Etika Mengunggah Foto

Semenjak kehadiran media sosial dan telephone genggam pintar, fotografi yang sudah menjadi bagian dari kehidupan kita (dan seringkali diasosiasikan dengan hobi mahal), berubah menjadi hobi yang bisa diakses semua orang. Fotografi menjadi media untuk berbagi, tak hanya momen baik dalam hidup, tetapi juga momen yang penuh kesedihan, dari kelahiran, kesakitan, hingga kematian. Sayangnya kemudahan mengambil foto tidak dibarengi dengan etika untuk menghormati orang lain.

Kelahiran di banyak negara, atau bahkan semua negara, dirayakan sebagai momen yang membahagiakan. Bagi orang tua baru (maupun tante baru seperti saya), mengabadikan setiap momen dan membaginya di sosial media kemudian menjadi hobi baru. Tak ada yang salah dengan berbagi foto bayi-bayi paling lucu sedunia tersebut, asal gak terlalu sering dan gak bikin orang muak, tetapi seperti pernah dibahas Mbak Yoyen disini, hobi baru ini membuat lahirnya sharent, sharing parent. Menurut pendapat saya, ada kecenderungan orang tua jaman sekarang kebablasan dalam mengunggah foto anaknya ke dalam media sosial dan lupa bahwa anak-anak ini juga punya privacy yang harus dihormati. Nggak semua orang tua tentunya, hanya sebagian. Saat mereka masih kecil, mereka tak punya suara untuk protes foto-fotonya diunggah demi kesenangan orang dewasa melihat perilaku anak kecil, tapi ketika mereka sudah besar, menjadi valedictorian, artis ternama, atau menjadi apa saja, akan ada momen dimana mereka merasa malu fotonya sedang bertelanjang ikut kontes bedak bayi beredar di sosial media dan googleable. Foto-foto yang seringkali tak bisa dengan mudahnya dihapuskan begitu saja, tak hanya karena the rights to be forgotten belum eksis di Indonesia, tapi juga karena jejaknya bertebaran dimana-mana, dari blog hingga email pengikut blog.

Over-Sharing

Bahaya yang ditimbulkan dari pamer foto secara berlebihan tak hanya timbul di masa depan, tapi juga ada di masa ini. Tak cuma penjahat kelamin yang mengincar foto anak-anak, tetapi juga musuh dari orang orang tua. Awal bulan Mei lalu, saya berkesempatan bertemu dengan seorang pengamat media yang mengajarkan betapa mudahnya melakukan profiling orang, bahkan kita bisa segera tahu keluarga dan anak-anaknya mereka yang mereka letakkan ke dalam ranah publik. Informasi tentang sekolah, rutinitas, dan aktivitas anak-anak lainnya bisa dengan mudahnya dikumpulkan dari Facebook, Twitter, Instagram, Path ataupun media sosial lain milik orang tuanya. Dampaknya, anak-anak itu akan sangat mudah menjadi sasaran kejahatan dan sekali lagi, orangtuanyalah yang meletakkan mereka pada posisi yang cukup berbahaya.

Selain kelahiran, momen sakit dan kematian juga menjadi momen yang seringkali dibagi. Foto orang sakit dalam kondisi yang sangat rapuh dengan berbagai selang dan alat oksigen terpasang misalnya dengan seenaknya dipasang di media seperti Facebook lalu dilabeli dengan seratus nama orang teman-teman si sakit. Lucunya, semua orang akan mengucapkan cepat sembuh di media sosial tersebut, bukan kepada yang sakit secara langsung. Bagi saya, foto orang sakit ini tak etis dipamerkan, kecuali jika mereka yang sakit memang menghendaki.

Jika foto orang sakit dapat mudah diturunkan ketika sang empunya melihatnya, tak begitu dengan foto jenasah. Mereka yang meninggal, baik yang mengalami kecelakaan, sakit maupun bencana lainnya, seringkali fotonya diumbar, tak hanya di media sosial saja, tetapi juga di media massa (biasanya media massa murahan yang melakukan hal tersebut dan sebaiknya media seperti itu tidak dibaca). Sudah sewajarnya kalau foto jenasah tidak dipasang, selain urusan persetujuan, ada juga urusan kepantasan. Bukan karena mati itu tidak pantas, tetapi saat kematian adalah saat yang paling rapuh, baik bagi keluarga maupun orang tersebut, tak selayaknya kalau kita berlomba-lomba mencari jempol like dan komentar dari foto-foto tersebut. Ketika suatu hari saya nanti meninggal, saya tak akan ingin foto saya diumbar seperti itu, makanya jika ada foto seperti itu bertebaran, saya tak segan melaporkannya. Kalaupun ingin mengabarkan kematian, tak cukupkah dengan menggunakan kata-kata? Jika dirasa tak cukup, kenapa tidak menggunakan foto terbaik dari almarhum?

