Manajemen Sampah di Dublin

Banyak orang yang berpikiran bahwa kawin dengan bule itu enak. Hidup di luar negeri juga dianggap sangat enak, tinggal leyeh-leyeh, bisa gaya-gaya pakai Fendi kayak Ibu Irina (eh membanggakan si ibu pakainya Fendi bukan LV), dan menjadi nyonya besar. Padahal, hidup di luar negeri itu tak semudah hidup di negeri sendiri karena banyak hal yang harus dipelajari, dari mulai bahasa, sistem transportasi, administrasi kependudukan hingga yang paling remeh seperti sampah.

Di Indonesia, urusan sampah tergolong mudah, plastik, kertas hingga sisa makanan dicampur semua menjadi satu. Pemilah-milahan sampah kemudian dilakukan di pusat pembuangan akhir dan melibatkan berpuluh, atau bahkan beratus-ratus pemulung. Manajemen sampah yang buruk ini tak hanya mengancam kesehatan pemulung tapi juga masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Ah entah kapan Indonesia berhenti membuat gunungan sampah seperti yang diabadikan CNN ini:

a62bf32e-022e-4723-8ea8-b4be8f14a276_169

Di Dublin, saya harus ‘riset’ terlebih dahulu untuk menentukan perusahaan mana yang akan saya percaya untuk menangani urusan sampah. Ternyata, sebelum memilih perusahaan sampah, kita harus tahu dulu, berapa kira-kira sampah yang akan kita buang setiap bulannya. Dari situ, perusahaan baru bisa memberikan penawaran harga. Harganya beraneka rupa (informasi harga sengaja saya cantumkan supaya mereka yang akan pindah ke Dublin bisa membuat perkiraan biaya untuk hidup di Dublin) dari 17€ per bulan hingga 24€. Harga termahal memberikan fleksibilitas untuk membuang sampah sebanyak-banyaknya, sementara harga yang paling murah memberikan batas yang dihitung berdasarkan kilogram. Tak heran kalau kemudian banyak keluarga yang tak membeli jasa sampah dan membuang ataupun membakar sampah di lapangan-lapangan terbuka *noh bule bisa jorok juga kan!*

Kepusingan ini masih ditambah dengan urusan pemilah-milahan sampah. Di sini, sampah dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan warna. Sampah warna hijau, sampah warna coklat serta hitam. Prinsip pembagian sampah ini sebenarnya sangat sederhana, sampah hijau berarti bisa didaur ulang, sampah coklat merupakan sisa makanan yang kemungkinan bisa diolah menjadi kompos, sedangkan sampah hitam merupakan sampah yang tak bisa diapa-apakan.

Ilustrasi pembagian sampah seperti ini:

what_goes_to_my_bin

Sampah warna coklat termasuk yang termudah dipahami, karena isinya hanya kulit telur, sisa sayur, atau sisa makanan lainnya. Yang agak membingungkan adalah sampah hitam dan hijau. Tadinya saya pikir semua yang berbentuk plastik dan terlihat seperti kertas bisa didaur ulang. Tapi rupanya, wadah ayam, ikan, daging sapi ataupun daging babi yang dibeli dari supermarket tidak bisa didaur ulang (disini, wadah ikan yang dibeli di supermarket ditempatkan dalam film plastik dan tidak menggunakan Styrofoam seperti kebanyakan supermarket di Indonesia). Yang mengejutkan, gelas-gelas dari restauran cepat saji rupanya juga tak bisa didaur ulang.

Beberapa hari ini saya sudah pusing urusan sampah, karena tak ada informasi yang jelas dimana harus membuang botol-botol dan sampah kaca. Rupanya, botol-botol ini tidak termasuk dalam tiga warna tersebut. Mereka harus dikumpulkan disetorkan ke tempat tertentu. Begitu juga dengan baterai yang biasanya bisa dibuang dikotak-kotak yang disediakan di supermarket. Halah sudah bayar mahal-mahal, gak semua sampah diangkut pula.

