Sungguh saya kaget luar biasa ketika melihat perkawinan Angel Elga dan Vicky dimasukkan ke dalam televisi nasional dan kemudian menjadi TT di jagat Twitter. Kalau saya masih di Indonesia, saya akan lihat merek-merek apa saja yang bersedia membayari acara televisi model seperti itu dan berhenti membeli produk-produk mereka. Agak ekstrem mungkin, tapi televisi itu mestinya kan menjadi ajang pendidikan dan atau hiburan berkualitas. Bukan hiburan yang tak jelas manfaatnya apalagi memfasilitasi perusakan terhadap bahasa kita.
Di Irlandia, kami memilih untuk mempensiunkan televisi. TV-TV kami letakkan di gudang sejak lebih dari setahun terakhir. Ada banyak alasan mengapa saya tak mau ada televisi. Pertama, karena menggunakan televisi di Irlandia itu harus membayar pajak tahunan sebesar €160 per tahunnya.
Pajak ini mirip dengan pajak yang dibayarkan jaman Presiden Suharto dulu. Uang tersebut konon akan digunakan negara untuk membayar stasiun lokal, di sini namanya RTÉ. Nah, banyak orang ribut soal ini, karena gaji-gaji mereka yang kerja di RTÉ itu banyak yang berlebihan/ terlalu besar untuk ukuran Irlandia. Sementara tak membayar pajak televisi ini sendiri juga membuat orang bisa dipenjara.
Selain soal pajak, saya juga enggan membayar TV kabel sebesar €70-100 untuk televisi setiap bulannya, karena penggunaan TV sangat rendah. Kami berdua bekerja dan lebih memilih baca buku, ngobrol atau nonton Netflix.
Kualitas televisi di Irlandia sendiri bermacam-macam, tergantung paket televisi yang kita ambil. Tapi tentunya film-film seri Amerika tak sebanyak di Indonesia. Kualitas drama di Irlandia sendiri saya tak bisa menilai, karena saya tak rajin menonton. Tapi saya paling tak suka dengan drama lokal yang panjangnya mengalahkan sinetron Tersanjung di Indonesia. Judul dramanya Fair City. Drama ini sudah ada di televisi sejak satu dekade lebih dan nampaknya belum akan usai. Yang mengerikan, tak seperti Tersanjung yang diputar tiap Jumat, drama ini diputar hampir setiap hari. Selain Fair City ada juga drama panjang Inggris berjudul East Enders, sama juga, panjang dan banyak pencinta fanatiknya.
Bagi saya, ini bukan kali pertama saya memilih tak punya TV, dulu ketika baru awal menjadi anak kost, saya pernah hidup bertahun-tahun tanpa TV, karena tak melihat manfaat positif. Kendati saat itu tak punya televisi, saya memiliki radio dan CD player. Jadi kalau butuh hiburan, koleksi CD bisa dimainkan.
Keteguhan saya untuk tak punya televisi goyah ketika SCTV menayangkan kembali telenovela Marimar yang dibintangi oleh Thalia bersama anjingnya. Saya langsung beli TV dong, demi nonton telenovela. Setelah beli TV saya hanya menonton satu atau dua episode saja, lalu beralih ke TV5 untuk melatih kemampuan telinga mendengar bahasa Perancis.
TV5 sendiri saya dapatkan dari TV kabel. Jaman itu, tahun 2009-2010an, TV kabel dibandrol dengan harga sekitar 300ribu Rupiah untuk berbagai macam stasiun televisi. Nah saya diberi tawaran untuk mengambil TV kabel sebesar 100ribu rupiah setiap bulannya. Tentu saja saya langsung setuju, karena murah.
TV kabel murah itu ternyata hasil menyogok saudara-saudara. Salah satu anak kos rupanya menyogok pegawai TV kabel untuk membuka koneksi TV kabel bagi beberapa orang. Ketika semua TV kabel sudah menggunakan dekoder, penyedia TV kabel yang ini masih manual, jadi tinggal colok kabel. Tagihan tiap bulan ini yang kemudian dibagi tiga, sesuai jumlah peminat.
