Budaya Ospek, Budaya Penjajahan

Dari dahulu saya tak pernah suka dengan yang namanya perploncoan siswa baru. Menurut saya kegiatan ini merupakan penjajahan modern yang dibiarkan oleh institusi pendidikan. Saya tak ingat bagaimana perploncoan jaman SMP dilakukan, begitu pula pada jaman SMA. Namun saya ingat, ketika mendaftar theater di SMA saya diplonco dengan alasan melatih keberanian. Kami didandani seperti orang dengan masalah kejiwaan yang tak terurus, lalu disuruh berjalan dari sekolah ke pusat kota. I did it. Kegiatan tersebut merupakan perploncoan, tapi setidaknya ‘bermanfaat’ karena melatih kami supaya tidak malu dan membuat kami PD tampil di muka umum.

Kegiatan Ospek di Universitas Brawijaya Malang lain lagi. kami diberi tugas konyol seperti mencari air kemasan merek tertentu dalam waktu sehari. Bersama mama, saya keliling Malang mencari air kemasan ini dan setelah beberapa toko kami berhasil menemukannya di sebuah toko kecil di dalam alun-alun kota Malang. Tak cukup itu, kami juga harus membuat tas dari karung yang dihiasi tali rafia yang dijalin empat (kepang). Jadilah saya dan mama repot mencari tahu bagaimana cara membuatnya. Jaman itu belum ada youtube, kalaupun sudah ada kami belum kenal. Internet juga mahal dan lambat. Coba apa nilai yang bisa diambil dari membuat tas karung ini selain buang waktu, energi dan juga uang?

Saya tak ingat makanan apa yang kami harus bawa, tapi teman-teman yang diterima di jurusan Teknik Brawijaya, tak hanya rambutnya harus dipotong 3-2-1 a la militer (yang pria), mereka juga hanya diperkenankan membawa nasi, telur rebus dan seiris timun. Saya berbaik hati (dan sok PD) merebuskan telur untuk seorang teman. Ternyata telur saya tak matang, jadi ketika giliran makan siang tiba, telur rebusan saya sukses meluncur membasahi nasi putih Ah kasihan teman saya yang sudah disuruh lari dan dijemur di bawah matahari harus memakan ‘nasi basah’.

ospek ITN

Setelah sukses mengumpulkan seluruh barang ajaib tak berguna ini, kami diwajibkan datang pagi, sekitar pukul 05.30 ketika matahari masih sembunyi malu-malu. Semenjak datang bisa diduga kami hanya dijemur, diteriaki dan dibentak-bentak oleh para senior yang merasa paling hebat sedunia. Kakak kelas yang mencoba menunjukkan kekuatannya melalui pita suaranya.

Puas membentak para adik kelas, kami pun diarahkan untuk upacara di depan kantor rektorat. Saya yang sudah mulai kepanasan minggir, tak kuat panas. Kebetulan jaket saya ditandai oleh pita hitam sebagai tanda kurang fit. Pita hitam sendiri didapatkan setelah menyerahkan surat dokter dan surat dokter ini diberikan oleh Bapak teman saya. Saya memang berpura-pura, jadi tukang tipu, demi melindungi diri agar tidak mendapatkan siksaan, baik fisik maupun siksaan batin. Jadilah saya dimasukkan ke dalam ruang kesehatan bersama seorang mbak yang baru kena thyphus. Giliran makanan dibagikan, saya (yang pura2 habis thhypus) makan dua bungkus dan si mbak nggak napsu makan. Sementara saya asyik makan di ruang kesehatan, teman-teman saya diteriakin tak karuan di lapangan, bermandikan terik matahari. Push-up kamu dik!

Keesokan harinya, saya tak datang ke ospek dan baru muncul di kampus ketika kegiatan perkuliahan dimulai. Bahkan ketika ospek jurusan pun saya absen, padahal saya sudah bayar. Modus pengumpulan uang untuk ospek jurusan ini dengan cara mewajibkan seluruh mahasiswa yang registrasi untuk membayar, saya ingat betul karena seorang teman berhutang kepada saya untuk membayar kegiatan ini. Rumor intimidatif yang beredar di kalangan mahasiswa baru (MABA), yang tidak ikut ospek dan ospek jurusan nggak akan bisa maju sidang skripsi. Nyatanya, itu cuma omong kosong, saya masih bisa lulus dan bisa kerja di tempat yang tak memerlukan bentak membentak. Jadi para MABA, kalau ospek Brawijaya masih nggak mutu, nggak usah ikut.

Itu cerita ospek saya lebih dari sepuluh tahun lalu. Harusnya, banyak hal sudah berubah setelah sepuluh tahun. Sayangnya, belum banyak yang berubah. Di kampus tetangga, seorang mahasiswa baru asal Mataram tidak bisa menceritakan kegilaan dan kesemenamenaan seniornya. Si Mahasiwa berpulang, tak jelas apa penyebabnya, tapi beredar foto-foto kekejaman. Ada tulisan yang mengatakan ia kemungkinan dehidrasi, lha gimana gak dehidrasi kalau minum dibatasi. Ospek seperti ini kadang hanya menjadi ajang penyiksaan makluk lain. Eh maaf aja, ngakunya beragama, MAHAsiswa, terdidik, tapi suka nyiksa orang?

