Mbak TKW Penghibur Hati

Perjalanan saya ke tanah air sangatlah panjang, lebih dari 18 jam. Dari Dublin ke Dubai perjalanan saya tak terlalu menarik, tapi dari Dubai ke Jakarta perjalanan ini menjadi menarik karena saya duduk bersebelahan dengan Mbak TKW. Sebenarnya saat itu saya tak duduk bersebelahan dengan ia, tapi seorang perempuan Irish minta tukar tempat duduk dengan saya supaya ia bisa bercengkerama dengan teman-temannya. Tentu saja kesempatan emas ini tak saya tolak.

Si Mbak langsung tersenyum sumringah ketika tahu saya bisa berbahasa Indonesia. Tentunya basa-basi kami dimulai dengan pertanyaan dari mana. Saya menjelaskan bahwa saya tinggal di Dublin, sementara ia menceritakan bahwa ia bekerja di Dubai dan memutuskan untuk mengakhiri pekerjaannya di Dubai. Dari berbagai interaksi saya dengan TKW, mereka selalu mengambil asumsi bahwa semua orang yang bekerja di luar negeri adalah TKW. Makanya ketika ia bertanya pekerjaan saya, saya menjelaskan bahwa saya bekerja di sebuah kantor di Dublin. Dan sang Mbak pun bertanya:

"Oh Mbaknya kerja di Maktab?"

Saya pun bertanya balik, apa itu Maktab, lalu ia menjelaskan bahwa Maktab adalah kantor yang mencari pekerja rumah tangga. Ia tentunya menggunakan bahasa pembantu, bukan pekerja. Saya lalu menjelaskan bahwa kebanyakan orang di Eropa tak mampu membayar PRT, karena gaji mereka cukup tinggi. Di Dublin, mereka setidaknya harus dibayar 9 Euro per jam.

Si Mbak yang bekerja di Dubai dengan gaji sekitar 3-4 juta rupiah ini mengakhiri pekerjaannya di Dubai dan memutuskan untuk kembali for good. Pembicaraan soal gaji bukan saya yang memulai, dia yang memulai dengan bertanya berapa gaji saya di Irlandia. Sejujurnya saya males ditanya-tanya soal gaji. Tapi hari itu saya iseng menyebut sebuah angka yang langsung dibalas “Innalilahi” oleh si Mbak. Ia juga setengah memeluk saya, karena kaget. Tapi interaksi tersebut menampar saya, mengingatkan bahwa kadang yang kita lihat sebagai sebuah hal yang normal, atau bahkan kecil itu bisa menjadi sangat tinggi bagi orang lain.

Pertanyaan pribadi selanjutnya soal anak. Begini pertanyaan si Mbak:

“Kamu sudah punya anak?”

“Nggak punya Mbak.”

“Ah masak sih, kok badan kamu gendut?!”

Untungnya hari itu mood saya lagi ceria, jadi gak nyolot ketika dibilang gendut. Jadi saya tanggapi saja dengan kalimat: “Saya makan mbak, makan!”. Dan sang Mbak pun masih menimpali: “Saya juga makan, tapi saya gak gendut”. Saya senyum-senyum saja, lalu cepat-cepat pasang headset.

Interaksi selanjutnya soal menu, ketika makan akan disajikan. Si Mbak tak paham menu yang disajikan. Saya pun menjelaskan pilihan menu ayam dengan kentang atau nasi dengan udang. Si Mbak ini nanyanya mendetail, udangnya dimasak seperti apa, rasanya seperti apa. Begitu juga dengan ayamnya. Tentunya saya tak punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Akhirnya, si Mbak memilih udang karena ada nasinya.

Ketika makan, ia sibuk sendiri dengan pilihan minuman, coca cola, lalu ganti Marinda (sic), hingga akhirnya Pepsi. Nah, saya sendiri memilih wine. Lalu terjadi pembicaraan menarik:

“Kamu minum apa itu?”

“Anggur Mbak”

Ia tiba-tiba tertawa terbahak, lalu berkata “Wah, gaya kamu”, kemudian ia menyikut saya.

Ia lalu bertanya untuk apa saya minum anggur, yang saya jawab dengan pertanyaan untuk apa ia minum Pepsi?

Masih belum selesai. Si Mbak kemudian bertanya bagaimana rasanya anggur, yang saya jawab dengan tawaran “Mau coba?”

Lalu diam.

Selama awal perjalanan, si Mbak ini sibuk sekali dengan telpon genggam dan tabletnya. Sibuk swafoto. Melihat itu saya jadi mikir dan bertanya, berapa uang yang harus dihabiskan untuk membeli gawai-gawai tersebut.