Metode ini nampaknya banyak digunakan di kost-kostan, karena begitu saya pindah ke kost lain, mereka juga menggunakan sistem TV kabel yang sama. Bedanya di kost baru saya tak perlu membayar, semua sudah dibayar oleh pemilih kos. Ah kalau urusan ekonomi kreatif, Indonesia memang jawara.
Sayangnya TV kabel gratisan tersebut tak bertahan lama, karena perusahaan TV kabel tersebut memperbarui jaringannya dan saya pun harus bayar harga normal demi kualitas TV yang lebih baik. Setidaknya kala itu saya tak perlu nonton sinetron, debat politik yang tak jelas, apalagi kawinan nasional dipajang di TV nasional.
Jadi bagaimana kualitas acara TV di tempat kalian tinggal?
xx,
Ailtje
Ada kanal yang isinya hiburan, ada yang edukatif dengan dokumenter dan talkshow peristiwa terkini. Aku masih nonton tv Tje, sehari sejam setidaknya 😀
Iya sih mbak, ada yang untuk olahraga juga, tapi udah keasikan gak punya TV, jadi nonton dokumenter terus di Netflix. Kalau mau nonton Netflix baru kabur ke rumah mertua/ ke pub 🙂
Tempat saya harus menggunakan parabola jika ingin menyaksikan tv
Sinyalnya jelek ya?
Iya, di daerah Lembah..di kelilingi pegunungan
Di rumahku ada TV tapi kami ga pasang TV kabel. Karena emang ga suka nonton TV. Biasanya tuh TV dipake untuk main game atau dicolok ke laptop untuk nonton serial. TV di Belanda setahuku masih lumayan bagus kok isinya, masih ada dokumenter dan serial2 menarik. Soal sinetron panjang ada namanya Goede Tijden Slechte Tijden yang udah diputer bertahun2.
Aku gak mau colok TV ke komputer, kalau diintip petugas tetep disuruh bayar. Aku gak rela bayarnya.
Ternyata beda beda ya aturannya. Disini gak ada iuran TV soalnya.
Di sini anjing aja harus bayar license. Terus gara-gara banyak yang gak punya TV (macam guwe), muncul wacana untuk bayar license untuk ipad dan teman-temannya.
Ya ampun 🙄
Aku dari dulu ga terlalu suka nonton TV. Pas ngekos sama kayak kamu, awal2 ga punya TV. Trus entah kenapa kok beli yg berakhir jarang banget dipake lha wong kerjaannya lembur sampai pagi. Akhir pekan lebih milih baca buku. Setahun awal di Belanda aku rajin nonton TV tapi khusus acara masak 24kitchen. Sekalian belajar bahasa Belanda. Trus ada programnya Anthony Bourdain, makin suka nonton TV. Tahun kedua sampai sekarang lebih jarang lagi. Oh tahun kedua rajin nonton Holland Idols. Acara opera sabun di sini yg serinya sudah ada sejak jaman dulu kala namanya Goede Tijden Slechte Tijden. Sejak tahun 1990.
Busyet itu dari 1990 ceritanya Udah kemana-mana ya.
TV tetep terpakai untuk nyenengin para generasi jaman old di rumah.. biasanya buat nonton gosip dan sinetron
Acara gosip Indonesia, tiap pagi dan sore ya.
Pagi siang sore kak.. dan beritanya dari pagi sampe sore gak banyak berubah.. truz yg jadi obyek berita juga kesannya kayak gak malu keburukannya diumbar.. andai di sini peraturan privacy entertainer seketat Jepang dan KorSel, mungkin gak akan banyak orang yg berminat jadi artis
Wuah, mantap business class-nya Etihad 😛 . *tiba-tiba lost focus*
*Fokus lagi*. Untukku sekarang aku juga jarang banget nonton TV, dan lebih suka nonton Netflix. Tapi di rumah masih langganan TV (kabel) sih soalnya terkadang butuh channel olahraganya buat nonton tenis, hahaha 😆 . Gila juga ya kalau di sana bahkan ada pajak TV begitu!!
Dasar tukang naik pesawat. Aku gak punya TV, yang difoto TV di pesawat doang. LOL.
Iya nih pemerintahnya BU banget. Selain TV, anjing juga mesti bayar.
selamat malam mba, bolehkah saya minta emailnya mba? saya mau sedikit tanya tanya mba hehe kalau mba berkenan. trima kasih sebelumnya atas tulisan tulisannya tentang Ireland ya mba.