ospek

Kisah kematian mahasiswa ITN itu bukan satu-satunya kisah kematian mahasiwa baru, banyak sekali penyiksaan yang dilakukan kepada junior atas dasar senioritas. Menteri Pendidikan maupun kepala sekolah, rektor dan para kepala jurusan membiarkan semua kekerasan itu terjadi. Para professor ini, mengenyam pendidikan tinggi, sekolah bertahun-tahun, tapi sayangnya tak pernah paham bahwa kekerasan bukanlah tradisi yang harus dipelihara & mereka, sebagai pendidik, punya peran penting untuk menghentikan hal tersebut. Jadi kalau kekerasan di negeri ini masih bermunculan, tanyalah pada pak rektor, pak guru, pak kepala sekolah, pak dosen juga bapak kepala jurusan yang memelihara bibit-bibit tersebut. Merekalah yang paling bertanggung jawab atas disabilitas, gangguan psikologis dan juga kematian pada para mahasiswa baru.

Jadi para profesor dan pendidik, kapan kalian mau bikin ospek yang 100% mendidik, tanpa penganiayaan fisik dan mental?

xoxo
Tjetje
Advertisement

12 thoughts on “Budaya Ospek, Budaya Penjajahan

  1. Seandainya dibuatkan payung hukumnya (dari pemerintah) dengan melarang segala jenis opspek yang mengarah ke penganiayaan fisik dan mental, dan lebih diarahkan ke pengayaan intelektual mahasiswa baru … tentu tidak akan terulang kisah-kisah pilu seperti ini.

    • Sayangnya para Profesor yang memimpin institusi pendidikan pemikirannya belum sampai sana. Yang saya tahu Binus sudah cerdas orientasi Maba-nya. Semoga bisa ada perubahan, biar tak ada nyawa yang hilang lagi.

  2. Soal ospek aku inget gak ada angkot sepagi itu dari kost yang agak jauh dari kampus. Ada seorang ibu naik mobil lalu berhenti trus aku disuruh naik. Baik banget. Sampe gerbang kena bentak-bentak deh. errrr….

  3. Hi Mbak, ternyata alumni Brawijaya Malang juga? Hehe, saya juga. Dulu juga sempet ngalami ospek yang disuruh dateng jam 5 pagi, rambut harus kepang dua pake pita kuning, bawa tas karung, bawa benda2 ga penting yang susah nyarinya, dan dibentak2 pula. Sampe sekarang masih gak ngerti sih esensi & tujuan membentak2 ini apa. Kalo untuk menempa mental gak gitu juga kali caranya. Tapi ga tau juga ya, di Brawijaya sekarang masih ada gak , ospek yang model begitu. Harusnya udah gak lagi ya, kuno.

  4. PTS Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, sepertinya telah cukup menjadi teladan bagi kampus lainnya yang agamis maupun non-agamais juga untuk orang-orang yang ngakunya beragama. Setidaknya tidak ada lagi istilah ospek, yang ada hanyalah ‘taaruf’ perkenalan dalam bingkaian workshop dan hiburan edutaiment. Justru yang mengerikan ialah institusi PTN yang sampai saat ini masih banyak meninggalkan jejak kekerasaan yang belum tahu kapan akan berakhir.

  5. Misi nimbrung, saya dr umy nih angktn ’12. Univ yg mbak nasa sebut. Memang namanya diubah jadi mataf (masa ta’aruf) atau masa perkenalan. Tapi masih sama aja ada disuruh bawa barang tetek bengek, pki kaus kaki inilah itulah, tas (dr kardus, tempat sampah, karung), pki atribut yg gak jelas juntrungannya. Itu dg alibi melatih kemandirianlah, tanggung jawab, tata tertib, biar tau Jogja dll, pdhl tau gak itu semua bs ngabisin sampai sejutaan buat yg gak guna. Buang waktu kita. Harusnya isilah dg pengenalan ttg kampus, jurusan, dosen, aktivitas kampus yg lbh mendalam. Jd mba lbh tau ttg program yg diambil, prospek dll. Harus diingat gak semua maba itu dr org berada, awal masuk univ adlh awal pengeluaran yg besar. Jgnlah ditambah beban lg bwt kayak gitu. Ini sepengalaman yg saya alami. Bukan bermaksud menjelekkan tp utk membuka mind set pd pihak yg terkait. Sudh gak jaman macam gituan, harus lebih inovatif n mendidik. Nuhun 🙂

    • Halo Tyo, saya setuju sekali bahwa kegiatan ospek, ataupun masa taaruf itu konsepnya masih perlu disempurnakan supaya kegiatannya lebih positif dan nggak buang2 uang. Kenapa ya nggak ada gerakkan serentak dari mahasiswa baru untuk menolak ‘penjajahan’ ini. Kapan mau majunya negeri ini kalau institusi pendidikan masih bermental menjajah…

  6. Karena mental para mahasiswa termasuk yg baru masih ngerasa klu gak ada ospek (dg atribut seabrek dll) itu bukan penyambutan yg ngehitzzz. Dr sudut maba mau nolak jg susah (cm segelintir) krn panitia (senior) punya backingan dibelakang (institusi). Hanya segelintir yg berpikiran ini gak guna. Yg pemikiran begini biasanya mah males ikutan ngurus hal yg gak guna gini, prefer langsung keluar ke masy. Toh ikutan kayak gini cm tenar dan muter muter aja dilingkungan kampus (buat ajang mahasiswa senior unjuk gigi biasanya *huek).

Show me love, leave your thought here!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s