dead body

Selain foto-foto yang disebut di atas, saya baru-baru ini melihat seorang so-called travel blogger yang mempublikasikan karya-karyanya di pinggir pantai, memotret perempuan-perempuan yang sedang mengenakan bikini, berjemur. Foto-foto tersebut saya yakin diambil dengan cara diam-diam lalu dipublikasikan tanpa sepengetahuan sang empunya badan. Saya tak ingat nama blognya karena saya begitu jijik dengan perilaku itu dan segera menutup blog tersebut. Sungguh tak elok dan tak pantas mengambil foto tubuh perempuan untuk kemudian diumbar untuk menyenangkan mata. Dimana nilai edukasi dan pengetahuan yang bisa diberikan seorang blogger kepada pembacanya? Saya tak sempat melihat lebih dalam blog tersebut, tetapi kalau ada satu iklan saja di blog tersebut, saya tak segan menuliskan surat protes terhadap produk tersebut, karena produk tersebut secara tak langsung memperbolehkan blogger pervert untuk mengiklankan produknya.

Sebagian dari kita tak lahir sebagai generasi Y, generasi yang tumbuh dengan sosial media, otomatis banyak dari kita yang gagap dengan segala teknologi baru ini. Tapi saya yakin, generasi Y yang besar dengan sosial media pun juga banyak yang tak paham dengan etika dan sosial media. Oleh karenanya mari kita sama-sama belajar untuk menjadi individu yang lebih baik dan lebih menghormati tubuh serta muka orang, dari mulai yang masih kecil, hingga yang besar. Dari yang masih hidup hingga mereka yang sudah meninggal dunia. Menjadi orang tua, juga bukan berarti bisa semena-mena mengumbar foto-foto anaknya ke dalam dunia maya.

Tell me, selain foto di atas, foto apa yang paling sering diunggah dan mengganggu pemandangan di sosial media?

Xx,

Tjetje

PS: yang berminat kartu post dengan perangko special dari Irlandia boleh tengok IG saya: binibule.

Advertisement

73 thoughts on “Etika Mengunggah Foto

  1. Kemaren ada kenalan aku yang baru putus sama pacarnya. Trus posting foto dia sama temen ceweknya tapi pose2 sexy gitu dengan kata2 “sekarang udah jadi lesbian” duh…….

    Yang pose sakit plus meninggal dan kuburan kadang2 aku agak2 gimana juga sih 😦

  2. ya, aku jadi berteori kalau (banyak) org Indonesia utk (banyak) org Indonesia, berbagi itu lebih didahulukan dibanding bernapas.

    Kalo aku mencakup penyiksaan binatang juga sih Mbak, bencii banget kalo org udah sharing foto binatang kesiksa.

  3. duuuh kemarin gw lihat ada yg sharing di facebook poto alm.si cantik dedek Angelina.. dua poto dijadiin satu berdampingan, sebelah kiri poto yang masih hidup dengan senyuman manisnya, dan satu lagi foto beliau yang sudah tidak ada dan diatas tempat tidur dengan tubuh yang sayapun tak tahan melihatnya, hanya bisa report ke FB klo poto itu ga pantas..

  4. Untuk mengatasi kayak gini sih sebenernya harus dimulai dari diri sendiri ya mbak. Aku punya anggota keluarga yg banci social media banget, apa2 kalo ada acara keluarga pasti dia jadi “juru foto” (maksudnya abis foto langsung upload di socmed tanpa difilter dulu). Kalo aku lg nggak mau difoto, aku langsung bilang sama dia. Biasanya sih berhasil ya mbak.

    Masalah sharing2 ini emang menarik sih. Apalagi yg orangtua yg suka fotoin anak2nya dlm berbagai pose termasuk fotoin lg mandi… Kaga nyadar apa, diluar sana sexual predators pada berkeliaran? Plus pada gak nyadar ya kalo informasi yg kita masukin di internet tuh gak akan pernah ilang dr dunia maya walaupun sewaktu2 kita hapus, bisa jadi bbrp tahun dari sekarang si anak nemuin foto masa kecilnya di socmed atau dia jadi bahan bully karena appearance dia waktu kecil?

