Rambut saya itu tak jelas, kadang-kadang keriting, kadang-kadang ikal, tapi yang jelas rambut saya tak pernah lurus, melambai-lambai seperti para gadis iklan shampoo itu. Menjadi orang berambut keriting ikal bagi saya bukanlah sebuah hal yang mudah. Setidaknya, ini pengalaman saya sebagai anak remaja lebih dari satu dekade yang lalu.
Dengan berbagai tekanan sosial yang ada, berambut tak lurus itu berat. Bagaimana tak berat? rambut yang sudah diolesin minyak cem-ceman ini begitu susah diatur, baru disisir sebentar sudah berantakan lagi. Lalu, lingkungan sekitar memuja rambut lurus. Setiap kali ada yang berambut lurus dipuji-puji, rambutnya bagus, mudah diatur dan segala puja-puji indah lainnya. Sementara yang rambut keriting, boro-boro dipuji, diingat sama produk shampo juga engga. Semua model iklan shampo pada jaman itu menunjukkan rambut lurus, panjang, hitam dan berkilau. Yang keriting? gak ada, karena kami yang berambut keriting memang terpinggirkan dan tak pernah diingat.
Ketika masa remaja (dan labil), memiliki rambut yang kemudian tak dianggap sebagai rambut ideal, saya berusaha untuk fit in dengan kondisi lingkungan. Apalagi, komentar-komentar tak sedap tentang rambut keriting bermunculan (tambahkan pula warna kulit yang tak putih di situ, hidup makin berat). Saya pun memantapkan hati untuk meluruskan rambut, saat itu metode meluruskan yang tersedia hanya dipapan, entah kenapa namanya keriting papan. Rambut diluruskan dengan obat, kemudian papan-papan plastik ditempelkan untuk meluruskan rambut tersebut.
Proses meluruskan rambut dengan papan itu tak mudah, saya harus menghabiskan setengah hari duduk di salon, membaca banyak majalah, memakan banyak gorengan dan sakit leher dan pundak karena menyangga puluhan papan plastik demi rambut lurus. Belum lagi, hidung harus terus menghirup bau obat yang tak sedap. Perjuangan saya membuahkan hasil: rambut saya jadi lurus, lurus palsu tentunya. Tapi ternyata ada bencana kecil, salah satu bagian rambut saya masih keriting, lokasinya persis di bagian belakang dan di tengah, jadi tak mungkin tak terlihat. Salon Harry yang ketika itu berlokasi di jalan Gajahyana di Malang tak mau bertanggung jawab. Sejak itu saya tak berhenti menyumpahi mereka atas ketidakprofesionalannya dan menolak untuk kembali lagi. Ongkos kerusakan untuk rambut lurus setengah jadi ini 150 ribu rupiah.
Rambut lurus ini tak bertahan lama, karena kemudian rambut asli mulai bermunculan. Lalu timbulah bencana lain, rambut keriting kecil-kecil yang tumbuh di akar kepala, bersanding manis dengan rambut lurus hasil . Sungguh sebuah hal yang aneh, tapi juga namanya remaja labil, ya tak mau melihat keanehan tersebut.
Begitu kuliah, saya masih tetap meluruskan rambut, kali ini berpindah ke sebuah salon kecil di sebuah gang di jantung kota Malang. Biarpun kecil dan nyempil di sebuah gang, salon ini begitu terkenal. Proses meluruskan rambut tak menggunakan papan lagi, tapi menggunakan teknologi rebonding. Rambut dicuci bersih, kemudian dicatok hingga lurus dan indah, lalu diberi obat dan didiamkan selama beberapa jam. Setelah itu rambut dibilas dan dicatok kembali. Hasilnya rambut lurus palsu juga, tapi kualitasnya jauh lebih baik dan terlihat lebih normal. Saat itu biayanya 300 ribu rupiah. Untuk ilustrasi saja, biaya kuliah saya di sebuah kampus negeri saat itu 325 ribu rupiah setiap semesternya.

Sumber: http://tallncurly.com
Coba cek deh komiknya kocak-kocak.
Untuk menjaga keindahan rambut saya yang sudah lurus dan indah, saya pun rajin perawatan, bahkan lebih sering keramas di salon ketimbang keramas di rumah. Harap maklum, jaman itu belum tahu bagaimana kerasnya mencari uang. Lalu komentar apa yang diterima setelah rambut diluruskan? Tentunya pertanyaan tentang mengapa rambut harus diluruskan yang ditemani dengan rontoknya rambut karena terpapar bahan kimia.
