembira, kami juga naik turun dek ke atas dan ke bawah untuk memotret.


Bagian atas penuh dengan turis latin Amerika yang nampaknya sedang belajar bahasa Inggris (Irlandia merupakan salah satu negara tujuan untuk belajar bahasa Inggris) sementara bagian belakang kapal dipenuhi oleh sekelompok anak muda yang sedang merayakan ulang tahun. Anak-anak muda yang sibuk minum ini juga tak segan mengeluarkan f bomb, padahal banyak keluarga dan anak kecil yang ikut perjalanan tersebut. Sungguh kurang nyaman.

Selepas 30 menit, perjalanan kami berubah menjadi mencemaskan. Dimulai dari siraman air laut ke kelompok anak-anak muda di belakang kapal. Dasar anak muda, disiram air malah seneng. Padahal air asin dan dingin itu lengket semua. Ombak kemudian mengombang-ambingkan kapal, perut mulai sedikit mual. Lalu, pemandangan horor pun terjadi. Bukan Nyi Roro Kidul yang memunculkan diri di laut Irlandia ya, tapi

petugas kapal memegang gulungan plastik dan mulai membagi-bagikan pada penumpang yang terlihat pucat pasi. Bagi saya ini pemandangan mengerikan karena tandanya akan ada kompetisi mengeluarkan isi perut.

Saya yang tadinya super pede, karena sudah mengalahkan ombak dari Ambon ke Banda (yang membuat hampir satu kapal mabuk laut), mulai ciut. Lalu ketika beberapa orang mulai mengosongkan perut, saya mulai pucat pasi. Semakin pucat ketika tahu tak ada antimo apalagi minyak angin. Tak ada abang-abang yang jual permen juga. Tak kehilangan akal, saya pun minta tobacco ke seorang pria yang sedang sibuk melinting rokok (disini buruh rokok mahal ya, jadi rokok mesti ngelinting sendiri). Ya lumayan lah buat diciumi jadi fokus kepala ke bau tembakau.

Pemandu yang berada dengan kami juga tak sibuk menerangkan apa-apa, mungkin ia mabuk laut juga. Baru di menit ke 70 atau 80 ia mulai menerangkan tentang Dun Laoghaire. Informasi yang diberikan sayangnya hanya sedikit, tak memuaskan. Kalaupun sang pemandu bicara banyak hal, mungkin juga tak ada yang peduli karena hampir semua orang sibuk menyelamatkan perutnya.

Ketika kapal bersandar, kami disambut dengan pemandangan Dun Laoghaire yang kelam seperti ini.


Mood yang sudah kelabu ini makin jelek ketika melihat cuaca yang tak bersahabat. Untungnya, hujan tak jadi turun. Dan sang Mama yang juga pernah naik kapal di beberapa lautan di Indonesia kapok, tak mau lagi naik kapal di laut Irlandia. Ketika saya menceritakan ini kepada mama mertua, mama mertua menceritakan pengalaman yang serupa. Lautan disana rupanya terkenal berombak dan bikin mual. Lesson learned, yang pengen sok romantis seperti saya, ada baiknya minum antimo dulu.

Bagaimana dengan kalian, pernah menaiki kapal dengan kondisi laut yang super memabukkan?
Xx,

Tjetje

Menengok Rumah Mewah Russborough House

Masih ingat dengan postingan saya beberapa waktu lalu tentang hutan kecil di Russborough house? Jika tak ingat, boleh ditengok di sini. Nah, akhir pekan ini, matahari bersinar sangat cerah. Wohoooo, jemuran pun bisa dibawa keluar dan ditinggal jalan-jalan dulu. #tetepYangDipikirJemuran

Memenuhi janji saya pada Mama yang kebetulan sedang liburan di Irlandia, saya pun membawa mama mengunjungi Rusbborough House. Rumahnya dikunjungi, tapi hutan  yang dipenuhi fairy doors kelupaan ditengok. Russborugh House ini merupakan rumah terpanjang di Irlandia dengan gaya Palladian yang dibangun 275 tahun yang lalu. Rumah yang super besar ini menghadap gunung Wicklow dan Blessington Lakes. Wicklow mountain terkenal sebagai tempat shooting film PS. I Love You, sementara Blessington Lakes yang juga tempat shooting film yang sama dan juga Braveheart, merupakan sebuah desa yang ditenggelamkan untuk menyediakan air minum bagi warga Dublin.

Rumahnya kepanjangan jadi hanya bisa difoto tengahnya saja.

Ada tiga keluarga yang pernah tinggal di rumah ini. Yang pertama keluarga Earls of Milltown (pada tahun 1740 – 1930), lalu rumah tersebut dibeli oleh keluarga Colonel & Maeb Daly (1931- 1951) seharga 9000 pound sterling. Lalu tahun 1952, Sir Alfred & Lady Beit yang punya bisnis berlian di Afrika Selatan membeli rumah ini. Mereka tinggal di rumah ini hingga tahun 2005, ketika ajal menjemput. Rumah ini sendiri sekarang dibuka untuk umum dan biaya pemeliharaannya didapatkan melalui The Alfred Beit Foundation.

