Tulisan ini terinspirasi dari obrolan saya dengan Mbak Yoyen beberapa tahun lalu. Terimakasih idenya Mbak.
Suatu hari, suami dari seorang teman yang sudah kawin dengan WNI selama lebih dari satu dekade mendekati saya sambil berkata: “You are not a usual Indonesian”. Saya pun bertanya mengapa ia mengambil kesimpulan tersebut, alasannya sederhana, karena saya mau ngobrol dengan bapak-bapak orang asing. Oh sungguhlah aneh ketika mengobrol dengan mereka dianggap sebagai keajaiban.
Komunitas Indonesia di banyak negara, terutama komunitas perkawinan campur, memiliki kecenderungan untuk berkelompok menjadi dua ketika ada acara; baik itu acara makan-makan, ataupun acara resmi. Yang Ibu-ibu biasanya cenderung berkumpul di dapur atau di tempat yang lebih dekat dengan akses makan, sementara yang bapak-bapak berkumpul di living room.
Yang kemudian saya perhatikan, jarang sekali terjadi interaksi antara bapak-bapak dengan para Ibu-ibu. Beberapa hasil observasi saya adalah sebagai berikut:
1. Tabu berbicara dengan laki orang
Jangan meringis, apalagi sampai ketawa deh. Masih banyak kok perempuan yang panas membara ketika melihat suaminya berbicara dengan perempuan lain. Dalam beberapa kamus, kondisi ini namanya insecure.
Pada saat yang sama, ada juga yang tak ikut punya suami panas dan mulai menyulut api pergosipan dengan kalimat: “Wih….lihat tuh, laki lu diajak ngobrol sama X”. Reaksi ini muncul karena lingkungan kita dimana ngobrol biasa dengan lawan jenis dianggap sebagai kecentilan. Kepala dari sebagian orang juga terlatih untuk berpikir bahwa obrolan tersebut terlarang. Maka tak heran kalau ada keengganan ngobrol antara Ibu-ibu dengan bapak-bapak bule.
2. Tak mau melibatkan bule dalam pembicaraan
Pernah ngalamin situasi dimana orang asing dicuekkin (biasanya satu orang) dan seluruh dunia ngomong bahasa Indonesia? Saya sering melihat hal seperti itu. Ngobrol-ngobrol kita seringkali kurang inklusif dan gak mikir untuk melibatkan mereka. Di beberapa kesempatan bahkan kelompok orang-orang Indonesia tak segan untuk ketawa cekakan sementara sang bule kagok karena tak mengerti apa-apa.
Kejadian seperti ini biasanya diakhiri dengan permintaan maaf karena berbicara dalam bahasa Indonesia, tapi kemudian pembicaraan akan dilanjutkan kembali dalam bahasa Indonesia. Dan sang bule pun kembali dicuekkin. Kelompok ini biasanya emang males aja ngobrol dengan bule dan menunggu mereka menyingkir.
3. Gak ngerti pembicaraan bapak-bapak
Dari berbagai pengalaman saya maupun pengalaman beberapa orang lainnya, pembicaraan bapak-bapak itu sangat menarik. Politik, olahraga, lokasi wisata, sejarah, diskusi tentang filosofi atau bicara tentang topik-topik di berita. Nampaknya tak banyak orang mau mengikuti topik-topik ini karena dianggap sebagai hal yang berat. *sigh*
Pembicaraan dengan Ibu-ibu sendiri, tak semuanya ya, tapi cenderung lebih ringan dan seringkali mendiskusikan gosip teranyar, dari gosip artis lokal di Indonesia, hingga orang-orang yang rajin ditemui. Diskusi dengan kualitas, atau brainstorming satu topik biasanya jarang sekali ditemukan. Dicatat ya, jarang bukan berarti tak ada.
4. Capek ngomong bahasa asing terus
Wajar sih kalau otak itu ingin berbicara dalam bahasa Ibu karena lebih nyaman dan lebih mudah. Ngomongnya pun lebih cepat tanpa perlu mikir bahasa lain. Tapi ya kapan majunya? Bicara dalam bahasa asing itu, selain melatih kepala supaya bisa cepat mengemukakan pendapat dalam bahasa asing juga memperkaya koleksi kata. Gak ada ruginya kok.
Penutup
Kultur memisahkan bapak-bapak dan Ibu-ibu ini kultur Indonesia banget. Tumbuh besar di Indonesia, saya melihat pemisahan ini kuat banget, baik dalam kehidupan sehari-hari atau bahkan di lingkungan formal. Sungguh berbeda dengan kelompok asing dimana di mana perempuan dan pria saling ngobrol dan berdiskusi tentang berbagai topik. Di kultur ini, ketika ada acara ya harus membaur dengan semua orang dan bicara dengan semua orang. Agaknya anggapan tinggal di luar negeri akan kebule-bulean itu sangatlah salah. Masih banyak kebiasaan dari Indonesia yang tak mau atau mungkin tak bisa diganti.
