Recehan 

Baru-baru ini ada turis Indonesia yang ditolak belanja di sebuah toko suvenir ternama di Dublin, karena uang yang diangsurkan merupakan pecahan 500 €. Alasan toko tak mau menerima uang lembaran besar tersebut tak jelas, tapi saya menduga karena ada ketakutan uang ini yang palsu. Disini, memang ada keengganan menerima uang dalam pecahan-pecahan besar dan banyak transansi dilakukan dengan uang pecahan kecil,  kartu atau bahkan recehan dalam bentuk koin.

Jika di Indonesia recehan (pecahan uang kecil) berbentuk koin relatif tak bernilai dan banyak tidak disukai, (bahkan pengemis dan pengamen pun membenci pecahan-pecahan tertentu terutama yang nilainya kecil), di Irlandia koin jauh lebih bernilai. Di Indonesia hanya koin seribu dan lima ratus yang bisa dianggap sedikit berharga, karena nilainya yang memang lebih besar dan lebih berarti (btw, ini tolong jangan diartikan saya sok-sokan gak menghargai uang recehan dengan nilai yang lebih kecil ya). Di sini, koin terdiri dari pecahan 2 Euro, 1 Euro, 50, 20, 10, 5 dan juga 1 sen. Koin-koin dengan angka besar sama nasibnya dengan di Indonesia, lebih dihargai, sementara koin-koin dengan angka kecil, kurang begitu dihargai karena nilainya tak sebanding dengan beratnya.

Koin-koin recehan yang datang dari berbagai negara Eropa ini punya banyak gambar yang berbeda, tergantung darimana koin tersebut dikeluarkan.  Dari Irlandia, misalnya, identik dengan gambar harpa yang menjadi simbol negara. Sementara dari Perancis memuat Liberte, Fraternite dan Egalite, sedangkan German memuat simbol negaranya. Koin-koin ini jadi barang yang menarik untuk dikoleksi karena gambarnya yang berbeda-beda dan kadang membuat tertarik untuk menebak-nebak negara asalnya.
Seperti saya tulis di atas, keengganan untuk berurusan dengan recehan berbentuk koin, biasanya disebabkan berat dan nilai yang tak seberapa. Pada saat jalan-jalan, terutama di negara baru, koin-koin juga sering membuat frustasi, apalagi jika harus membayar barang-barang berharga murah. Mata harus jeli memilah-milah mana koin yang tepat. Ketika saya ke Belfast beberapa waktu lalu, saya pun sampai pusing sendiri di depan petugas kasir, karena belum kenal dengan koin poundsterling. Untungnya petugas di kasir berbaik hati memilihkan koin untuk pembayaran. Fiuh….
Ketika liburan, saya cenderung menghindari menumpuk banyak koin karena koin tak ada harganya jika ditukarkan kembali di Indonesia. Di tempat penukaran uang langganan saya di Jakarta misalnya, penjualan koin dengan mata uang asing hanya dihargai separuhnya saja. Jadi koin 1 Euro bisa dijual seharga 7500 saja. Sementara jika ingin membeli, harganya tetap sama. Tapi bagaimana lagi, koin ini memang diperlukan untuk transaksi yang penting, seperti membayar transpor umum.
Kendati sudah menghindari menyimpan koin, di setiap akhir liburan saya seringkali masih punya koin dengan berbagai nilai. Beberapa saya bawa pulang dan berakhir di toples koin, dan satu koin spesial dari perjalanan saya ke Hong Kong berakhir menjadi mas kawin untuk salah satu adik saya. Yang seru, koin tersebut saya dapatkan ketika saya pergi untuk kawin di Hong Kong. Dari perkawinan ke perkawinan lainnya.
Nah dari aneka rupa bandara yang saya kunjungi, baru di Kamboja saya saya melihat kotak amal untuk meninggalkan koin. Mungkin kotak ini juga ada di negara lain, tapi entah kenapa saya tak pernah nemu di ruang tunggu keberangkatan. Konsep kotak koin di bandara ini sangat brilian, karena turis-turis tak perlu pusing membawa koin dan bisa berbuat baik di akhir perjalanan. #TolongColekUnicefSuruhPasangSatuDiSoekarnoHatta.
Satu hal yang menarik, disini saya menemukan mesin khusus penukaran koin. Koin yang kita punya tinggal ditumpahkan di mesin tersebut, untuk ditimbang, lalu uang kita akan ditukar dengan uang kertas. Ada ongkos yang harus dibayar tentunya, sekitar 10%-15% dari jumlah yang kita tukarkan. Mesin ini tak hanya berguna sekali untuk para pengemis di Irlandia, tapi juga untuk rumah tangga yang sering menumpuk koin-koin dengan yang kurang bernilai.
Menjelang Lebaran, permintaan terhadap recehan selalu meningkat pesat. Entah siapa yang memulai tradisi tersebut. Recehan yang dicari tentunya bukan recehan dalam bentuk koin, tapi dalam bentuk kertas, seperti dua ribu, lima ribu, sepuluh atau bahkan dua puluh ribu. Ah terbayang betapa girangnya anak-anak kecil ini menerima recehan baru. Eh tapi bukan anak-anak saja sih yang girang, saya kalau nerima recehan, apalagi dalam bentuk mata uang asing, girangnya bisa berminggu-minggu. Lucunya, uang tersebut biasanya hanya saya simpan di dompet, dan tak dibelanjakan.
Anyway, selamat menyambut Hari Raya Lebaran bagi kalian yang merayakan. Bagi yang tak merayakan, selamat Liburan. Semoga kalian semua bisa makan enak dan tak sengsara seperti saya tahun kemaren. Btw, kalian masih suka terima recehan kalau hari Raya?
Foto lebaran saya tahun kemaren.
xx,
Tjetje
Merindukan sang Tante dan recehan dollarnya