Rumah yang memiliki 9 kamar tidur ini dibangun dengan batu granit lokal selama 10 tahun. Sementara langit-langit rumah ini sendiri dibangun selama 14 tahun. Langit-langit di rumah ini memang luar biasa kerennya dan hasil ukir-ukiran. Salah satu langit-langitnya bisa dilihat disini:

Ukir-ukiran dari langit-langit yang bulat seperti kubah ini desain untuk ruangan musik yang dilengkapi dengan dua buah piano yang kayunya pun didesain secara khusus. Uniknya, langit-langit ini didesain untuk bisa menciptakan gema suara yang tepat ketika penyanyi berdiri di tengah ruangan. Pemandu kami kemarin mempraktekkan hal tersebut, dan saya pun terbengong-bengong tak habis pikir bagaimana bisa mereka menciptakan hal tersebut.

Ruang makan super mewah. Piringnya dilukis hadiah dari Prince Wales (entah Prince Wales tahun keberapa), sementara di tengah-tengah keramiknya hadiah dari Madame Du Barry (dan ada logo sang Madame). Konon, sir Alfred Beit tertarik beli rumah ini karena lihat perapian mewah tersebut di sebuah majalah.

Rumah ini dilengkapi dengan dua wings, sisi barat dan sisi timur. Pada jamannya dulu, sayap-sayap ini digunakan untuk para pelayan. Satu sisi untuk pelayan pria dan satu sisi untuk pelayan perempuan. Pelayan pria sendiri lebih sering melayani, sementara pelayan perempuan harus membuang mukanya ketika bertemu dengan tuan rumah.

Sama seperti rumah-rumah orang kaya pada umumnya, rumah ini dihiasi dengan banyak tas Hermes lukisan. Nah salah satu ruang favorit saya adalah drawing room yang dilengkapi dengan empat lukisan karya pelukis Perancis, Claude Joseph Vernet. Lukisan berjudul, ‘Morning’, ‘Midday’, ‘Sunset’, dan ‘Night’ ini secara khusus dilukis pada sekitar tahun 1750an dan sudah berada di rumah ini selama 260 tahun terakhir.

Salah satu sudut di reading room. Di ujung, di bawah sebuah lukisan terdapat pintu yang tersembunyi. Can you spot it?

Dua hal menarik yang saya temukan disini adalah kursi tamu yang digunakan pada saat penobatan Raja George VI (Ini raja yang difilmkan di King’s Speech). Rupanya, pada saat penobatan Raja Inggris itu kursinya bisa dibawa pulang saudara-saudara. Selain itu ada juga satu set alat untuk mempelajari serangga. Alat tersebut rupanya merupakan hadiah pengantin untuk Marie Antoinette. Rupanya, Marie Antoinette itu suka mempelajari tentang serangga. Bagi saya ini menarik karena Marie Antoinette sering digambarkan sebagai perempuan yang kurang cerdas.

Perpustakaan dengan aneka rupa koleksi buku-bukunya. Konon, ruangan ini dulunya dipenuhi dengan lukisan. Pada jamannya lukisan itu menjadi simbol kekayaan sebuah keluarga.

Rumah ini sendiri sudah bolak-balik mengalami kecurian lukisan dan lukisan-lukisan yang dicuri memang bisa diambil kembali. Banyak dari lukisan tersebut kemudian didonasikan ke Galeri Nasional Irlandia. Nah, nampaknya saya harus kembali ke Galeri Nasional untuk mencari satu persatu lukisan hasil curian tersbut.

Peratan melihat serangga yang jadi hadiah perkawinan Marie Antoinette. Di atas alat ini (tak tampak di foto) ada topi yang khusus di buatkan untuk anjing! Horang kaya, anjing pun dikasih topi khusus.

Yang menyedihkan, yayasan yang berkewajiban mencari dana untuk rumah ini setiap tahunnya selalu defisit sekitar setengah juta dolar. Nampaknya, tiket masuk sebesar 12 Euro per orang, acara tahunan Russborough by candlelight serta sumbangan dari pencinta seni tak bisa mendongkrak pemasukan rumah ini. Akibatnya, beberapa lukisan dari rumah ini terpaksa dilelang dan publik Irlandia pun sudah bolak-balik ribut tapi pemerintahnya tak juga mau mendengarkan.

Salah satu sudut yang dipenuhi dengan plaster ukiran.

Oh ya Russborough by candlelight ini merupakan event tahunan dimana semua lilin-lilin dinyalakan dan kita bisa melihat sendiri betapa megahnya rumah ini di malam hari. Saya sangat ingin kembali ke rumah tersebut pada saat acara ini, karena penasaran dengan sebuah jam dinding. Jam dinding di rumah ini semuanya berasal dari Perancis dan ada sebuah jam (mungkin lebih tepatnya semacam termometer) yang khusus menunjukkan cuaca. Kemarin saat saya berkunjung, “jam” tersebut menunjukkan beau temps. Konon, jam ini memang terlihat lebih indah ketika ada lilin-lilin di bawahnya.

Suvenir: kursi. Ini bisa jadi inspirasi buat orang kaya di Indonesia. Kalau kawinan, kasih saja kursi sebagai suvenir. Biar macam raja ratu Inggris lah.

Sayangnya, tur mengelilingi Russborough House ini hanya selama satu jam saja. Bagi saya, tur tersebut tak cukup. Jika diperkenankan saya bisa menghabiskan seharian untuk memeloti semua benda-benda seni berharga yang tak ternilai harganya. Selain itu, saya juga pengen bertemu dengan hantu yang tinggal di rumah tersebut. Hantu tersebut konon sering berpindah-pindah dari kamar nomor satu hingga nomor sembilan. Jadi penasaran.

Bagaimana akhir pekan kalian?

xx,
Tjetje

Cerita menarik tentang rumah ini juga bisa ditengok di sini sementara galerinya bisa ditengok di sini.