Obsesi dengan rambut lurus ini tak hanya dialami oleh saya saja, tapi banyak orang lain yang mengalaminya, perempuan dan pria. Salah seorang teman pria di kampus saya meluruskan rambutnya, demi punya rambut gondrong yang oke punya. Tentu saja rambutnya jadi gondrong lurus palsu ditemani rambut-rambut keriting.
Sementara itu, teman kuliah lainnya nekat meluruskan rambut menggunakan setrika. Alat setrika untuk pakaian itu. Kepalanya diletakkan di meja setrika, lalu teman kosnya membantu meluruskan rambut tersebut. Saat itu catokan rambut masih sangat mahal, bukan ratusan ribu rupiah, tapi jutaan. Saya kemudian merekomendasikan meluruskan rambut di salon langganan saya. Hasilnya, teman saya puas dengan rambut lurus, saya pun mendapatkan perawatan gratis dan ekstra uang tunai sebagai tanda terimakasih dari pemilik salon, dua puluh ribu rupiah. Hati pun riang gembira.
Begitu saja beranjak dewasa, saya mulai belajar menerima dan mencintai rambut saya. Saya tak tergoda lagi untuk meluruskan rambut, apalagi ketika melihat betapa anehnya rambut saya ketika rambut-rambut keriting tersebut mulai tumbuh. Sejak lepas dari salon, saya merawat rambut sendiri dengan menggunakan produk shampo dan pelembab organik (di Jakarta saya menemukan beberapa produk organik impor yang begitu bersahabat dengan rambut keriting saya).Proses mencintai rambut sendiri tak mudah, perlu waktu lama. Dan saya tahu, masih banyak orang-orang yang berjuang mencintai rambutnya sendiri. Semoga satu saat nanti, mereka bisa mencintai rambutnya, seperti saya mencintai rambut saya.
Kalian, punya masalah dengan rambut?
xx,
Tjetje
adaaaaa
rambut rontok!!
wakakakak
wis tuwek
Rambut saya tipe yg lurus dan melambai-lambai persis rambut di iklan shampoo. Saya sich suka dengan rambut ini. Tapi ternyata mama, tante dan nenek saya tidak terlalu suka. Jadi lah sejak kecil saya sudah dikeriting, mulai dari keriting pake obat sampe keriting pake listrik yg panas banget rasanya pas dikeriting. Model keriting juga banyak yang sudah dicoba, tentu semua sesuai selera mama atau tante atau nenek. Hahaha.
Terakhir keriting pas kuliah sekitar semester 3 atau 4, nama keritingnya keriting gantung. Jadi yang dikeriting cuma bagian bawah saja, hasilnya seperti keriting yg menggantung. Nah saya suka keriting model ini, temen-temen kuliah juga suka hasilnya (dipuji gebetan juga pastinya. Xixixi). Cuma karena keritingnya pakai listrik, prosesnya lama dan panas pula, berakibat rambut saya rusak dan bercabang. Untuk menormalkan rambut tersebut perlu waktu 2 tahun , dengan perawatan dan potong rambut berkali-kali. Sejak itu ga mau keriting lagi, capek ngurus rambut yang rusak karena keriting. 😀
Wah padahal udah rambut idaman Indonesia, masih dikeriting juga ya.
Iya, ‘rambut idaman’ pun ga luput dari ‘koreksi’ nich. 😀
Semuanya salah kalau di Indonesia.
Setuju Kak, butuh waktu lama buat cinta rambut sendiri kalo rambut kita ga sesuai “standart nasional Indonesia” hahahahah
Sejak kerja, saya jd punya uang buat smooting dan warna. Rambut lurus idaman yg shine dan kekinian
ternyata cuma bertahan 3 bulan.. Setelahnya campur sama rambut baru tumbuh yang ga lurus banget😆😆
Astaga smoothing, ini paska rebonding muncul smoothing. Indeed, pakai proses mencintai rambut sendiri. Beda bener sama di sini.
yang ngelurusin rambut pake setrika, itu temen temen kosku dulu suka pake tehnik itu mbak. rambut dibungkus pake handuk trus disetrika. ya hasilnya lurus tapi ga bertahan lama sih 😛
wah canggih dibungkus handuk dulu. Tak pikir langsung disetrika.
Hahaha, dulu sewaktu SMA memang “ngetren” banget proses rebonding rambut itu, lumayan banyak kenalan yang rebonding. Untukku sih nggak pernah, walaupun dulu sewaktu SMP/SMA rambutku juga nggak lurus-lurus amat 😛 .
Iya ya, sempet jadi kayak trend gitu, banyak orang yang ngelurusin.