Baca Juga: Susahnya Lebaran Tanpa Pedagang Kaki Lima

27 thoughts on “Recehan 

  1. Disini malah duit kontan (baik lembaran maupun koin) sudah jarang dipakai karena semua2 pake kartu. Beli permen pun pake kartu, jadi kalau toko mesin kartunya rusak alamat bisnis seharian bakal gagal.

    Disini nilai koinnya juga lumayan, yang biasa dipakai adalah koin 10 dan 20 DKK (20 DKK = sekitar Rp. 40 ribu), cuman ya itu tadi, sudah jarang orang bawa duit di dompet 😛

  2. Rasanya banyak kok bandara-bandara sini yang menyediakan kotak amal di bandaranya. Di Schiphol aku sering lihat (ya iya lah kan sering lewat sana, hahaha 😆 ). Nggak cuma untuk koin aja sih tapi juga untuk uang kertas.

    Haha, setelah cukup lama disini akhirnya muncul juga feeling mengetahui nilai uang koin dari ukurannya, haha. Btw, ada yang kelewatan disebutkan tuh, uang koin 2 sen 😛 . Dan iyaa, yang pounds punya memang bikin bingung banget karena di beberapa koinnya nggak ada angkanya dan nominalnya dieja, hahaha 😆

    • Mungkin aku yang gak perhatian dan baru ngeh di Kamboja aja ya.

      Makasih koreksinya, aku baru ngeh ada koin 2 cents, terus barusan ngaduk-ngaduk kotak koin dan nemu. Hadeuh kemana aja baru nyadar ada koin 2 sen. Indeed, pounds itu koin paling ngeselin.

  3. Tje, aku koleksi koin dari berbagai negara yg pernah dikunjungi, bahkan pecahan uang kertas nominal kecil pun ada.. Trus di Oz aku pernah dicemberutan kasir karena belanja 30 dolar pake koin semua😝 padahal itu koin 2 dolar loh, jadi cuma 15 koin.. Di sini orang udah sangat jarang pake duit fisik.. Nah kotak koin di tempat umum, entah buat amal atau sekedar bantu nyimpenin buat yg gak suka nyimpen koin, di Oz ternyata lumayan banyak, setidaknya di mall dan bandara (terminal keberangkatan internasional). Bahkan pernah waktu naik Qantas (Brisbane-Singapore), kru kabin ngedarin amplop utk diisi uang koin Oz yg sekiranya atau pastinya gak akan dipake di luar Oz, buat disampaikan ke badan amal..