    Atas dasar itu, aku udh janji ama diri sendiri kalo punya anak nggak mau asal naro foto2 mereka di socmed karena aku percaya sejak mereka lahir mereka udh punya hak privasi… Bukan berarti mereka belom bisa ngomong terus orangtuanya shamelessly masukin foto2 dia ke socmed.

    • Iya Chrystal foto2 itu masih bisa ditemukan gak bakal bener-bener bisa ilang. Sama, guwe juga gak mau masukin foto-foto anak ke sosial media. Setelah aku dikasih tahu cara profiling dengan mudah, aku jadi ngeri sendiri.

      • Profiling itu gampang bgt mba, karena tiap orang ada polanya. Kalo yg jago pasti bisa memetakan kegiatan sehari2 orang tsb. Kan serem.

      • Iya Crystal & Tjetje. Karena sadar orang gampang profiling kita berdasarkan digital footprint, aku stop dan hapus account di Foursquare. Sekarang paling hanya pake geotag di Instagram kalo lagi liburan atau jalan-jalan.

        Lagian ngapain juga tiap hari check-in di kantor, toch memang jadwalnya kesitu kan? 😉

      • Kalo dulu sih pas masih ada badge, biar sering dapet badge, mbak. Hehehehe…

  5. Aku paling sebel foto2 orang meninggal yg disebar itu, Mbak. Dua tahun lalu tetanggaku ada yg meninggal hanyut di sungai pas rekreasi, pas jenazahnya sampe rumah, lgsg temen2 sekolahnya ngambil foto dan video jenazah. Pdhal udah dimarahin sama orang2 tua di situ, tapi tetap aja mereka… I don’t even know what to say…
    Ttg travel blogger itu, aku gak tau yg mana, tp memang bikin jijik ya kalo ngambilin foto2 orang berbikini begitu. Nyinyir aku jadinya haha 😁

  6. Foto yg “difungsikan” sebagai pengumuman kehamilan di media sosial:
    1) Foto USG scan, lebay dan tidak etis karena USG scan walau
    bagaimana pun adalah medical record.
    2) Foto pregnancy test pack yg udah ada hasilnya, agak lebay
    3) Foto perut telanjang saat buncit hamil, lebay.
    Menurutku ada banyak foto yg lebih santun/etis daripada 3 jenis foto di atas, atau kata-kata saja sudah cukup.

      • Bisa juga.. Satu hal lagi, aku bilang posting test pack itu agak lebay (harusnya kutulis lebay aja) karena selain bagian dari tes kondisi medis pribadi, juga jijik kan abis kena urine.

    • Mba em…setuju banget..ini adalah salah satu nasehat mamakku waktu aku hamil. Jangan umbar2, hamil itu ga usah terlalu heboh…kalem2 aja. Makanya ga ada tuh namanya unggah hasil usg apalagi hasil testpack. Its a big no for me, karena pamali kata si mamak.

    • Nimbrung, aku dari dulu juga ga nyampe mikirnya kenapa orang2 ini upload hasil testpack dan foto USG disocmed. Harusnya dengan kata2 kan cukup kalau memang niatnya mau kasih tau. Ga semua orang punya waktu juga melototin hasil USG yg dishare, ga semua juga ngerti gimana cara lihatnya.

  7. Yang lebih miris foto orang tua, anak, atau keluarga sakit. Makin sedih liatnya, upload foto temen sakit aja kasian apalagi keluarga sendiri coba?

  8. gambar2 orang tersiksa/ disiksa dri sumber berita ga jelas, ini banyak banget. Sahabat saya curhat sempat protes yg share link berita dg gambar2 tak pantas itu tp si empunya timeline FB cuek aja bahkan mreka beradu di FB soal kepantasan ini. Saya lagi giat2 nya ngasih advice ke sodara&kawan terdekat soal sharent/ posting foto2 di socmed saya kirimin artikel2 terkait ini, kayak postingan ini juga insha allah bakal saya share viA watsapp ke teman&kerabat jadi skalian saya permisi ijin dulu mbak tjeje 🙂

  9. aku juga ga suka liat foto orang sakit, apalagi foto jenasah, khususnya korban kecelakaan. waktu kejadian air asia beberapa waktu lalu ada teman yg (entah dia dapat dari mana) bisa posting foto proses evakuasi jenasah dari laut. langsung aku komplen ke temenku itu, syukurlah ga lama dia hapus postingannya walopun udah ada beberapa orang yang liat (termasuk aku). satu lagi, foto testpack yg nunjukin positif hamil, aku jijay karena itu kan bekas kena pipis.

