Suatu ketika, seseorang berkunjung ke kost saya. Sambil ngobrol, yang bersangkutan bertanya-tanya tentang fasilitas kost. Saya tak segan memberitahu apa saja fasilitas kost. Ketika ditanya berapa ongkos sewa, dengan sopan juga saya jawab. Kesalahan besar, karena ternyata muncul pertanyaan atau lebih tepatnya pernyataan: “Wah Mbak gajinya pasti [menyebut angka] ya? Kalau gaji cuma [menyebut angka lagi} nggak bakalan bisa tinggal di kost-kostan seperti ini.”
Tak cukup dengan bertanya gaji saya, dalam sebuah kesempatan yang lain, baik orang yang sama dan juga orang lain bertanya “Wah gajinya Masnya pasti segini ya [menyebut angka lagi!], kok bisa bolak-balik ke Irlandia terus”. Saya tak menjawab pertanyaan tersebut, hanya tersenyum sambil membatin, ini orang mulutnya bener-bener minta dicabein ya.
Pertanyaan reseh tak berhenti disitu, masih ada pertanyaan berapa uang bulanan yang saya terima dari pasangan setiap bulannya. Agak aneh sebenarnya karena jika mereka bisa mengambil kesimpulan jumlah gaji saya, tentunya bisa tahu bahwa gaji saya cukup tanpa perlu minta uang pada pasangan. Tapi agaknya ada keharusan di dalam masyarakat supaya perempuan minta uang bulanan pada pasangan. Waaaaah kalau sudah berdebat soal ini, makin panjang dan buntutnya diakhiri dengan nasihat: jangan mau rugi kalau punya pasangan orang asing. Nampaknya bagi sebagian orang hubungan percintaan tak berbeda dengan hubungan dagang. Perempuan mesti menukar cintanya dengan rupiah atau bahkan Dollar dan Euro supaya tidak mengalami kerugian. Ilmu dagang cinta rupanya.
Tak hanya saya yang ditanya tentang gaji, Ibunda saya juga tak ketinggalan. Bukan ditanya gaji beliau, tapi ditanya gaji saya. Suatu ketika ada kenalan lama yang saya bahkan sudah lama tak bertukar kabar yang bertanya tentang gaji saya pada Mama. “Tante, gajinya Mbak Ail {menyebut angka} ya?”. Dasar mama saya, pertanyaan itu diiyakan saja. Perkara gaji saya di atas atau di bawah angka yang disebut tak penting. Yang penting sang penanya diam.
Saya perhatikan, di sekitaran kita, bertanya tentang gaji (dan juga sumber-sumber pendapatan lainnya) kadang-kadang menjadi hal yang tidak tabu. Padahal pembicaraan tentang uang dalam situasi tertentu seharusnya menjadi rahasia dapur masing-masing. Dalam situasi tertentu lho ya, dalam banyak situasi berbicaraan tentang gaji bisa menjadi pembicaraan yang penting dan justru perlu ditanyakan. Tabu atau tidaknya pertanyaan tentang gaji bergantung pada satu hal: tujuan dari pertanyaan tersebut. Nah kalau pertanyaan-pertanyaan di atas, apa pentingnya orang lain tahu tentang besarnya gaji saya, apalagi pasangan saya?
Menebak besarnya gaji orang lain bagi saya berkorelasi dengan pelabelan apakah orang tersebut mampu secara ekonomi atau tidak. Pengasosiasian ini kemudian berkaitan dengan kotak-kotak sosial. Mereka yang lebih mampu atau setidaknya dianggap lebih mampu karena bisa menunjukkan simbol-simbol kekayaan secara otomatis ditempatkan dalam kelas sosial yang lebih tinggi, sementara yang kurang mampu diletakkan dalam kelas sosial lain.
Di Indonesia, seringkali pengelompokan ini menjadi ‘penting’ karena berkaitan dengan penghormatan dari orang lain. Mereka yang penghasilannya lebih tinggi lebih dihormati karena dianggap berlebih, sementara mereka yang penghasilannya di bawah seringkali tak dipedulikan. Ya harap dimaklumi saja, kesenjangan di negeri kita memang masih sangat tinggi.