Kamu, pernah lihat hal-hal seperti ini? Menurut kalian, kenapa hal seperti ini terjadi?
Xx,
Tjetje
Poin no 3 yg bikin aku lebih suka ngobrol sama bule (baik cewek maupun cowok) tapi emang dari dulu aku selalu lebih cocok ngobrol sama bapak2 (Indonesia atau bule) soalnya topiknya lebih variasi dan berbobot (biarpun joke om2 bikin merinding). Pas kumpul2 keluarga jauh pun sering kali mendapati klo aku satu2nya cewek diantara bapak2. Ampe heran sendiri ibu2nya pada kemana. Mesti niat banget klo ngumpul sama ibu2 soalnya topiknya klo ga masak ya ttg anak2nya atau gosip. Roaming banget.
Sama “Topik-topik Ibu-ibu” ini aku emang gak nyambung, soalnya gak bisa masak dan gak punya anak.
Sama, Tje 😁
Aku terus terang masuk yg nomer 4 Ail. Kerja full pakai bahasa Belanda, sehari2 sama suami bahasa Belanda dan Inggris (kalo lagi marah yo keluar sih Jawanya 😅), ke tetangga dan lingkungan pakai bahasa Belanda. Jadi kesempatan ngobrol selain pakai bahasa Belanda dan Inggris (pakai bahasa Indonesia atau Jawa) ya kalau ada undangan kumpul2 gitu (dimana jarang2 juga acaranya). Kayak enteng aja gitu kepala akhirnya ngomong ga pakai mikir tata bahasa atau kosakata. Meskipun kalau pul kumpul gitu tetep sih aku ngobrol dengan para suami2 itu, sekedar obrolan ringan.
Gak pengen dilatih dari obrolan ringan jadi obrolan berat Den?
Belum terpikir Ail selain sama suami. Soalnya kalau sama suami di rumah obrolan kami tergolong berat (menurutku). Karena kami suka diskusi politik, sejarah, pemerintahan, musik (semuanya berhubungan dengan kerjaan dia). Sedangkan aku obrolannya ecek2 ttg kerjaanku di kantor haha. Jadi kalau di luar rumah maunya ngobrolin yg santai2 saja.
Beda banget sama aku, aku bisa ngobrol panjang sama temen suami sambil nungguin bulan dan bintang, biar bisa cek teleskop. *nerd alert*
Ini pasti yang ngobrolnya kebanyakan gaulnya sama orang Indonesia terus, kurang pede bergaul sama bule2, entah mungkin masalah bahasa. Banyak gitu yang disini., juga banyak yang udah puluhan tahun bahasa masih belepotan karena bergaulnya ya sama orang2 Indonesia itu ajaa
Setuju banget Va, kebanyakan orang yang bergaul sama orang Indonesia aja emang jadi kurang tahu gimana cara gaul sama bule. Ya gitu deh.
Mungkin si ibu rindu bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Keseharian jarang ketemu teman sebahasa barangkali? Aku waktu di Kingsford (yg bs dibilang adalah Kampung Asia-nya Sydney), ada temenku yg sering ngajak ngobrol berdua saking dia rindunya bercakap-cakap dalam bahasa Bonek becak’an (alias Suroboyoan), hehehe. Suaminya orang Jawa Tengah yg tentu beda lah bahasanya dgn arek Suroboyo 🙂
Mungkin juga dan bisa dipahami kok kalau kangen bahasa Ibu, tapi juga jangan dicuekin juga bapak-bapaknya. Kasihan.
Kalo udah kejadian kaya nomor 2 itu (sering saya perhatikan), saya coba ajakin ngomong si bule sebisanya, walau, kadang mati kamus juga karna saya tidak terlalu demen ngobrol lama.
Aku ngikut si Matt aja sih biasanya haha. Temennya dia temen aku jg soalnya. Cuma emang sih yg cewek2 biasanya ngobrol sendiri termasuk aku karena kita juga jarang2 ketemuan
Dimana-mana pasti misah yang cewek dan cowok.
Hmm, ketika dituliskan begini rasanya memang benar juga ya. Di Indonesia memang lebih kentara pembedaan laki-laki dan perempuannya, sementara di sini mah lebih “nyampur”. Kalau ada acara makan-makan atau kumpul-kumpul gitu juga relatif lebih menyatu, gak terbagi menjadi dua grup berdasarkan gender, haha…
Iya dan aku gemes banget.
FINALLY SOMEONE. So many relatable lah, iya banget.