Hi shoot, emailku ada di about.
Aku nonton TV kabel jadi TV lokalnya aku gak nonton sama sekali kecuali Net TV karena nonton series The East lewat app namanya Zulu hehe. Selain itu kami nonton Iflix dan Netflix 🙂
Aduh netflix di sana gak banyak di sensor ya Non?
Sebenernya aku ga terlalu banyak nonton TV, tapi si pacar haruslah akses berbagai program debat politik, talk show dan film-film seru. Semua di DVR-kan, jadi kita nonton pas sempat aja.
Jadi inget jaman kos-kosan dulu ada TV kabel juga, aku bisa sambungin TV di kamar tapi channelnya harus sama dan kontrolnya di ruang bersama. Walhasil 24 jam Next Top Model 😀 Wislah, aku cabut aja abis lama-lama bosen.
Astaga….malesin banget itu tv di kost-kostan.
Sebelum ke Taiwan, serial yang diputer di Indonesia kan yang lumayan oke tuh macam drama Korea, ga panjang. Begitu sampai Taiwan, ga ada TV selain di common room yang paling ke sana kalau mau angetin frozen food (berhubung koneksi internet lancar jaya jadi ga perlu tv, mau streaming serial favorite ayo aja, asal betah tungguin dini hari). Itu pun karena di common room, yang stel kebanyakan cowo biasanya berita atau olah raga. Pernah sekali ngumpul-ngumpul sesama anak Indo, stel TV, agak kaget juga karena serial mereka sama aja kayak sinetron Indonesia. Zoom in zoom out muka, musik kedombrengan kalau antagonis, dan voice over untuk pembicaraan dalam hati. Ternyata ga semua serial kualitas sama kayak yang diimpor hahaha akhirnya pasrah ajalah remote dipakai siapa. Nonton berita juga ayuk meski nggak ngerti tapi bisa lihat gambar dan mengira-ngira. Pun temen yg lebih ngerti bisa jelasin.
Eh di sini dramanya juga sama, zoom in zoom out, teriak-teriak bikin kuping dan dada sakit. Mungkin mereka yang bikin drama ini sekolahnya di sekolah yang sama.
di rumah mertua masih nonton tv, kebanyakan yg ditonton acara kompetisi dangdut. skrg karena ada ponakan umur 2 taun, jadinya pagi siang sore malem nonton TV film kartun terus. kalau di rumahku sendiri, aku jarang bgt nonton TV, beli TV krn butuh buat dicolokin ke komputer untuk kebutuhan kerja suami.
Anak-anak langsung duduk manis deh kalau dikasih TV dan kartun.
udah gak pernah nonton TV lagi, banyak acara gak mutu banget sekarang….berpikir buat jual TV aja nih daripada ga dipake 😀
Pasang TV kabel Ta, biar agak OK dikit.
Mahal ya bayarnyaa di sana 😯
Iya Ji, tapi dapat internet sekenceng badai.
Waktu masih tinggal di Pontianak, saya jarang nonton TV kecuali untuk nonton berita atau bola. Awal-awal ngekost di Jakarta pun tidak punya TV dan tidak tertarik untuk beli juga. Baru beli TV sendiri waktu pindah kost ke lokasi dekat kantor, itu pun demi nonton DVD, bola, dan berita saja. Pas menikah, saya dan suami sepakat beli TV yang layarnya gedean demi kepentingan nonton film dan bola, pas dapat harga murah juga. Saluran TV kabel juga dipasang untuk dua kepentingan itu, di luar NatGeo, dan pas dapat harga murah juga. Kalau disuruh nonton channel TV lokal, aduh terima kasih, isinya makin lama makin engga berbobot.
TV lokal emang ancur ya. Aku setuju banget.
Yang nonton TV, hanya Iyan doang. Itupun cuma nyalanya dari jam 6 sore, hahaha.. Nonton berita.. kalau siang2 biasanya kalau ada pertandingan olahraga aja. Akunya jarang nonton TV, biasanya nonton di laptop aja, nonton online serial barat ( yang bakal masuk ke NZ setelah 4 bulan tayang di US hahaha )
Aku juga lebih milih nonton sesuatu di gadget daripada TV, lebih fleksible, bisa dibawa2.