Pengkotak-kotakan ini seringkali menimbulkan ketidaknyamanan. Baik yang ditempatkan di kelas social yang lebih rendah maupun yang lebih tinggi. Yang lebih kaya misalnya, seringkali dihujani dengan berbagai permintaan, dari yang paling remeh seperti minta traktir hingga meminta bantuan dan pinjaman uang. Sementara yang ekonominya dinilai lebih rendah seringkali kurang dihormati karena dianggap tak mampu secara ekonomi.
Tapi dalam pertemanan, sepenting itukah mengetahui gaji orang lain? Besar atau kecilnya gaji tak bisa sekedar dilihat dari banyaknya angka nol saja, tapi juga bergantung dengan komponen lain seperti besarnya kebutuhan dan pengeluaran mereka. Lagipula apa pentingnya sih nanya gaji orang, kalau ingin berteman ya berteman sajalah, tak perlu tahu berapa banyak isi kantong saya, apalagi kantong pasangan saya. Eh tapi barangkali konsep pertemanannya seperti konsep usaha dagang, supaya tak merugi, apalagi jika butuh pinjaman.
Bagaimana dengan kalian, pernah ditanya tentang besarnya gaji kalian?
xx,
Tjetje
Ini masalah riskan ya mbaa.. Aku bbrp kali ditanya soal gaji ini.. Katanya, kok suka shopping, pasti gajinya gedee… Huwahahahaha.. Cuma bisa nyengir ajaa.. Biasanya aku jawab, pokoknya cukup buat bayar ini itu, nyicil ini itu, beli ini itu..
Ih reseh bener.
iya pernah, apalagi kerja di jakarta yang katanya gajinya banyak duh. Lucunya sahabat saya ngasih tahu nominal gajinya tanpa saya minta dan agak memaksa minta dikasih tau nominal gaji saya tentu saja saya tak sebutkan. Ibu saya juga kakak2 saya sampai detik ini tidak pernah bertanya berapa gaji saya, saya pun tak pernah sebutkan.
Gajinya banyak memang kalau dibandingkan orang daerah, tapi biaya hidup di Jakarta juga lebih banyak. Jadi gak bisa asal dilihat angka aja.
Pernah Tje, ditanya orang Indonesia di Belanda karena aku ngga punya mobil. Dia bilang; kerjanya begini kan gajinya mbak (aku maksudnya) pasti segini, kok ngga beli mobil sih? Aku ngga jawab hanya senyum aja.
Mengenai jatah uang bulanan untuk pasangan wanita itu sepertinya lumrah memang untuk beberapa orang. Ada sejumlah perempuan Indonesia disini yang disamping uang belanja bulanan juga menuntut uang saku bulanan untuk penampilan (beli baju, make up & it bags) padahal ada diantara mereka yang punya penghasilan sendiri.
Aku kadang sering gimana gitu kalo pake barang tertentu, ketemu orang Indonesia disini dan ada yang nyeletuk; bagus deh barangnya. Dibeliin si R ya? Waa, aku kan bisa beli sendiri.
Dulu pas presentasi salah satu beneficiaries project di kantor, ada yang bilang: ibu pengrajin ini sudah sukses sudah bisa beli mobil kijang dan naik haji. Aku ketawa aja,nampaknya bagi sebagian orang Indonesia sukses artinya punya mobil. Padahal di Eropa mah gak perlu mobil, transportasi umum sudah bagus.
Aku suka kesel tuh mbak kalau ada yang gitu. Susah2 perempuan berjuang mandiri, masih aja dianggap tak bisa beli sendiri.