Bagus tulisannya, apalagi poin ke 3. Pengen juga ngobrol dengan topik so-called “bapak-bapak” yang lebih bermutu daripada cuma gibah, gosipin yang kebenarannya juga masih meragukan, tapi kalo sama ibu-ibu entah kenapa lebih seringnya ngomongin itu. Tergantung ibu-ibunya juga sih.
Entah mengapa hanya sedikit yang tertarik dengan topik umum 😦
Salah satu alasan aku jarang2 ikut kumpul2 Indo, bukan krn laki dan perempuannya terpisah, tapi kebanyakan ngobrol gosip bercanda pake bahasa Indonesia… berasa nggak enak si M dicuekin hhahaha…
Laki gue selalu nanya, ada siapa aja. Daripada keki.
Sebetulnya ini bukan di luar negri aja lho Mba, yang salah satu alasannya karena perbedaan bahasa. Kalau kuperhatiin di Indonesia juga, terutama point no 1. Terus terang bikin bingung, kenapa masalahnya haha. Soalnya dari kuliah kebanyakan cowok, kerja di lingkungan cowok, dan kayanya biasa aja kan. Eh pas udah jadi istri orang trus ngumpul acara 17 an di rumah malah kagok sendiri.
Iya ini kultur Indonesia yang dibawa ketika tinggal di luar negeri. 17an tuh contoh menarik, pasti gak membaur.
Kalo aku kejadian pribadi di No.1 ngobrol sama beberapa bapak2 orang tua murid dulu eh malah salah satu dari ibu2 ada yg kompor bilang saya lagi coba goda2 suaminya, Gubrak! 😩😩
Ya ampun di sekolah pun gitu 😭😭😭
iya mba,, miris banget…
Masih inget aja kita ngobrol ini Tje, kalau ngga salah tahun 2015 ya 😀 Memang ada perempuan yang seperti kamu tulis di atas dan ada juga yang ngga. Cuma yang terakhir itu di luar negri sayangnya ngga banyak. Harus selektif carinya eh tapi kalau selektif cari temen ada risiko dicap sombong sih ya. Serba susah ha….ha….Cuma aku sih bodo amat.
Kalo lagi di acara orang Indonesia di mana pun itu, biasanya emang terpisah tapi aku selalu nyempetin utk ngobrol dengan kedua grup secara seimbang, tapi ya bolak balik antara 2 grup jadinya😀 Uniknya, aku pernah lihat hal serupa di komunitas ekspats orang Taiwan di tempat kerjaku di Bandung. Karena pekerjaan, sering aku harus ikut acara keluarga mereka di restoran. Pasti harus disediakan 2 meja. Satu buat bapak-bapak, satu buat ibu-ibu dan anak-anak. Aku selalu duduk di meja bapak-bapak karena aku ceritanya kerja bersama para bapak-bapak itu, tapi berinteraksi juga sama meja ibu-ibu biarpun terkendala bahasa seringnya..
Selama disini sih jarang melihat Hal serupa mbak Tje,
Nggak ada komunitas Indonesia dikotaku, ya jadi ngobrol nya selalu sama bule jerman dan dengan bahasa Jerman pulak. Ada sih beberapa teman Indonesia tapi mereka student semua dan lokasi menyebar jauh-jauhan semua. Kumpul sama komunitas indonesia cuma kalau pas ke KBRI aja, pun baru 2x lebaran sama 17an aja 😃
Btw, padahal topik sejarah, Politik sama lokasi wisata itu sangat amat menarik ya… Rugi juga menurutku ya kalau nggak mau ngobrol2 sama lokal secara bisa ngulik banyak sekali hal baru…
Iya banyak hal dan perspective baru yang sebenernya bisa melebarkan pengetahuan.
kita yang di Turki umum nya krn kultur sih mba, kultur orang sini nya , umumnya kalau temen mau berkunjung ajak suami kalau suami si tuan rumah ga ada, dia suaminya ga akan masuk rumah, bakal nunggu di parkiran atau cuma ngedrop sambil nunggu istrinya chit chat(kasian ya:D) kalau ada acara kumpul2 pun, ya para suami yg sesama turki bergerombolnya, kadang sih ada jg yang ngajak ngobrol, tp seringnya dibilang:ayıp (tabu) ngobrol sm suami orang, saya pernah di WA calon suami nya temen yg org turki jg, kena omel suami..LOL ..padahal niat mah cuma bantu2 info aja, kudu ada permisi nya suami.
Beda banget sama orang Turki yang di luar Turki ya. Lebih bebas.
Di indonesia istri or suami ngobrol sama orang lain….mata pasangan mereka pasti dah copot keluar…mulut tetangga udah pada melebar..padahal ngobrol di tempat umum….trus harus gimna…