Warga Twitter lagi rame ngebahas bapak-bapak agen asuransi yang ngetweet soal keluarga beranak dua yang bahkan tak punya uang dua puluh juta. Reaksi terhadap tweet ini beraneka ragam, ada yang bisa nyambung tapi juga tak sedikit yang menganggap kurang peka.
Bagi saya sendiri, tweet ini konteksnya kurang lengkap, karena tak menuliskan di mana keluarga ini tinggal, berapa penghasilannya. Jika ini adalah keluarga dengan gaji 100 juta per bulan, tinggal di kota kecil atau bahkan di Dublin, lalu tak punya tabungan tunai dua puluh juta dan tak punya aset, tentunya akan banyak yang mengernyitkan dahi.
Tweet ini tiba-tiba mengingatkan saya pada mereka yang penampilannya glamor, tapi tabungannya kosong dan tak punya dana darurat. Singkatnya, glamor tapi bokek. Tolong dicatat, ini orang-orang yang turun dari mobil mewah, pakai barang bermerek, dan menggambarkan diri sebagai orang sangat mampu, bahkan tak segan mengaku kaya dari keadaan ekonomi papan atas. Orang-orang yang seglamor Hotman Paris (sorry Oom!), tapi kantong miris, dan aset tipis.
Gak di Jakarta, nggak di luar negeri (apalagi di luar negeri), orang-orang model seperti ini banyak banget. Penampilan luar biasa glamornya, tapi tak punya dana likuid. Ini kita gak ngomongin dana likuid dua puluh juta, dana untuk jajan lima ratus ribu sampai sejuta pun engga punya. Separah itu.
Dengan dana tipis pun tapi masih ngotot untuk bergaya, gaul di tempat papan atas yang mahal, tapi beli minum satu gelas untuk semalam suntuk (atau bahkan pinjam gelas orang lain untuk pose di media sosial). Makan tak pernah makan di rumah, repot jajan ke sana sini, ke aneka restoran mewah.
Kocaknya, kalau lagi gaul lalu dimintai bayar tagihan duluan, bisa panik. Apalagi kalau lagi gaul di tempat papan atas. Kan gak mungkin tagihan datang, lalu repot ngumpulin uang, arisan. Biasanya satu orang akan maju duluan untuk membayar. Nah kalau ketemu orang glamor tapi bokek ini, minum kopi doang, atau bahkan minum teh, yang tak seberapa harganya, bisa berakhir dibayar dengan kartu kredit. Ini bukan karena ada diskon khusus, atau bahkan upsize minuman ya. Tapi karena gak ada dana tunai untuk bayar. Iya separah itu.
Itu contoh sederhana, contoh yang lebih kompleksnya banyak. Tapi benang merahnya satu, saldo rekening tipis karena salah prioritas. Beberapa ketika ditanya juga tak segan untuk mengaku ketidakpunyaan akan tabungan, apalagi dana untuk keadaan darurat. Hidup dari satu gaji ke gaji yang lain. Sekali lagi catat ya, tapi gaya hidup terlihat glamor dan cemerlang. Secemerlang piring yang baru dicuci.
Pertanyaan yang sering muncul, kenapa ada keengganan untuk mengubah gaya hidup dan ketidakmauan untuk mengatur keuangan ke arah yang lebih baik? Jawabannya sederhana: tingkat kepercayaan diri yang rendah dan perlu validasi dari orang lain. Prioritas alokasi dana gaji adalah untuk memukau orang lain.
Pada saat yang sama, lingkungan kita (apalagi lingkungan Indonesia ya) memperlakukan orang-orang yang terlihat punya uang dengan cara berbeda. Kalau terlihat terlalu sederhana dicuekin, kalau terlihat glamor walaupun bokek dipuja-puja.
Lalu apa yang terjadi jika ada keadaan darurat? Nah ini yang susah…kalau nggak berakhir pinjam uang, biasanya teman-teman yang tahu persis keadaan ekonomi glamor boongan ini tak segan mengulurkan bantuan. Tentunya ini tak mendidik sama sekali.
Kesimpulannya
Lalu, apa kesimpulan tulisan ngalor-ngidul saya di hari Kamis malam ini? Ada dua, soal memberi bantuan dan soal keterpukauan. Jika ada teman glamor kesusahan, sampai perlu pinjam uang atau perlu sumbangan, tahan dulu duitnya. Jangan dipinjami. Jangan pula sok-sokan baik lalu selalu nalangin mereka. Sekali-kali, suruh bayar duluan. Mereka harus belajar menjadi dewasa dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
Jangan pula merasa rendah diri kalau lihat orang yang teramat sangat glamor, baik itu di media sosial, apalagi di kehidupan nyata (IRL). Begitu satu persatu lapisan kebenaran terkuak, lalu langsung kaget dan tak habis pikir. Gak usah kaget, realitanya, banyak orang-orang glamor yang hidup dari satu paycheck ke paycheck lain, bergantung pada aneka kartu kredit, bahkan tak punya tabungan setengah juta, satu juta, atau dua puluh juta. Manusia itu prioritasnya dan tujuan hidupnya beda-beda.
Terakhir, ini ilmu tante saya tercinta, jadi manusia itu gak usah ngoyo terlihat glamor. Keliatan biasa-biasa aja, tapi kalau mau beli apa-apa, cash keras. Uang tunai pun tak perlu dibungkus dompet kulit bermerek, cukup dibungkus amplop coklat. Ya dibungkus amplop karena dompetnya gak cukup…
xoxo,
Tjetje