Soal posisi tidur dan privacy space jangan ditanya lagi deh, tapi sekali lagi, mood saya lagi  indah. Jadi ya saya maklumi aja ketika tangannya menguasai pegangan tangan di kursi. Atau kemudian ketika ia memposisikan diri sedemikian rupa hingga ujung kakinya mendekati kaki saya.

Dua jam menjelang pesawat mendarat, ia menanyakan jam berapa pesawat akan mendarat. Terus terang ini bikin saya kaget bukan kepalang, sekaget ia ketika tahu pesawat mendarat di malam hari, pukul sepuluh malam. Duh…gimana ceritanya bisa tak tahu kapan pesawat mendarat. Saya pun berceramah panjang supaya ia berhati-hati, apalagi jika ada mencoba menipu atau memeras.

Semakin kesini, saya semakin sedih kalau kebarengan sama TKW. Kekepoan mereka emang ngeselin, tapi cara pandang dan pengetahuan mereka yang begitu sederhana menusuk hati saya sebagai WNI dan juga sebagai perempuan. Perempuan-perempuan ini berjuang untuk keluarganya dan ketika pulang harus disambut dengan orang-orang yang siap memangsa penghasilan mereka yang tak seberapa itu.  Ah sudahlah, semoga mereka selalu dilindungi.

Semoga minggu kalian menyenangkan!

xx,
Tjetje

Advertisement

54 thoughts on “Mbak TKW Penghibur Hati

  1. Hahaha, pertanyaan-pertanyaannya polos banget ya 😀 . Jadi penasaran apakah asumsi bahwa semua orang yang bekerja di luar negeri itu TKW berkolerasi dengan gender atau engga, hmmm…

  2. Aku pernah sebelahan sama TKW pas ke Taipei. Tapi mbaknya untung gak kepo, cuma main HP dongggggg dan nyala.. huhu.. Akhirnya dikasih tahu terus kayak bingung gitu, pas ada pramugari lewat, disita lah..

    Lain cerita pas balik dr Doha, segerombolan TKW ga tahu nama makanan, kudu jelasin satu persatu, yang akhirnya tetap pada milih nasi juga.. hehe

  3. Hihihi mba Ail sabar banget! 🙂
    Klo aku malah pernah disangka TKW waktu transit di Dubai. Aku duduk bersebrangan dengan suami di ruang boarding, sementara si kembar yang waktu itu masih berjalan jalan hilir mudik datang padku trus balik lagi pada bapaknya, TKW yang duduk disebalahku langsung membuka obrolan dengan bertanya aku mau pergi ke mana, aku jawab mau ke Bandung. Disusul pertanyaan pertanyaan berikutnya, seperti asal mana yang kemudian aku tersadar saat dia bertanya enak ya punya majikan bule trus keliatannya baik banget. Hahaha, untunglah saat itu hatiku sedang cerah ceria karena ingat ini adalah perjalanan menuju kampung halaman, maka aku iyakan saja.

  4. Speechless ya Mba Ail..
    Kalau pengalaman sy saat flight Jakarta-Dubai, bersebelahan dgn TKW, pertanyaan gk jauh dari “Tujuannya kemana?” lalu dy tanya “Mba masi sekolah ya? kok berani sekolah jauh2 dari keluarga?” Dan saat sy tanya mba jg kok berani kerja jauh2 di negeri orang, dan dy jawab “Ya karna kebutuhan mba, kalau gak karna butuh sy juga gak mau, gak tega tinggalin anak, suami & keluarga”
    Well… tambah speechless saya hehehe…

  5. Kayaknya mbak ada typo ya? Mungkin di paragraf pertama nulis “dari Dubai ke Jakarta”? Karena aku bingung pas mbak cerita PRT mau pulang kampung ke Indonesia kok singgah ke Dublin dulu.

    Aku untungnya nggak pernah duduk sebelah TKW tapi pernah duduk di sebelah tante tante OKB yang pake baju seragam. Dan jujur, mereka jauh lebih ngeselin daripada TKW yang pertanyaannya kepo tapi polos.

  6. Di Indonesia aja yg ada istilah TKW ya padahal artinya tenaga kerja wanita yg di kirim ke LN, mau jadi prt mau kerja di pabrik, mau jadi babysitter atau care giver ya gtu istilahnya tkw kayak ada jarak dg pekerjaan lainnya. Padahal di UK dan di Belanda banyak TKW yg dari polandia lah dari greece lah dari italy lah kerja di UK / belanda jadi care giver jadi waitress mereka gak pake istilah tkw sih 😅 biasa aja gtu. Klo di indonesia wanita kerja ke LN ya sebutannya TKW kyk berbeda banget gtu statusnya ya… kecuali yg kerja di perusahan bukan dari domestik agent baru dah gak di sebut tkw 😅 btw tuh orang semena2 banget nyebut orang kok gendut omg 😂😂😂 untung Tjetje coba orang lain apa udah gak di omelin tuh 😂

    • Correct me if I’m wrong, tapi sepengetahuan saya TKI (dan kemudian TKW) memang terbatas terhadap low-skill labor yang proses penyalurannya melalui agen khusus atau melalui pemerintah. Ini ada UUnya dan mereka ini yang terlindungi berdasarkan UU karena mereka ini rentan terhadap pelecehan dan penyiksaan.

