Nostalgia Telepon

Sebagai anak generasi 90-an, saya merasakan perubahan dari tak punya telpon rumah hingga kemudian kabel telpon datang ke perumahan tempat kami tinggal. Ketika kabel tersebut datang rasanya girang luar biasa, mungkin persis dengan orang-orang jaman dahulu yang kedatangan kabel listrik untuk pertama kalinya.

Keriaan ini tak berhenti hingga kemudian telepon berdering. Perebutan mengangkat telepon pun terjadi demi bisa berbicara dengan telepon. Norak sih, tapi girangnya ketika mendengar telepon berbunyi itu memang tak bisa dibandingkan dengan keriaan jaman sekarang ketika telepon genggam kita berbunyi. Saya akan semakin girang jika panggilan tersebut adalah panggilan yang bersifat interlokal atau bahkan internasional, dari sanak saudara yang jauh. Ah rasa senang bisa berbicara dengan mereka, saat itu sungguh tak terdeskripsikan.Ā Ya maklum jaman segitu belum ada sosial media, apalagi internet.

Sebagai anak nakal, tak sah tentunya jika saya tak mengakali telepon yang dikunci. Batang bagian belakang lidi saya selipkan untuk memencet tombol-tombol telepon. Ide ini tak saya contek dari mana-mana, tapi datang ketika saya sedang akan tidur. Sebelum menggunakan batang lidi, saya mencoba dengan jarum rajut milik ibunda saya, tapi jarum rajut itu terlalu gemuk.

Ketika tagihan telepon membengkak, bahkan hingga bermeter-meter panjangnya, ibunda saya mengganti pesawat telepon dengan pesawat tanpa tombol. Eh sebelum digantikan, saya dimarahin habis-habisan terlebih dahulu. Tapi saya yang nakal tak kehilangan akal, saya pun belajar melakukan panggilan dengan cara memencet tombol koneksi. Entah apa nama yang tepat untuk tombol ini. Satu kali untuk angka satu, dan sepuluh kali untuk angka nol. Teknik ini sering berhasil tapi juga sering gagal. Yang jelas, saya memastikan tagihan telepon terlihat wajar-wajar saja dan tak tinggi.

Selain telpon rumah, saya juga pengguna telpon umum, seperti telepon koin, hingga telepon kartu, baik yang tipis maupun yang menggunakan chip. Jaman itu, salah satu tetangga saya berhasil melubangi koin seratus rupiah dan mengikatnya dengan benang. Ketika hubungan telepon tersambung, tangan pun harus cepat menyambar koin supaya tak segera masuk ke kotak. Bicara di telepon pun harus cepat, karena dengan ongkos seratus rupiah, kita hanya diperkenankan berbicara selama tiga menit saja. Ketika ongkos telepon naik, dengan koin yang sama kita hanya bisa berbicara selama satu menit. Tak hanya itu, bicara pun harus kencang, karena seringkali pengguna harus bersaing dengan suara kendaraan yang lewat.

Ketika telepon kartu hadir, saya ingat betul PT Telkom berkata bahwa kartu telpon seharga dua puluh lima ribu rupiah tersebut tak bisa diakali. Faktanya, kartu-kartu tersebut bisa diakali dengan mudahnya dengan menempelkan isolasi berwarna hitam. Tentu saja ada teknik khusus yang saya tak tahu bagaimana, tapi yang jelas kartu tersebut bisa digunakan hingga berpuluh-puluh kali hanya dengan membayar mahasiswa-mahasiswa teknik sebesar lima ribu rupiah saja. Akibatnya, kartu menjadi tergesek-gesek dan tak bisa dikoleksi lagi.

Berbicara tentang telepon tentunya tak bisa lepas dari jasa warung telekomunikasi, atau yang lebih lazim disingkat menjadi wartel. Ruang-ruang wartel biasanya dibedakan untuk yang khusus interlokal serta yang khusus lokal saja. Berbicara di wartel pun harus berbisik-bisik, supaya mereka yang ada di kubikel sebelah tidak terganggu dan tak mendengar bisikan-bisikan khas remaja yang baru berkenalan dengan asmara.

Telepon rumah sudah bukan menjadi barang mewah lagi, bahkan dianggap sebagai barang kuno yang tak terlalu penting. Di Irlandia, kami mendapatkan telepon rumah secara gratis dari penyedia internet dan tv kabel kami. Saking gratisnya, biaya telepon ke beberapa negara pun digratiskan.

wpid-20140912_195136.jpg

Telpon umum di Galway

Telepon umum sendiri, perlahan-lahan mati karena kehadiran telepon genggam. Di Irlandia, telepon umum masih bisa ditemukan di beberapa sudut kota. Bahkan di Cork, saya menemukan telepon umum di dalam pub. Bodohnya, telepon tersebut tak saya abadikan. Saya tentunya tak tahu apakah telepon tersebut masih berfungsi atau tidak, karena ide untuk masuk ke dalam bilik telepon umum membuat saya geli, apalagi telepon umum tersebut dalam kondisi kotor. Kondisi telepon umum ini masih sedikit lebih baik ketimbang telepon umum di Indonesia yang lebih sering gagang atau bahkan teleponnya hilang.