Walah mbak. ku aja selama bertahun2 pertama pernikahan, nggak tau lho gaji suamiku berapa, hahahaa. Pernah nanya, tp nggak dijawab 😆 Kalo aku mau tau banget, bs aja sih ngintip SK pengangkatan pegawainya (ada di lemari kok). Atau mo rempong dikit: print buku tabungannya doi. Tp ga usahlah. Toh duit belanja juga nggak kurang kok dikasihnya 🙂 akhirnya setelah 5 thn nikah, aku dikasi tau juga sih, qiqiqi 😉
Aku baru tahu setelah ngurus spouse visa, itupun gak sengaja lagi fotokopi dokumennya buat aplikasi. Abis itu lupa angka persisnya. Kok gaji, ulang tahun aja lupa :p
Hahaha sama mbaaak! Aku jg bbrp kali lupa ulang tahun suami 🙂 untungnya ipar2 pada inget & dtg ke rumah pas doi ultah….
Uang bulanan??? Yg sampe nanya kaya gitu ke aku bakalan tak gaplok.
Sempet pas di Bali kemaren ( walo nggak ada yg nggak sopan attitudenya ) disangka klo aku tinggal di luar negeri karena “ikut mas”nya). Ember itu memang situasi yg common juga mungkin situasi mu juga Tje tapi ketika dibilang bahwa aku kerja disini dan nggak ada hubungannya tinggal disini sama “mas”nya mereka susah banget percaya
Guemes aku soal uang bulanan itu. Mana penyakit susah percayanya itu menyebalkan. Apa mungkin mereka harus dikasih angka yang gede sekalian biar takjub, Lol.
Ini bener banget Yen. Sempet dulu punya temen akrab dua orang Indonesia. Satunya dikasi uang bulanan sama suaminya – alasannya dong – karena dia stop kerja dan pindah ke negeri suami jadi harus ada “kompensasi”nya. Not to mention dia klo jalan2 bawa kartu kredit suami. Saya dan temen2 non WNi lain cuman bisa terperangah.
Yang satu lagi dapat “uang make up” per bulan dari suami. Bujubuneng! Emang sih doi make upnya tebel tiap kli ketemuan jadi mungkin expensesnya real kali ya – cuman hati gw sebagai perempuan mandiri *jiah* mak nyes gitu dengernya
Jatah make-up euy macam mbak2 SPG aja yang dapat uang saku bulanan untuk make-up.
Aku ga pernah. Tapi pernah di judge gaya hidup mewah cuma karena masalah cat rambut. Kan males banget…
Yang ngecat rambut kayaknya cuma horang kaya ya? Oh sama satu lagi, kacamata hitam = belagu.
ITU BANGET HAHAHAHA padahal kan kacamata hitam mencegah eksposur UV
aku ada dong mbak temen yg dengan sukarela menjabar semua pendapatan dia. dapat ini itu dari si a si b. aku yang agak2 gila urusan ini cuma bisa ndomblong pas tau pendapatan dia dr mana aja. Dan lagi tiap punya barang baru yg lagi heits pasti dipamerin ke aku, kalo ga sempat ketemu pasti dong di poto. Suka tak tanggap juga sih. ahahaha, fakir hiburan akuuh
Iya yang begitu mah emang minta perhatian. Tanggap aja pasti makin jadi.
Klo sm temen deket, aku gak masalah ditanyain gaji.. hehe, gak punya gaji juga sih krn drg honornya sesuai dgn tindakan pasien, dan biasanya saling sharing sistem di kliniknya gimana, rata2 pasien berapa & tindakan yg sering apa, trus jd bs dikira2 deh income-nya…
Eh btw kamu sering dimintain tindakan gratis juga gak?
Nah… Itu sering.. Klo keluarga inti msh enak klo ngelakuin tindakan gratis.. Tp klo temen/keluarga jauh ya gak bs gratisin soalnya mrk hrs ikut prosedur klinik, dapet status, untuk meriksa aja butuh masker, sarung tangan, alat yg steril, dll. Klo pakai alat & bahan, semuanya punya klinik & ada itung2annya. Repotnya klo kliniknya punya sendiri nih… Cm dr dosen kampus udh dikasih wejangan kalau harus tegas sm yg minta gratisan…
Ga sopan banget! Aku sama teman2 dekat yang orang sini sih terbuka aja, tapi kalo sama orang Indonesia, yang terkenal karena keponya, jadi males cerita. Diem aja deh mendingan.
