Name dropping adalah istilah bahasa Inggris yang jika diartikan secara harfiah menjadi “menjatuhkan nama”. Dalam bahasa Indonesia sendiri name dropping saya artikan sebagai mencatut nama atau membawa-bawa nama orang lain, bisa nama saudara, orang tua, kenalan, teman yang terkenal atau memiliki jabatan. Perilaku bawa-bawa nama orang sendiri bukanlah hal yang ekslusif milik orang Indonesia dan dilakukan banyak orang di banyak negara.

Sumber: theskinnyon.typepad.com
Orang-orang yang melakukan name dropping saya kategorikan menjadi dua. Yang pertama yang melakukan name dropping untuk memukau dan secara tak langsung menunjukkan atau menaikkan status sosial. Agak narsis juga karena kepengen keliatan satu strata sosial dengan orang-orang tertentu. Kelompok ini biasanya mengaku temennya artis A, artis B, ponakan presiden, ponakan menteri atau ponakan jenderal. Pengakuan hanya berhenti disana dan tak dilanjutkan pada level yang lebih tinggi, sehingga tak berbahaya.
Kelompok kedua adalah kelompok yang menyalahgunama nama orang lain baik untuk mengintimidasi maupun untuk memperkaya diri sendiri. Kelompok inilah yang berbahaya. Nah, baru-baru ini seorang anak muda di Medan memarahi Polisi Wanita yang menghentikan konvoi kelulusan ujian nasional dan membawa-bawa nama pamannya yang Jenderal. Ibu Polwan yang jabatannya tidak terlalu tinggi, diharapkan akan bungkam ketika mendengar kata “anak jenderal” yang secara hierarki “dianggap” lebih tinggi dari sang Polwan. Anak jenderalnya ya yang dianggap lebih tinggi, bukan jenderalnya. Hierarki yang aneh tentunya, tapi sayangnya masih berlaku di negeri kita.
Tak hanya itu, ada ancaman secara verbal akan menurunkan jabatan sang Polwan secara semena-mena. Bagi saya sih ini sungguh bikin pengen ketawa karena menurunkan jabatan orang itu tak semudah marah-marah di depan media. Sang paman saya yakin tak bisa dengan seenaknya menurunkan jabatan orang. Tak heran jika kemudian netizen marah dengan perilaku arogan ini dan sang pelaku dirisak (dibully) habis-habisan.
Membawa-bawa nama orang, apalagi nama pejabat, untuk urusan sepele (macam tilang) atau bahkan untuk urusan yang berat (seperti minta proyek atau minta pekerjaan – paling benci deh sama yang satu ini) seperti saya sebut di atas adalah hal yang membahayakan. Resikonya tak hanya malu karena mencatut nama orang tapi juga membahayakan keluarga dan juga hubungan pelaku dengan yang namanya dibawa-bawa. Lagipula, pejabat di jaman sekarang itu disorot dengan lampu sorot yang luar biasa terangnya. Secara teori mereka tak bisa semena-mena, apalagi berlaku arogan (walaupun kasus-kasus yang arogan masih ada, mungkin masih banyak). Salah sedikit, apalagi sampai terekspos ke media, bisa berantakan karir Oom, Tante, Paman, Encing, Babah. Maka tak heran kalau anak-anak jenderal pun jarang berkicau di depan media “bapak guwe jenderal dong”.
Pengguna media sosial sekali lagi menunjukkan wajahnya yang tak ramah ketika berhadapan dengan arogansi individu. Sonya Depari dirisak (dibully; bullying dalam bahasa Indonesia adalah perisakan) oleh netizen. Parahnya, nyawa sang ayah harus melayang akibat terkena serangan jantung. Dalam situasi seperti ini, semua saling menyalahkan. Nasi sudah menjadi bubur, Sonya Depari dan keluarganya harus menanggung konsekuensi yang terlalu berat, akibat hal sepele.
Sudah banyak yang menghakimi Sonya dan saya rasa sudah terlalu berlebihan. Lagipula, anak muda itu memang penuh dengan emosi yang meletup-letup, apalagi dalam keadaan kepepet. Dari letupan itu tentunya ia bisa banyak belajar. Kita pun juga jadi diingatkan untuk tidak asal sebut nama dan jabatan Oom, Tante, Encing, Babah, Eyang. Yang paling berpengaruh sekalipun. Kasihan atuh kalau keluarga mesti tercoreng, apalagi sampai diulas di media, bukan karena prestasinya, tapi karena perilaku kita yang konyol. Yang paling penting, kita mesti ingat bahwa bullying bisa mengakibatkan kematian.