Masing-masing rumah tangga yang berlangganan sampah mendapatkan tempat sampah beroda sesuai kebutuhan masing-masing. Pada hari-hari tertentu wheelie bins ini akan diambil isinya. Hebatnya, jadwal pengambilan sampah selama satu tahun ke depan sudah dibagikan dan satu hari sebelum pengumpulan sampah ada sms yang mengingatkan. Dalam satu bulan, sampah ini hanya dikumpulkan sebanyak dua atau tiga kali saja dan petugasnya muncul sesuka hati, kadang pagi sekali, kadang siang sekali. Makanya, wheelie bins ini harus dikeluarkan malam hari, supaya tak ketinggalan truk penjemput sampah. Yang tak menggenakkan, ketika ada angin kencang, tempat sampah ini bisa berterbangan. Satu kebiasaan yang sudah lama saya terapkan dan ternyata berguna adalah meremas botol hingga pipih (botol plastik tentunya, bukan botol kaca #bukanAhliDebus) dan melipat-lipat kertas. Kebiasaan ini membuat kapasitas tempat sampah bisa maksimal.

Ketika tahu betapa ribetnya urusan sampah di Dublin, saya kemudian baru paham kenapa ada orang yang kreatif bikin tempat sampah keren seperti ini:

24758_4

Tempat sampah cantik yang dilengkapi dengan pengharum ini dijual di Brown Thomas, departemen store, terkemuka di Dublin seharga 300€ saja. Sementara di Amazon UK, tempat sampah ini ditawarkan dengan harga yang jauh lebih murah. Ah coba apa tempat sampah ini ada di Indonesia, pasti KWnya sudah berkeliaran dibawa para pedagang ember plastik yang sering teriak-teriak di depan rumah sambil menghantam-hantamkan dagangannya sambil berteriak: “anti pecah, anti pecah”.

Bagaimana kalian memilah sampah?

xx,
Tjetje

51 thoughts on “Manajemen Sampah di Dublin

  1. Sistemnya ribet, tapi kayaknya kalo udah terbiasa mudah ya mba. Lebih bersih. Aku dulu rajin pilah pilah sampah, maksudnya biar lebih bersih dan gak berantakan tapi ujung2 nya malah dibudal budal sama pemulung, malah jadi lebih berantakan #kzl 😦
    Ehm pernah negur pemulungnya, galakan dia. Ya udah akhirnya pasrah liat sampah di acak2

  2. Huweee. Mahalnyoooo urusan sampah Mbak Tjetje. Mana bukan ahli debus pulak ya. Kalo ahli debus bisa dipake sarapan ya botol belingnya. Hahaha. Iya ya di Indonesia ini beneran kayak gak ada yang peduli masalah ginian ya Mbak…

  3. Jd inget keribetannya. Di Oz sih ga seribet itu. Sama pembagiannya tapi bayarannya udh msk di pajak yg kita bayar karena pemerintah yg ngurusin. Jdwlnya juga pasti, tiap hari kamis tiap minggunya max jam 9pagi udh diangkut. Untungnya segala rupa wadah itu bisa didaur ulang. Nah pengangkutan sampah natural (read ranting2, daun2) dan sampah plastik dan pecah belah yg agak misteri selang selingnya.

  4. Itu kompartemen-kompartemennya diisi sampah semua, Mbak? Pengharumnya ditaruh di mana? Pengelolaan sampah memang memerlukan biaya ya, itu mungkin yang kurang dimengerti oleh penduduk negeri kita, maunya serba gratis jadi ya buang saja sembarangan. Duh kalau di Indonesia mah semua lahan kalau bisa diisi sampah ya diisi sampah… eh tapinya saya juga mesti belajar sih buat memilah sampah supaya bisa membuat lingkungan sekitar menjadi lebih baik.
    Terima kasih buat informasinya!