Disini kayaknya ngomongin gaji lebih kepada pengen tahu untuk posisi2 tertentu di perusahaan apa gajinya berapa. Kalau di Indonesia jatuhnya kepo dan buntutnya yang gak enak, dianggap punya duit banyak terus dipinjemin duit.
Klo temen kantor sih udah tau sama tau..tapi bbrp bilang gajinya pasti lumayan ya kok sering jln2 ya..? Padahal ada ya memfasilitasi haha
Kalau di kantorku dulu diumbar semua, siapa tahu gaji siapa berapa karena ketahuan dari levelnya. Ini bikin kecemburuan sosial sih, apalagi kalau anak baru dapat level agak tinggi.
Duh emang nyebelin banget kl udah nanya2 gaji. Suami sendiri aja aku ga pernah nanya pendapatannya brp, aku tau ya krn dikasi tau.
Jangankan nanyain gaji, sahabat sendiri aja aku ga pernah nanya jabatan mereka dikantor sbg apa. Menurut aku ga sopan n ga perlu tau2 amat urusan kerjaan orang.
Nah soal jabatan juga gitu, aku pernah dicibir karena jabatan cuma Assistant. Padahal posisi assistant di satu org dengan org yang lain itu beda-beda fungsi dan tanggung jawabnya.
Capek ceu ditanyain beginian, dari yg kenal ampe followers yg gak dikenal sama sekali ha ha ha ha
Kibas rambut sambil bilang: namanya juga seleb. LOL
Soal sensitif bagi banyak orang, soalan besar gaji ini. Saya kalo hal ini ditanya sering saya jawab: saya gak bakalan pindah kerja sampai sembilan kali sampai sekarang ini jika gaji saya sudah gueeede, 🙂 Saya gak sebutin nonimal. Kalo ada yang menerka mendekati gaji yang saya terima, saya bilang dua kali lipat hehehe…
Kalau disebutin beneran nominalnya bisa jadi bahan pergunjingan tuh Pak Alris.
Aku sering ditanyain juga mbak, salah satu penanyanya malah dosenku (karena aku masih kuliah waktu kerja dulu), jadi ku jawab aja. Yang aku agak heran nih malah ada salah satu temen bule yang juga nanya gajiku berapa. Well sampe sekarang aku belum survey sih apa itu juga pertanyaan wajar buat westerners.
Sedihnya juga, ada beberapa orang yang mengira kalau aku ‘dipelihara’ sama bule-bule lantaran aku sering bolak-balik naik pesawat ke Bali dan sering ke resort2 cantik. Padahal dulu emang aku kerja di Bali dan ortu nyuruh harus sering pulang jadilah sebagian gaji buat ongkos pesawat dan memang kerjaanku keliling resort-resort buat survey. Hehehehe lucu aja ya tau persepsinya orang 🙂
Biasanya orang barat nanya karena pengen tahu berapa angka yang layak untuk hidup di negara/ kota tersebut. Harga yang didapat orang asing kan kebanyakan harga turis, jadi beda dengan biaya hidup orang lokal.
Aku pernah digosipkan tetangga sebagai simpanan juga, padahal aku lajang. Huh makin gondok kan. Tapi bodo amatlah, namanya juga artis *kibas rambut*.
hehehe kadang lucu juga ya mbak dengerin pendapat orang lain tentang kita yang nggak belum tentu bener. Jadi ngerasa harus ngaca diri, jangan2 selama ini aku juga mikir salah ttg orang lain.
Jadi inget sama kejadian di kantor lama, ada yang usil banget nanya kenapa sampe mau pindah ke situ padahal sebelumnya di Bank Mandiri, trus dia nanya gaji, eh pas kebetulan habis baca peraturan internal. Langsung loh saya sebut Mbak itu peraturan dan bilang kalo sampe ada nanya itu pelanggaran. Saya tanya balik, apa mau dilaporin? Hahahaha. Orangnya diem n bete. Heran deh ye soal gaji ini, kok ya sense nya gak maen gitu.