Dari semua kenangan terindah saya dengan pesawat telepon, momen terindah bagi saya terjadi di sebuah telepon umum yang rusak. Ketika itu puluhan koin seratus seratus rupiah keluar dari bagian bawah telepon umum. Rasanya seperti menang jackpot walaupun uangnya hanya cukup untuk sekedar membeli anak mas rasa keju dan chiki balls.

Apa kenangan terindah kalian tentang telepon?

Xx,
Tjetje
Masih suka makan Chiki

 

Advertisement

65 thoughts on “Nostalgia Telepon

  1. Telepon rumah masih ada di rumah Ibu saya, tapi pesawatnya rusak..Huft, jadi cuma bayar tagihan abonemennya saja, kenapa tidak diganti pesawatnya? Entahlah, mungkin sudah terlalu nyaman sama handphone
    Tentang wartel, duluu..waktu handphone masih jadi barang mewah, mantan pacar (bukan suami šŸ˜€) sering ke wartel untuk telepon, bicaranya bisik2..tapi disitu serunya, yang bikin deg2an trus senyum senyum sendiri
    Ah..anak mas, aku cinta mati deh sama yang rasa keju

  2. Kartu telepon. Dulu sampe koleksi kartu nya.
    Di kos waktu jaman SMA untuk menyiasati telepon diabuse sama anak kos, tante nya menyediakan telepon khusus untuk terima dan menyediakan telepon kartu untuk telepon keluar plus jualan kartu teleponnya. Jadilah koleksi kartu telepon banyak šŸ˜€

  3. aku juga pake tehnik ‘ctek-ctek-in’ tombol koneksi atau entah apa namanya itu :)) terus kalau dipakein kotak plastik, aku selipin ujung sendok untuk mencet angka.
    Kalau pas dapet teleponnya agak canggih, dikunci dari bagian belakang teleponnya doang, aku pake HP nokia 5510 kakak buat ditempelin ke bagian bawah gagang (bagian ngomong) nanti aku pencet nomer yang mau dihubungi di HP, sambil ditempelin ke telepon rumah terus nyambung deh. aneeehh :))
    baca suara dial kali ya?

    total kerusakan paling parah 5 juta karena LDR :p

  4. saking ndesonya rumah di Pati.. sampe sekarang telpon kabel belum masuk dong mbak šŸ˜€
    pertama kali kenal telpon kabel ini ya pas udah kuliah di Solo. trus kalo ada yg manggil ‘San ada telpon’ itu seneeeeng banget. hahaha norak ya aku šŸ˜€

  5. Kenangan terindah saya.. Wkt tlp2an sm si mantan yg kuliahnya di luar, beli kartu tlp buat tlp si mantan. Ganti2an tlp nya. Seringnya sih pk kartu telp nelp nya, klo drmh udah diwanti2 ga boleh lama2 huhuhuhu

  6. Semua yang disebutin di atas aku pun mengalaminya semua. Dulu waktu masih kecil, masih inget siang bolong dan panas terik diajak Mama ke box telepon umum, hanya untuk nelepon Papa di kantor. Senengnya warbiyasak pas bisa denger suara Papa di telepon, hahaha… Giliran udah remaja, suka ke wartel demi nelepon gebetan sampe 1 jam ngobrol ngalor ngidul gak jelas, dan itu sumuk! Entah kenapa waktu itu bisa betah terkurung di bilik sempit begitu ya. Mana kadang bilik sebelah suka ada yang nelepon sambil ngerokok gitu kan…

  7. Apaa ya…ketika pertama kali pasang pesawat telepon di rumah, saya sukanya iseng nelponin orang. Kalo dijawab langsung kumatikan. Untuk koin dikasi benang, sering nyoba tapi aku ga pernah berhasil :))
    Dulu wartel jadi saksi bisu nelpon gebetan. Haha.
    Skrg wartel sepertinya udah ga ada ya?

  8. hahahah saat indah adalah menang kuis radio yang nelpnya dari telp umum… Hadiahnya kacamata cengdem aja sih tapi usahanya luar biasa. Tak jarang membawa radio kecil ke telp umum untuk memastikan suara saya masuk radio di acara titip salam

  9. Pacaran LdR PAKE telp rumah. Kalau interlokal nungguin lewat jam 11 apa 9 gitu ya supaya murah haha. Kalau dari luar negeri alamat suara susah bgt didenger karena delayed tapi tetep happy.