    • Nah media Indonesia tuh salah satu yang ngeluarin foto-foto jenasah Air Asia, kalau gak salah sempet rame juga secara internasional karena gak etis. Sekarang mah kalau ada yang begitu-begitu komplain aja langsung ya.

  10. Saya paling shock waktu lihat ada foto jenazah yang akan disemayamkan dipajang jadi profil picture BBM.. pun versi close up

    ngga etis dan bikin kaget njondhil..

  11. Aku kurang suka foto-foto kekejaman/orang tersiksa yang tidak disensor. Atau foto-foto hasil editan yang membuat merinding, hahaha :lol:.

    Begitulah, etika untuk mengunggah foto. Benar-benar sebuah permasalahan akibat majunya dunia dengan era digital dan socmed sekarang, haha

  12. Salam kenal Tje..
    Sebelum baca post kamu yg ini, aku baru aja nulis komen agak keras di facebook untuk kerabat yang tega-teganya ngupload dan ngeshare foto-foto mamaku yg 3 minggu lalu meninggal, dalam keadaan sudah dikafani.. Mungkin maksudnya baik, mau kasih tau kerabat-kerabat lain di luar kota, tapi emangnya kurang cukup kalo dinarasikan dengan kata-kata aja?? tega banget hiksss 😦 😦

    Foto lain yang juga ganggu banget : capture harga barang yang baru dibeli atau saldo ATM hihhhhhhhh

  13. paling ga suka lihat foto korban Mba, bencana alam atau kecelakaan, sebaiknya kalau menurut saya tidak usah di share

    sama ada satu lagi, foto selfie di social media, kalau sesekali ngga papa sih, tapi kalau keseringan kan males liatnya 🙂

  14. Kalau saya pribadi, melihat foto orang yang sakit dengan sejuta selang infus terus keluarganya berpose di dekatnya terus difoto dan diunggah ke Instagram itu agak… gimana, ya, membuat hati nggak nyaman, Mbak *tsaah bahasanya*. Dulu pernah juga ada teman yang unggah foto acara Ngaben pas prosesi memandikan jenazah ke Facebook, bukannya bagaimana tapi saya malah jadi agak risih :hehe :peace.

    Saya juga harus melihat-lihat sih, apa dulu ada postingan yang tak pantas yang sudah saya unggah. Siapa tahu ada, kan… tapi sejauh ini seingat saya cuma ada foto narsis saya di beberapa objek wisata :haha, itu pun terkunci rapat di Facebook (kecuali beberapa yang saya masukkan di blog :hehe).

    Oh iya, saya pernah dengar, kalau mau foto yang objeknya orang, sebisa mungkin minta izin dulu dan jangan candid meski jatuhnya candid. Kalau kepengin candid, bilang dulu sama orangnya kalau mau difoto cuma nanti fotonya candid *lah ini gimana dong ya*. Pokoknya minta izin, soalnya kalau tidak salah potret orang ada hak ciptanya :hehe :peace.

  15. Makasih Tje mention artikelku diatas. Aku sekarang jadi semakin hati-hati kalau bercerita sisi negatif dari oversharing ini. Yang pantas ngga pantas itu sangat personal. Biasanya kalau aku rasa melewati batas aku kasih tahu risikonya. Setelah itu terserah orangnya mau ikut atau ngga.

    Kebablasan ini dan pengaruh sekeliling juga bisa jadi satu faktor kenapa ada orang yang share semua-muanya. Bukan hanya foto sendiri tapi juga foto orang lain ya. Sayangnya hal seperti ini sudah dianggap biasa. Makanya kamu bagus tulis ini supaya orang bisa baca.

    • Sama-sama Mbak Yoyen. Aku gak terlalu ngeh bahayanya sampai diajarin profiling, ternyata dalam setengah jam hidup orang bisa keumbar semua. Memang pilihan, tapi rasanya aku lebih nyaman kalau korban privacy tapi berguna bagi banyak orang, macam Waze, lokasi ketahuan dimana, tapi banyak org dapat manfaat.

      • Iya, profiling dan digital footprint ini yang bikin aku was-was untuk keselamatan anak-anaknya sharents. Lebih baik kan mencegah daripada terlanjur ya.