Selamat beraktivitas rekan-rekan!
Xx,
Tjetje
Bukan anak jenderal
Aku agak ketinggalan tentang berita ini Mbak, hanya melihat judul saja dan ga membaca ulasan selanjutnya. Beberapa hari selang kejadian berlangsung baru mencoba mencari tahu dan kaget juga sampai ayahnya meninggal. Emosi yang meletup-letup itu memang susah dielakkan ya Mbak, sekarang mungkin yang tersisa hanya penyesalan. Dan tentunya ini jadi pembelajaran buat semua orang.
Aku mau tanya dong Mbak, kata “diisakkan” itu dari Bahasa mana ya Mbak? Bahasa daerah kah?
Ngomong-ngomong Mbak, menurutku sepertinya penulisan kata “konsekwensi” kurang tepat, karena setau ku penulisannya “konsekuensi” Mbak, CMIIW ya.:D
Aku menemukan perisakan dari berita ttg program bullying UNICEF Wulan. Tapi harus dilihat ulang, kata dasarnya apa. Mungkin risak jadi harusnya dirisakkan.
Makasih koreksinya untuk konsekuensi, aku betulkan.
Terus terang aku gak bisa bayangin penyesalan si Sonya Lan dan pastinya dalam banget. Jangan sampai aja dia depresi.
Aku selalu menanti deh postingan Mbak, karena selain ada kata-kata yang jarang aku temukan, selalu ada pelajaran yang bisa diambil juga dan lebih membuka mata ku. Terima kasih lho Mbak.:)
Ya semoga aja deh Sonya ga depresi, Mbak. Kadang orang-orang ngebully di medsos itu suka keterlaluan juga.
Aku hobi mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia biar bisa ngajarin suami 😑😑😑
Ah, aku malah baru tahu “perkembangan” beritanya dimana ayahnya sampai meninggal pula. Astagaa….
Parah banget ya 😦
Kasus Sonya jadi catatan juga, gimana caranya biar anak gak ngerasa ‘tinggi’ kalau ada anggota keluarga yang terpadang.
semoga penyesalan Sonya bikin dia lebih baik, kasian juga kalau malah jadi stress / disalah2in sama keluarganya. Dia butuh dirangkul bukan tambah disukur2in karena udah ‘bikin’ papanya meninggal 😦
Bener, harusnya memang dari yang tua-tua mendudukkan supaya gak sombong karena pamannya pejabat.
Haha jd ingt teman di Bali klo naik motor ma dia dibilang g usah pke helm ntar klo ketemu polisi gampang…kan omku polisi 😅😅😅 tp bnran hal ini berlaku…klo aq motoran dg dia polisi g stop kita walo g pke helm…pas aq motoran sendiri distop ma polisi yg sama 😅
Gak bener tuh kalau dilepas gitu aja.
Hi, mbak. Saya juga pernah nih namanya dicatut, padahal bukan anak jendral juga heheh. Jadi ceritanya saya pernah merekomendasikan teman untuk melamar di tempat saya bekerja. Singkat cerita, dia diterima ( ceritanya saya sudah resigned ). Beberapa bulan kemudian, saya main ke kantor dan ternyata teman ini sudah mengundurkan diri. Eh, tau-tau saya ditanyain sama orang kantin perihal si teman ini. Jadi sewaktu masih kerja, dia pernah berhutang di kantin tapi belum dilunasi sampai akhirnya dia berhenti. Dia ngakunya saudara saya. Waduh saya jadi gak enak, soalnya orang kantinnya seakan2 minta saya yang tanggung jawab. Sebel.
Duh utangnya banyak gak di kantin? Memalukan banget 😦
Pas nonton videonya cuma geleng2 kepala. Anaknya terlihat pede jaya.
Emang paling nyebelin kalo denger orang ngelakuin name dropping untuk bypass atau berkelit dari sesuatu. Padahal udah jelas2 dia salah.
Sayangnya kalo ngeliat kasus Sonya ini, si anak terlihat cuek cuek aja malah menikmati popularitas nya itu. Terlihat dari upload soc med nya. Yang kasihan keluarganya yang ikut kena bully, apalagi papanya yang sampe gak kuat. Aduh kesian banget.