    Telp umum aku jg suka pake dulu haha. Buat nelp pacar / rumah minta jemput atau operator pager (bener gak nulisnya). Trus yg paling berkesan pas minta lagu pake telp umum dan penyiarnya komen gini “lagi di telp umum yaaaa” ternyata ada suara tut…tut…kalau minta tambah koin haha

  10. Jaman ngekos dulu telepon dari wartel sambil lihat meterannya. Kalau udah mendekati ke budget yg ada langsung buru2 ditutup. Ahhh jaman itu…
    Wahhh dapet anak mas itu udah luar biasa mba. Secara dulu harus sisihin uang jajan supaya bisa beli 1 seminggu, ortu mana ngijinin beli šŸ˜€

  11. Duhhh.. Jadi nostalgia banget, ngalamin semuanya.. Setiap telp gebetan rela banget di tlp umum deket rumah, tapi sepi dan banyak nyamuk, hanya demi ga kedengera kalo lagi ngobrol, oiya ada lagi jaman dah pake kartu telepon, dipake tlp ke hp, hanya buat catat no tlp umum nya, minta di tlp balik kalo lagi ga ada pulsa.. Haha

  12. Kenangan denga pesawat telephone di kost adalah satu-satunya telephone yang ada sering diboikot sama penghuni paling tercantik di kost, perasaan dia mulu yang dapat panggilan ditelphone. dan kadang berjam-jam sampai orangtuaku dari luar kota mau nelphone nga bisa masuk karena telphone nya kepake mulu hikss..

  13. Kenangan indahnya aku masih mengalami telpon analog jadul yang muter nomer, telp bisa digembok, telp operator untuk interlokal terus nelpon pacar dari telepon umum sedia koin yang banyak.

    Eh terus aku hafal nr telp orang2 terdekat diluar kepala šŸ˜‰

  14. Dulu pas smp suka iseng nelpon ke rmh kakak kelas yg ditaksir, nanti dia angkat.. terus lgs ku tutup, soalnya dgr suaranya “halo” aja udah deg2an..hahaha. sama pernah jg dimarahin ibu abis2an krn tagihan telpon membengkak akibat norak nyobain telpon kesana sini.

  15. Dulu juga bahagiaaaaa setengah mati pas di rumah dipasang kabel dan beli pesawat telepon. Cuma kami telat sih pasangnya. Udha mulai jamannya handphone. Jadinya telepon rumah gak lama bertahan. Sekarang kami gak punya landline sama sekali.
    Jaman dulu karena gak punya telepon sendiri ya ke telepon umum ato wartel dan selalu deg2an pas sebelom diangkat sama yang ditelepon.

    • Kebahagiaan pas dapat telpon itu kayaknya gak ada padanannya ya. Kalau beli HP baru aja gak sama rasanya, mungkin karena telpon dulu teknologi baru.

      Eh terus kalau gak punya telpon gitu gimana kontaknya? pakai telegram, surat atau kasih nomor telpon tetangga?

  16. Buahahaha kamu kek adekku tje..dimarahin mamak gara2 tagihan telpon ampe sejuta lebih tapi gak jera2.
    Paling sebel kalau ada yang salah sambung karna selalu disangka hotel agusta dekat rumah yang nomornya mirip banget cuma bolak balik 2 angka terakhir

  17. Kalau dulu gonta ganti nomor mbak… cari nomor-nomor cantik sampe bayar 200rb cuma buat nomor doang yang skrg entah ke mana itu nomornya. Terus pernah pakai yang post paid dpt tagihan 2 juta gara2 jadiin modem. hikss
    Dan termasuk yang paling sebel dengan CUMI – cuma misscall 5 detik mati 5 detik mati

  18. Aku ngalamin nyobain mencet2 yang entah apa namanya untuk nelpon gebetan!! Maklum telpon sempet dikunci karena aku sering nelpon berjam-jam :))))
    Sampai akhirnya kalau masih sore sih bakal mgewartel demi ngegosip ama temen atau nelpon gebetan šŸ™ˆšŸ™ˆ.
    Sempet juga ngerasa gaya banget waktu nelpon pake kartu chip. Terus kalau abis kartunya dikoleksi šŸ˜‚šŸ˜‚

  19. Diajarin temen nyogrok2 telepon umum … trus koinannya kluar deehh ….

    Trus dpake jajan juga … *eehh yaa ampuunn bocah kriminal*

    Punya telepon drumah itu pas sd kelas 5 …
    Tapi krna papa sering keluar kota… kita masih sering k wartel utk interlokal… krna nelpon diatas jam 9 mlm utk interlokal d wartel lebih murah wkekeke ….

    Gaya nya yg masih nelpon k resepsionis hotelnya, trs minta dsambung ke kamar sekian sekian …

  20. Wah Mbak Ailsa masih inget aja sama Anak Mas dan Chiki Balls, haha.. Beberapa minggu yg lalu, entah dapet dari mana, temenku bawa sejenis Anak Mas ke kantor, terus langsung jadi rebutan, haha norak ya. Mungkin berasa nostalgia good old days ya, haha..

  21. kenangan dengan pesawat telphone yang paling berkesan waktu di kost pertama kali merantau. pesawat telphone satu-satu nya diboikot penghuni cewek tercantik yang ada, perasaan dia mulu dech yang dapat panggilan telphone dan itu bisa berjam-jam. sampai orang tuaku kalau menelphone dari kampung nga bisa masuk karena telphone sibuk, dipakai terus.

  22. Pingback: Nostalgia Anak 90an | Ailtje Ni Diomasaigh

Show me love, leave your thought here!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s