Nah iya banget nii.. Gak mesti duduk mantengin yaa.. hehe
Di rumah orangtua saya ada tv, tapi jarang dipakai juga. Tv baru aktif nyala kalau saya dan adik-adik saya liburan kuliah. Itupun saya pakai untuk nonton pertandingan sepak bola atau tenis (atau kalau ada drama turki yang menarik hehehe). Tetapi, adik saya sudah keracunan ftv yang pake soundtrack “terangkanlah terangkanlah” itu. Ckck.
Oh iyaa mbak, mau nambahin list sinetron yang puaanjang banget episodenya gak tamat2. Ada sinetron Amerika Serikat, judulnya General Hospital (dari tahun 1963) sama Days of Our Lives (dari tahun 1965) ._.
OMG panjang-panjang bener 🤦♀️
Kalau aku nonton TV dari TV langganan dan yang paling utama aku tonton itu adalah drama Jepang. Setelah itu drama seri Amerika, reality show kayak The Amazing Race, ….Next Top Model, dll. Dan berikutnya baru deh film Hollywood. Dan kalau pagi sebelum berangkat, biasanya nonton siraman rohani and acara gosip 😀
Aku ketawa lihat yang kamu tonton tiap pagi 🤣🤣
Saya pun merasa lucu 😀 😀
Kita memutuskan pasang tv kabel semenjak si kecil lahir mbak. Supaya dia nonton kartun atau binatang aja, gak nonton tv lokal yg minta ampun acaranya. Belakangan kita berlangganan netflix krn suami ngikutin serial yang ada disitu.
Dede kecil di kasih jatah jam gak kalau nonton kartun?
Tergantung situasi mbak 🙈 kl aku lagi ngerjain sesuatu (masak atau jemur baju di lantai atas) biasanya aku kasih smp aku selesai hihi tp kl cm setrika atau beberes aja biasanya tak kasih mainan selain tv atau hp. Maklum no nanny no art 😁
Ah nice masih dikasih mainan, aku ada notice anak-anak yang gak sentuh mainan, orang tuanya modal iPad doang. 🤣
Duh Vicky Angel…… speechless, itu beneran? 🙂
Entahlah, mungkin lebay untuk publikasi aja.
Aku nonton TV nya cuma hari Minggu aja, pas Doraemon di RCTI. Selain itu, TV nya dimatiin, Karena acara TV-nya makin ngawur.
Aku sebelumnya udah pernah baca kalo di Irlandia ada pajak TV. Lumayan mahal juga ya. Kalo misalnya iPad dan kawan-kawan juga kena pajak, jangan-jangan nanti ada gerakan tanpa iPad lagi di Irlandia :).
Gak bakalan ada gerakan tanpa IPad, mungkin yang ada gerakan menyembunyikan iPad. Kayak sekarang banyak orang gak mau buka pintu kalau ada petugas TV. Dicuekkin aja di luar pintu.
Aku sudah beralih ke TV kabel mba, walau ada channel lokal tapi gak pernah kutonton. Atau nonton youtube. Ga tahan nonton tv lokal yg makin lama acaranya makin melukai akal dan logika orang waras 😀
Aku suka deh dengan kalimatmu, melukai akal dan logika orang waras 🙂
Hahaha iya, soalnya abis nonton berasa jadi berkurang kewarasan. cukup 5 menit aja nonton mba (biasanya kalo lagi makan di resto) 😀
Hi mba Tjetje,
Saya juga salah satu orang yang ga pernah nonton tv, selama masih di Jakarta juga ga pernah nonton tv karena menghindari nonton berita kriminal, hoax, tontonan yang kurang bermanfaat bagi penontonnya..karena saya suka korean drama jadi selalu streaming dan semenjak pindah ke Irlandia, sebelumnya suami suka sekali nonton tv apalagi siaran bola sekarang beralih jadi ikutan nonton streaming ketimbang nonton tv dan benar sekali kami harus membayar tv lisence setiap tahunnya.
Waaah streaming drama Korea ada subtitles bahasa Inggris gak?
Coba cek chanel youtube Remotivi. Khusus membhs dan mengkritik televisi. Bagus disiti mnwrkn keseimbangan informasi.