Wah gak boleh nanya gaji ya? Keren banget tuh.
Salam kenal mba ail, ih bener bgt. Mentang2 saya kerja di jkt dan klo berkunjung pake mobil. Kerabat dikampung suka berasumsi sendiri, ujung2nya sll jd lahan buat nyari pinjaman. Klo kmn2 wajib dimintain salam tempel, wajib nraktir. Wajib mbayari. Suka bete sendiri mba ail. Lah duit kita diitung2, skalian maunya saya mah sm utang kita jg diitung, klo bisa dilunasin haha.
Halo salam kenal Rafa. Bener banget orang yang kerja jauh, naik mobil dianggap sudah sukses, duitnya banyak, terus layak diminta bayarin ini itu. Sinterklaas.
Entah kenapa kalau di Indonesia aku merasa lebih sensitif kalau ditanya masalah ini. Kalau disini rasanya lebih terbuka saja. Mungkin karena memang tujuan dari pertanyaannya ya. Disini kalau ngomongin gaji biasanya karena besarannya (ya cuma kira-kira aja sih, bukan bilangan pastinya, haha) relevan untuk topik pembicaraan itu, hehehe 🙂 .
Aku juga melihat keterbukaan angka general disini, tapi bukan untuk kepo-kepoan, apalagi minjem duit.
Untungnya sejauh ini blom ditanya spt itu..mudah mudah-mudahan nggak pernah. Yg tanya tanya mungkin perlu direkrut menjadi relawan atau pegawai sensus…kan sudah sering latihan 😄
Pegawai pajak lebih tepatnya, biar bisa ngitung pajak dengan bener.
Pernah pernah pasti pernah ditanya gini. Sebagian masyarakat Indonesia raya kan kepo – kepo :p
Keps itu babian dari keseharian di Indonesia. Haus hiburan nampaknya.
seeeeriiiiing, sampe bosen
lebih rese lagi ada yang nanya….kamu kan kerja, suami juga kerja…sama-sama minyak pula, itu gaji dibuat apa aja?
lhaaaa kok ngurusin keuangan orang?!
Hah segitunya nanya gaji buat apa. Suka-suka dong.
Pernah ditanyain tentang gaji cuma sama mama dan budhe. Dan aku gak keberatan share karena toh aku minta doa mereka tiap mau cari kerja haha, kalo sama orang lain gak pernah secara langsung sih palingan mama ditanyain sama tetangga kepo, dijawabnya ya dengan lebay sama mama hehehe terus mingkem deh orangnya. Gak ada gunanya juga sih buat aku nanya gaji orang – jadi gak pengen tau 😉
Dijawab lebay, keren tuk jawabannya.
Sedih juga yah kalau ada orang default mikir perempuan hanya dapat ‘uang bulanan’? Gw nggak pernah sih ditanya gaji, tapi sering orang2 bilang ‘gajinya gede dong klo kerja di London’, tapi gw selalu jawab iya emang sih tapi di London kopi di warteg tuh gak dapet Rp.10,000, Tempe aja 40,000. Hahahaha.
hahaha masih ditanya ya mba Tje, aku malah pernah didakwa masalah gaji. “gaji kamu belum sebanyak gajinya ini kan?” cuma ketawa tak iyain saja biar diam. Nggak afdol sih ya nanya gaji. Kesannya kok mau tahu urusan orang. Emang beda sih sama nanya gaji pas wawancara pekerjaan, kalo itu mah harus menrutku
Nah kalau pas wawancara emang ada maksudnya. Lha ini pengen tahu doang. Ah gaji orang lebih gede/ lebih kecil juga gak ngefek sebenarnya, karena kebutuhan orang kan beda-beda.