      Kalau saya sih jelas, bukan TKW dan bukan juga expat. Saya migran.

      • Iya thats rite 😇 makanya aku bilang di indonesia yg ada tki tkw. Kalo di UK dan belanda yg aku tau sendiri. Pekerja dari polandia, rumania, italy skillnya jg kyk orang kita lah org indonesia. Sama parahnya mereka ini tidak bisa sedikitpun bahasa indonesia 😇 aku liat sendiri saat aku ke kantor home office ambil my international ansurance number karena aku udah resident UK dan aku heran melihat banyaknya pendatang dari luar UK untuk interview mau kerja di UK tp tak sepatah katapun mereka bisa bhs inggris. Tp disini gak ada istilah tkw ya 😂 kerja prt or whatever gak ada istilah khusus 😇

      • PMI dong 😅 mmg banyak tkw seperti yg di tulisanmu ini tapi banyak juga yg sambil kuliah bahkan jadi master taichi international menang piagam emas untuk indonesia kisahnya aku nonton di acara hitam putih transtv.

  7. aku pernah disangka tkw waktu di Dong Muang Bangkok, dan mbaknya cerita kalo malem itu janjian sama orang yang ngajak dia buat balik ke Indonesia tapi sampai din hari (jam 2 dini hari) ga keliatan batang idungnya. waktu ditanay passport dia ga pegang (yang berartitkw ilegal ya? 😕 ) . Mbaknya mau minta bantuan pun aku ga bisa bantu apa-apa dan cuma bisa bantu doa.

    satu lagi pernah ketemu tkw di KLIA2 yang mau ke Aussie tapi subuh itu lagi riweuh banget karena ga nemu tempat makan yang buka untuk beli nasi. Aku jadi mikir gimana nasibnya waktu di aussie nanti ya? 😕 . aku dan kedua temenku disangka tkw karena kita bengong di food court kali ya dan keliatan lusuh dan cuma bawa backpack. Padahal itu muka-muka ngantuk karena mau berangkat naek pesawat paling pagi 😐

  8. Gak pernah sebelahan sama TKW, Tje … tapi sepuluh tahun terakhir setiap travelling ada aja yang ngajak ngomong pake bahasa Tagalog di airport, kalo dijawab pake bahasa Ingrris bilang maaf saya bukan orang Philippina mereka suka gak percaya hahaha secara di boarding pass destination-nya Manila!

  9. Waaahh itu kalau aku yg di posisimu, sebaik2nya mood kayaknya bakal rusak deh di bagian ngomong badan gendut.. hufttt. Sebenernya kasian si mikirin nasib TKW, tapi mbok ya kok mulutnya gitu…

  10. welcome home mbak 😀

    Duh jadi inget cerita teman saya 10 tahun lalu yang bekerja di luar negeri sebagai profesional. Dia pernah berkisah kalau bertemu perempuan di pesawat dan gawainya bagus hampir bisa dipastikan buruh migran. Ini bukan merendahkan profesi.
    Kita yang kerja profesional kadang gawainya kalah keren dan banyak lho. Ya bagi beberapa orang gawai yang dibawa menunjukan status sosial dan ukuran kantong 😀

  11. Wahaha sampai bawa2 berat badan…. untung Mb Ailtje orangnya penyabar ya 😞😓
    Aku pertama kali ke luar negeri adl waktu kuliah dulu, ikut simulasi PBB di US. Pulangnya masih rapih dong pakaiannya jas dan pencil skirt… eh setelah transit di Abu Dhabi, ibu TKW yg duduk di samping malah nanya kerja di daerah mana.. majikannya orang mana… ohmaigot, menusuk sekali… mau berpakaian sebegimana, tampangku memang tampang PRT mungkin 😭😭

    • Sebenernya aku gak sabaran, hari itu kesambet bener. Eh sebenernya kita bisa belajar dari mereka untuk tidak menjudge orang dari penampilan kan? Mau rapi atau berantakan (ini biasanya gue kalau udah leg penerbangan ke dua) anggap aja sama.

  12. Haha kita punya pengalaman yang mirip…. dari Dubai ke Jakarta, duduk bersebelahan dengan mbak tkw dengan berondongan pertanyaan lengkap… kerja di mana, udah punya suami atau blm, suami orang mana, kerja di mana, gaji berapa, sudah punya anak atau belum, plus resep melangsingkan badan setelah punya anak supaya tetap disayang suami hahahaha….

Show me love, leave your thought here!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s