Aku sih gemes tapi ga ikutan ah nge bully, kurang kerjaan. Aku juga pernah remaja, tau remaja itu bawaan panasannya kayak apa. Walau perbuatan sok begitu tetep aja nyebelin. Udahlah biar ini jadi pelajaran buat dia.
Aku kasihan banget sama Bapaknya, kebayang sakitnya gak diakuin sebagai Bapak. Walau konon di Adat Batak, paman pun dianggap Bapak.
Polisi juga perlu berbenah harusnya kalau ada yang dropping name langsung disikat. Biar gak kebiasaan.
denger cerita ttg si dedek ini dari temen setelah aku and temen-temen yang lain lagi nyinyirin seorang oknum PM yang semena-mena nyuruh mobil kami minggir karena mobil doski mau lewat. Ada salah satu temenku yang kala itu emang lagi emosi, dia berani bentak mobil pak oknum (bentak ya…bentak lho) buat ngalah dulu mobilnya (mobil pak oknumnya). usut punya usut, temanku yang bentak-bentak pak oknum tadi nggak nyadar kalo yang dia bentak ‘punya kuasa’. Hidup cewek PMS! *eh
Menurut salah satu koran, Sonya sering memakai nama polisi itu di sekolah sehingga tidak ada yang berani mengganggu dia. Sayang sekali ayahnya harus shock setelah membaca respon dari banyak orang soal anaknya.
aku baca beritanya td pagi, menurut ibu nya, dia depresi sampe gak mau keluar rumah.. duhh yg plg gak kebayang sampe buat ayahnua meninggal, menyesalnya kaya apa itu ya :(. semoga dia belajar yaa Mba jd lbh baik dan bukan malah lbh menjatuhkan diri..
ngomong2 soal name dropping, di kota tempat aku besar dan sekolah, apalagi pas sekolah negerinya, aku sampe eneg sama beginian.. mereka smua ngomong keponakan bupatilah, anaknya sekda lah, zzzzzz… dan emg ampuh buat begayaan, termasuk guru sekolah jd takut, tp aku jd ilfil banget.. seharusnya klo pny org besar di belakangnya mbo’k ya lakuin hal besar juga biar gk malu2in gitu, sayangnya kebalikannya yg ada 😓. *masih kebawa emosi* ✌🏼️✌🏼
Ada juga nih anaknya yang punya restoran Indonesia di sini. Kasihtau kenalanku ‘Oh I’ve seen them aaaallll the time!’ Di restorannya padahal udah setaunan setengah lebih nggak pernah ke sana, ke sana juga cuma beberapa kali! Ngaku ke kenalan kl dia kenal gue, pdhl mukanya gue aja gak inget lho.
Nah itu repot tuh, kita sering bilang kenal padahal sebenernya cuma tahu doang.
Jadi tahu kosakata baru : Perisakan . Txs Ai
Artikelnya aku ngikutin juga, aib seumur hidup deh ya, eh tapi katanya ayahnya memang sudah sakit, ah entahlah, turut prihatin juga yang pasti.
Ooo emang udah sakit, kirain jadi sakit karena kasus ini.
saya pernah dengar, dalam bahasa Indonesia bullying adalah perundungan mbak
Aaaah, terimakasih. Terus kalau perisakan apa dong?
kurang tau kalo perisakan (baru dengar juga kosa kata ini)
anak SMU sebetulnya biasa banget masih meledak-ledak emosinya dan senang jadi sorotan..belum bisa berpikir dua sampai empat langkah ke depan…kita (yang katanya sudah dewasa ) entah sebagai pembaca, jurnalis, dsb, yang harusnya juga lebih bijak menyikapi kasus2 seperti ini….apakah ikut euforia dalam menyebarkan dan melakukan perisakan tidak akan menimbulkan konsekuensi bagi obyek dan masyarakat..
DI Medan udah sering banget kayak gini. Temen2 aku dulu juga melakukannya, yang ini pas ketangkep kamera aja jadi rame banget tp jadi pembelajaran buat semua orang ya, kalau melakukan hal tsb emang gak bener.
Jadi perisak ya untuk bully. Thanks Ai jadi tau.
Ada yang bilang perisak ada yang bilang perundungan. Mana yang bener masih belum diklarifikasi.
Emang Medan itu keras ya Non, dropping name dan punya beking jadi “wajar”. Ah tapi aku di Medan dulu juga gak segitunya 😑😑
cari sensasi nya kejauhan anak itu. Semoga dia bisa belajar dari kesalahan ya Mba dan anak2 lainnya juga supaya gak ikut2an
Semoga kita semua belajar ya.