Aku agak netral sih soal gaji. Gak akan nanya, kecuali sama pasangan (belajar dari pengalaman, hal ini perlu ditanyakan dan dibicarakan secara terbuka. hihihi). Tapi kalau orang mau nanya sama aku, kalau emang orangnya deket ya aku kasih tahu bodo amat, no biggie juga sih. Hihihi. Catatan: Kalau hubungannya dekat. Kalau enggak, paling aku senyumin sambil bilang “Cukup lah cukup..” kalau ada yang nanya.
Kalau untuk nanya ke teman, aku agak segan tapi kalau kadang perlu (misalnya aku ditawarin kerjaan di kantornya, nanya standar gajinya gitu, bukan gaji dia) ya nanya juga tapi pakai maaf dulu. Hehehe.
Karena orang kita itu masih lekat dengan budaya “sawang sinawang” kali ya mbak? Jadinya rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau, hehehe. Tapi ada beberapa orang yang kepo gaji kayak gitu untuk motivasi diri agar lebih sukses dan menurut mereka, sukses = pekerjaan gaji besar.
Umumnya di lingkungan saya, yg kepo gaji itu orang-orang tua sih yang mana dengan sedikit berkilah gampang sudah terlepas dari jeratan pertanyaan “gaji kamu berapa” & “kapan kamu nikah” hahaha 😀
mertua saya petani di desa kecil di jawa tengah.. nanya juga soal gaji ke suwami, yang dengan jujurnya menjawab sekian sekian.. lalu mertua bertanya-tanya, kalo begitu bisa dong beli sapi seekor barang dua bulan sekali… trus kenapa gak beli-beli sapi? *halah*
Hahahahahaha……
oh kelupaan.. mertua nanya gaji saya ke suwami..
Pernah mba, sering malah. Hahaha.. Segala sesuatu yang berhubungan dengan uang itu memang dijadikan sebagai gengsi di Indonesia. Entah kasihan atau iri, setiap kali teman-teman ortu mengetahui nilai gaji saya (which is they got it from my mom too), mereka akan mengatakan bahwa gaji saya tidak sesuai dengan studi dan pekerjaan saya.
Jangankan soal gaji mba, “uang susu” dalam pernikahan orang Tionghoa totok pun amat sangat dipermasalahkan karena dianggap sebagai gengsi si keluarga (cewe) itu.
Agak concern ama istri2 yang dikomen ini yang bilang klo mereka ga pernah nanya berapa gaji suaminya bahkan setelah menikah padahal sejak sebelum menikah pun masalah gaji dan aset masing2 pihak harus dijembreng dan dibahas secara terbuka jadi bisa bikin tujuan finansial bersama dan ga ada ekspektasi ketinggian dari masing2 pihak. Banyak yang cerai karena ga terbuka masalah uang lho, jatohnya malah itung2an budi kayak kok dia ga ngerasa boros bgt sih padahal gw dah mati2an hemat bulan ini? Ya ini karena ga pernah dibahas sebelumnya.
Mudah2an ibu2 yg baca entry blog ini bisa lebih selektif ama kekepoannya. Orang lain kepo ttg isi rumah tangga kita ya kita mesti jaga baik2 dong dapur kita tapi klo harta, niat dan tujuan pasangan mah wajib dikepoin, kan komunikasi yg baik = relationship yg bahagia. 🙂
Oiya, klo suami ngasih uang jajan ke istri biarpun istri kerja sekalipun ga perlu dinyinyirin. Suami bangga bisa beliin istri bedak biarpun istri lebih dari mampu beli sendiri. ^^
Just my 2 cents!
Saya termasuk orang yg kepo soal gaji, terutama gaji nanny. Nanya ke eks majikan biar ga merusak pasaran ketinggian/kekecilan karena lingkungan kami terbatas juga ingin si nanny jadi betah. Kalau orang lain nanya gaji ke saya saya tanggapi senyam senyum ajah..
Interesting, jadi yang ditanya gaji pekerja supaya menjaga loyalitas ya.
beberapa orang, padahal saya tidak deket dengan mereka. Suka banget tanyak soal gaji, itu sangat gk sopan bagi saya. Dan itu saya benci banget kalok ditanyak soal gaji. Bener2 benci.
Gak nyaman memang ya.