  5. Aku ini ga terlalu paham tentang pembagian sampah di Belanda. Soalnya didepan rumah hanya ada 2 bak sampah pemisah yang dibikin oleh gemeente (pemerintah). Satu bak isinya campur (botol, kertas, sampah dapur dll), satu bak lainnya isinya sampah berkebun, bunga, tanaman, dan tanah. Nah, kalau barang2 bekas yang besar2 misalkan printer, karton2 gede, meubel2 dibuang ke tempat penampungan khusus. Biasanya kita yang antar, atau kalau tidak bisa, tinggal telpon, nanti mereka yang akan memberitahukan kapan akan diangkut jadinya kita taruh semuanya didepan rumah. Seperti waktu lalu kami akan buang tempat tidur. Kalau baju2 bekas, sepatu bekas ada tempat khusus juga. Kita tinggal cemplungin ditempat yang disediakan tersebut, biasanya ada ditempat2 yang ramai dikunjungi orang, misalkan kalau dekat rumah sini itu dipusat pertokoan.

    • Eh lali nulis, suwun Ail infone. Berguna banget ini. Jadi tahu disana managemen sampahnya seperti apa. Setelah ini aku tak bongkar2 buku sekolah. Kayaknya pernah dibahas managemen sampah di Belanda.

    • Masih ada lagi lho, baju bekas gak boleh masuk tempat sampah harus masuk clothes bank. Lha underwear sobek aku gak tau mesti buang ke mana. Kalau mau buang kasur dll mesti pakai jasa skipper, bisa beli wadahnya taruh depan rumah atau bawa ke penampungan. Bayar pula.

      • Iya, itu maksudku, tempat2 khusus baju bekas. Bukan tempat sampah.
        Aku barusan pulang lari sekalian ngecek tempat sampah. Ternyata begini pembagiannya : satu tempat khusus GFT (Groente=sayuran, Fruit=buah, Tuinvuil = berhubungan dengan kebun, tanaman, tanah), satu tempat khusus botol2 atau pecah belah, satu tempat khusus kertas, satu tempat sisanya (yang tidak termasuk sebelumnya). Aku ini ga terlalu ngeh persampahan soalnya suami yang bagian ini. Gara2 tulisanmu akhirnya sekarang mulai ngeh hehe. Haha underware dilema.

  6. aku belum memilah-milah sampah-sampah di rumah kak. Abis gimana ya, udah dipilah pun ngangkutnya bakalan disatuin juga sama yang angkut. Di Indonesia belum ada yg sadar sama hal ini sih ya :/

  7. Hehe, sama seperti disini dimana sampahnya harus dipilah-pilah. Tetapi setahuku kita tidak perlu memilih perusahaan manajemen sampah sendiri sih; walaupun tetap saja kita harus membayar pajak untuk manajemen sampahnya, haha 😆 .

    Aku suka kalau harus membuang sampah botol kaca ke tempatnya karena disini tempatnya berupa penampungan di bawah tanah dimana kita “melemparkan” sampah botol kaca ke dalamnya. Kan seru aja mendengar bunyi botol kacanya pecah 😛

  8. Hore ribetan di Jerman yang tong sampah keluarganya dibedakan dalam 4 macam (blm termasuk sampah mebel bekas, sampah elektronik dan sampah batere) *pusying

  9. Kalo saya, botol2 plastik saya sendirikan lalu dibawa ke sekolah anak karena ada bank sampah. Menurut pendapat saya, poin dari post Mbak Ailsa dan post saya tentang sampah beberapa waktu yang lalu adalah buang sampah tuh gak gratis lho. Buang sampah di kali itu contoh yang gak mau membudgetkan uang sampah. Mengesalkan.

  10. Aku gak tau kalau di Dublin harus bayar lagi yah? kalau disini tergantung local authority, jadi kan bayar pajak setiap bulan termasuk waste collection. Beda2 local council beda kebijakan. Kalau aku dirumah tempat sampah dibagi 5. Buat kompos, processed food, kertas putih, unrecyclable, dan recyclable (Kertas, cardboard, botol, kaleng dan termasuk plastik makanan yang sudah dibilas)

Leave a reply to winnymarlina Cancel reply