    • Wah itu Qantas bagus banget, jadi orang gak perlu angkut koin pulang.

      Disini yang muda juga banyak pakai kartu. Sementara yang tua banyak pakai cash. Tapi kalau di Pub, Cash semua. Lebih gampang, daripada gesek2 melulu sementara pubnya penuh.

      • Aku suka amazed di club2 di Jakarta, dari segi si waiternya yang hebat bisa ngenalin org2 dlm suasana remang2 yg beli minum dan dia bisa balik lagi anterin minumannya dengan benar. Terus ada org yg parno, gak brani tinggal kartu kredit, padahal open table, tapi ada juga yang pede abis, pokoknya semua ditagihin ke CC dia.. tapi mostly di club atau bar, pake kartu sih..

      • Aku gak pernah naik Qantas, jadi belum tahu. Tapi inisiatif itu bagus ya, mestinya ditiru oleh airlines lain.

        Soal waitress, mungkin mereka tahu orang gak akan kemana-mana kalau minumannya belum datang.

  4. Pernah baca juga di group sebelah mbak, katanya emang takut ada kejadian uang palsu gitu.. Nominal €100 aja udah gede buat mereka ya kan.
    Tapi kalo di-convert ke Rupiah gila juga sih, €100 = Rp1,5jt sementara jajannya (misalnya) cuma €10 = Rp150rb 😂😂😂

    • Biasanya sih pecahan paling gede 50. Ngambil beberapa ratus pun mesin ATM gak mau ngeluarin pecahan 100.

      Aku gak mau convert lagi, karena semua keliatan mahal kalau diconvert. Padahal buat disini, sekali makan 20-25 itu wajar.

  5. Kalau aku selalu bawa minimal masing-masing satu dari tiap pecahan yang ada dari negara yang dikunjungi. Nah, beberapa sering masih tertinggal di dompet, sehingga ketika di Indonesia lagi butuh receh tapi nemunya koin asing itu. Ya wis lah mecah duit lagi.

  6. Diana suka koleksi recehan (dan uang kertas pecahan kecil) dari negara yang Diana datangin, kadang-kadang ada temen yang memberikan recehan dari negara-negara yg mereka datangi juga. Seneng banget rasanya melihat-lihat recehan itu, jd ingat saat-saat liburan 😀

  7. Berhubung belum ke banyak negara, recehan yang aku punya masih dikit, jadinya selalu aku plastikkin dipisah sesuai negara masing2. Mau dijual lagi juga susah, nah kadang juga bingung, ntah kapan lagi ngunjungin ke negara yang bersangkutan, jadi kadang kalau ada temen yang mau traveling, aku jual aja ke mereka, hehe.. lebih murah dikit gpp, untungnya pada mau, malah kadang suka tanya, masih ada yang lain kah? Tapi hanya yang koin aja sih, kalau yang kertas, biasanya aku simpan.

    Tapi dulu aku sering banget tukar duit di money changer di changi airport, mereka terima sampe koin2nya juga, di kurs dengan harga yang sama kayak duit kertas..

  8. Ada copper 2¢ jg Ail. Recehan yg copper aku tetep simpen dan kalo rajin + ga ada antrian bisa dipake di self check di supermarket. Alternatif lain, ya ditumplekin di mesin koin tapi biaya potongannya lumayan gede. Kl yg se euro dua euro, disimpen di tas u/ kebutuhan sehari2; buat trolley lah, buat belanja lah, buat parkir lah.
    Kalo ada rencana liburan, yg €2 aku masukkin celengan. Lumayan significant buat yang jajan (kl rajin nyimpen :p)
    Oh iya, skrg supermarket buletin kembalian loh. Ky kmrn belanjaan abis €14.83. Ngasih €15 dikembaliin 15¢, ga pake permen haha

  9. Kalo aku abis traveling dan punya recehan biasanya dihabisin di vending machine mba hahhaha jadi inget waktu pulang dr jepang bawa banyak bgt minuman kemasan hasil dari vending machine gegara ngabisin koin.

Leave a reply to zilko Cancel reply