  16. Waktu itu sempet rame-rame foto self-cutting, dari orang patah hati sampai pas si zayn malik keluar dari 1d. Pengen banget aku bilang ‘kurang dalem tuh’. Takutnya ada yang liat dan jadi trigger gitu, kan biasanya jadi lebih parah 😦

  17. Jadi maluuu, dulu pas hamil aku salahsatu yg upload testpack USG dan perut buncit. Oh nooo ternyata itu annoying ya buat oranglain, maafkaaann *reminder*
    Aku yg sampe melongo pas liat video melahirkan, dia upload sendiri di akunnya. Walo arah kamera dr kepala si ibu, tapi tetep aja itu gak pantes rasanya buat dishare

  18. Aduhhh mbak makasih postingannya jadi pengin nurunin semua foto Dari sosmed hehe. Aku kontrolnya ada di suamiku mbak, mungkin karena bule ga senarsis kita apa ya, suami yg sering ngingetin terus jangan upload foto kalo ga perlu banget. Walhasil emang agak jarang sih pamer foto anak atau foto diri. Seringnya pamer foto makanan. Paling serem kalo lagi scrolling timeline tiba2 ada foto aneh2 yg udah dibahas di atas itu, ampe bikin ga bisa tidur! Doh.

  19. Foto jenazah itu yang paling gak etis menurutku mba Ai. Aku pernah liat malah anggota keluarga terdekatnya sendiri yang upload foto jenazah kerabatnya di media social 😦
    Foto-foto korban bencana alam juga bikin serem liatnya. Kalo satu dua mungkin masih gak masalah, tapi kalo banyak banget yang diupload jadi sedih liatnya 😦
    Ada satu lagi yang menurutku gak pantes di share, tapi ini kategorinya bukan foto sih mba Ai, lebih ke gambar. Screencapture berantem sama pacar atau orangtua atau saudara. Duh, kan itu bukan konsumsi publik. Kenapa mesti di share ya?

  20. Aku dulu pernah liat di Path ada cucu yg posting foto jenazah neneknya yg meninggal pas lagi tengah malem ampe ketakutan sendiri. 😰 apa2an sih ky begitu.

    Trus – ortu yang bikinin balitanya a fb account. Really?! Seriously?!

  21. Setuju banget Mba untuk foto sakit dan kematian yg nggak layak dipublikasikan. Ada lagi foto yang mengganggu. Foto luka, atau penyakit, atau gambar2 yg merusak nafsu makan. Sungguh nggak paham apa yang ada di otak orang yang ngepost waktu menggunggah foto begitu.

  22. Pingback: Tentang Bersosial Media | Dream Bender

  23. Saya gak suka liat foto kena musibah mengerikan, bahkan beritanyapun saya gak baca. Seperti kasus Angelina, teman2 ramai membicarakan, tapi saya tak reken.
    Beberapa foto lebay saya juga gak suka, kayak pamer yang sifat hedon gitu.

  24. aku mba, paling jijik liat foto di fb ‘maaf’ posting foto ke**luan pria, sumpah jijik banget langsung di close posting mau d remove pertemanan kan nanti wall dia kebuka terus keliat lagi…mana temen deket waktu di SMA lagi yang posted ‘ga sanggup jijik’ ga pantes di liat juga, ada lagi temen kuliahku share foto ‘maaf’ potongan2 gambar berhub ba**n …[ ini nulisnya aja ga sanggup, rasanya malu ga pantes d ceritain, tapi semoga pihak pendiri facebook udah bikin pemblokir otomatis buat yang share foto-foto ga layak itu] foto itu di posted sekitar taun 2007 atau 2012 an, lupa….mungkin sekarang kalo ada yang post foto ga layak gitu mungkin system di fb sudah ada filter pemblokir akun

  25. Aku kemaren gemesssss… banget sama sodara yang foto2 semua karangan bunga waktu alm bapakku meninggal trus di upload di FB.. ditambah juga profil /biodata alm dari muda sampai akhir hayat. Mungkin kelihatannya sepele ya, tapi entah aku gak nyaman banget mbak. Trus dia gak minta ijin dulu juga…
    Kalo foto usg, test pack… udalahhh, ampe kenyang liat begituan. Geliiiii.. hihihihi

  26. foto-foto yang menjijikan mbak, dipasang di fb, entah berdarah-darah, makanan yang sudah hueeeks asal deh pokoknya. aku sebel banget kalau ada orang pasang begitu. memang yang punya perut “nggak kuatan” nggak punya hak buat dapat pemandangan yang nggak bikin traumatis. nggak etis lah hal kayak gitu langsung share tanpa pertimbangan gimana orang lain bakal terganggu atau nggak

  27. Pingback: Tentang Bermedia Sosial |

Show me love, leave your thought here!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s