Hukuman Mati

Tahun 2008 yang lalu saya pernah menulis tentang hukuman mati di blog multiply. Ketika itu, Sumiarsih dan Sugeng, pelaku pembunuhan satu keluarga di Surabaya dieksekusi mati. Sumiarsih serta anaknya, Sugeng, melakukan pembuhan karena urusan hutang piutang yang hanya puluhan juta; mereka menghabisi sebuah keluaga, termasuk bayi di dalam kandungan, kecuali seorang anak yang kebetulan sedang mengikuti pendidikan militer. Tak hanya melibatkan anaknya, Sumiarsih juga melibatkan suami serta mantunya; saya nggak habis pikir gimana sebuah keluarga bisa merencakana pembunuhan? gimana ngobrolnya? Di Malang, kasus ini menjadi terkenal karena korban pembunuhan dibuang di Songgoriti, sebuah area di daerah Batu; jaman itu Batu masih merupakan bagian dari Malang. Setiap kali melewati belokan tempat pembuangan jenasah, mobil-mobil selalu membunyikan klakson dua kali. Makanya kasus ini lengket banget di kepala saya.

Balik lagi ke postingan saya, Ketika itu saya menuliskan ketidaksetujuan terhadap hukuman mati; apapun bentuknya, baik yang dianggap hukuman mati ‘terbaik’ hingga hukuman mati terburuk. Ada banyak bentuk hukuman mati yang masih dipertahkan diberbagai belahan dunia, dari ditembak, disuntik dipancung hingga dilempar batu. Mungkin hukuman mati yang dijalankan di jaman sekarang dianggap ‘lebih baik’ karena tak ada lagi metode hukuman mati diinjak gajah, metode kursi kejam Spanyol atau metode Inggris hang, drawn and quartered.

Apapun caranya, menurut saya, hukuman mati tak ada yang friendly dan tak ada yang terbaik, semuanya kejam. Karena kekejaman itulah dan pastinya karena penghormatan pada hak asasi manusia yang tercatat pada UN Declaration of Human Rights, terutama atas hak hidup dan hak untuk tidak disiksa, kebanyakan negara-negara maju di Eropa telah menghapus hukuman mati. Sayangnya, Amerika, Asia serta daerah negara-negara Arab masih menerapkan hukuman mati.  Menurut riset saya (baca: googling) Asia justru tercatat sebagai negara yang banyak menjalankan hukuman mati; Indonesia, Cina, Bangkok, Jepang, Malaysia adalah beberapa negara di Asia yang menerapkan hukuman mati.

Kebanyakan orang menganggap hukuman mati menjadi layak ketika pelakunya saat itu terbukti melakukan dosa besar seperti pembunuhan maupun mengedarkan narkoba; di negeri ini korupsi belum atau tidak dikategorikan sebagai dosa besar. Bagi sebagian orang, serta bagi hukum di negeri ini, pelaku kejahatan tersebut layak dihukum mati karena sistem keadilan tak dapat mengampuni mereka (atau karena Presidennya tak mau mengampuni mereka). Berbeda dengan mereka, saya memiliki cara lain melihat hukuman mati. Bagi saya negara sebagai penyedia sistem keadilan tidak berhak menghukum mati, apapun alasannya.

against-death-penalty

Selain itu, hukuman mati adalah siksaan kejam karena orang disiksa secara psikologis untuk menunggu kematian. Dari hari diputuskan bersalah dan dihukum mati hingga hari eksekusi pelaku kejahatan sudah tersiksa dengan ketakutan eksekusi. Kekejaman ini masih ditambah dengan cara eksekusi yang kadang-kadang salah. Silahkan digoogle cerita suntikan mati yang gagal membunuh dengan cepat seorang terpidana hukuman mati di Amerika.

Pengedar narkoba memang kejam begitu juga dengan pembunuh 42 orang, tapi apakah negara perlu berlaku sama kejamnya dengan mereka? Ketimbang menghukum mati, negara harusnya memberikan kesempatan bagi orang-orang yang melakukan kejahatan untuk berubah dan bertobat. Bukankah manusia layak mendapatkan kesempatan kedua? Kalau mau dilihat secara lebih rumit lagi, pengedar narkoba, misalnya, adalah korban dari kegagalan negara untuk menyediakan pekerjaan dan pendidikan yang layak. Banyak Ada kurir narkoba yang mau menjadi pembawa narkoba karena tidak tahu (karena bodoh) dan juga karena miskin. Kemiskinan, menurut saya adalah dosa negara.

Kelemahan lain dari hukuman mati adalah hukuman mati tak bisa ditarik kembali jika ada novum atau bukti baru. Apa jadinya jika seseorang yang sudah dieksekusi di kemudian hari terbukti tidak bersalah karena ada teknologi baru yang bisa membuktikan? Negara tentunya tak akan mungkin membangunkan orang yang sudah dieksekusi dari dalam tanah kubur. Ini pernah kejadian lho.

Hukuman mati selalu dilihat sebagai bagian dari konsep ‘an eye for an eye’, orang yang mengambil nyawa orang lain pantas dicabut nyawanya. Tapi bagi saya, ketika seseorang terbukti melakukan ‘dosa besar’, tidak selayaknya negara melakukan dosa yang sama, hanya demi ‘keadilan’. Gandhi pernah berkata an eye for an eye will make the whole world blind; saya setuju dengan Gandhi. Kamu setujukah dengan Gandhi?

 

Xx

Tjetje

Advertisement