Saya pas ABG pun pernah lurusin papan, rebonding, sampe kemana-manager bawa catok rambut. Sampe punya 2 catokan di rumah. Tapi pada akhirnya, mencintai rambut ikal ini yang bahkan pengen keriting sekalian tapi cuma berani sebatas keriting pake alat aja.
Wah korban papan juga kita. Aku gak sampai ekstrem bawa-bawa catokan sih, tapi ada yang gak bisa keluar rumah kalau rambut belum dicatok.
Rambutku juga sulit terdefinisi.. antara iya dan bukan jika dibilang keriting afro atau keriting ikal, tapi lurus juga bukan. Rambutku kaku, kering dan ngembang sebenarnya. Mulai kenal rebonding kelas 6 SD sampe terakhir rebonding pas baru lulus SMA, lalu mulai jilbab pas kuliah semester 3 dan mangkas semua rambut sisa rebonding.
Di aku efek rebonding bikin rambut rontok, bercabang sampe beruban dini, hiks.. tapi sekarang lagi belajar utk mencintai rambut asli aku.. supaya gak ngembang disisir cukup pakai jari aja dan digunting layer sendiri di rumah.. unfortunately salon2 di Indo juga gak keriting friendly, ujung2nya suruh lurusin
Oh bener, salon-salon emang semangat banget nyuruh ngelurusin rambut.
Aku pernah juga nyobain smoothing padahal rambutku ga keriting tapi jaman dulu kayanya rambut lurus buanget itu segalanya.. temenku ada yg plg dri salon naik motor dan pake helm jaman dulu (kaya helm safety), hasil lurusnya patah dibagian ujung helm (batok kepala) krna kena angin selama dijalan.. sayang banget mahal2 malah hasilnya lurus, bengkok, lurus..
Ya ampun, ngeri bener itu pengalaman temennya. Emang sensitif bener kalau urusan ngelurusin, salah dikit bisa ancur.
Ia, saya punya masalah dengan rambut, rambut rontok wkwkwkwk. Semakin parah akhir-akhir ini karena asupan gizi dan vitamin yang tidak teratur saya dapatkan dari makanan, belum lagi ditambah stress dan masalah hormonal yang luar biasa mengganggu.
Kalau jenis rambut, syukurnya rambut saya lurus, mengikuti jenis rambut Emak yang memang lurus dan hitam. Tapi sayangnya, kesuburuan rambut mengikuti Bapak, ngak subur sama sekali. Saya selalu bermasalah dengan yang namanya rambut sejak lahir nampaknya. Karena kata Emak, saya tidak seperti bayi lain, lambat kali tumbuh rambut.
E….Kok malah curhat wkwkwkwk
Postingan yang menarik !
Kayaknya di Indonesia punya banyak kepercayaan untuk rambut tebal, makan kacang ijo salah satunya ya? Entah ada efeknya atau engga. Btw, di sini bayi-bayi gak punya rambut, bahkan sampai agak gede. Suamiku kemaren sampai kaget lihat ponakan yang belum genap dua bulan punya rambut.
Wah, Mbak. Udah saya coba juga itu Kacang Ijo, sampai bosan. Trus ada juga perawatan pakai minyak kelapa, trus ada juga menggunakan Kemiri yang dibakar. Ngak mampan juga.
Akhirnya saya menyerah saja dan membiarkan aja ini rambut rontok sampai gimana gitu. Tapi ya, saya ngak bisa punya rambut panjang sih, potong pendek melulu.
Terima kasih sudah berbagi, Mbak. Seru kalau membicarakan soal rambut.
Sama-sama. Senang bisa berbagi.
Mba Ai, rambut aku kan lurus. Ga usah dicatok juga lurus. Ya sayangnya tipis aja ga tebel. Haha. Tapiiii aku tuh pengen punya rambut ikal – ikal gitu loh Mba 😭
Diikalin pakai alat gitu?
Rambut saya botak kaka. Gimana caranya mau lurus 😥
Waduh…
Pasti rasa iri ngelihat rambut lurus, mudah di atur pula, tp berpuluh2 kali berpikir utk smoothing rambut.. karena begitu ngelihat efek kalo obatnya habis jadi keriting2 di pangkal rambut dan jegang2 kaku gitu malah kasian ke rambut.
Pernah dicatok, teman malah bilang kaya org sakit.
Memang Tuhan ciptain udah sempurnalah.
Love yourself 🙂
Pangkal rambut! Aku dari kemaren mikir apa kata yang tepat, kagak ketemu-ketemu, terimakasih. Lha kok dibilang kayak orang sakit? Emang jadi pucat?
saya saat SD, rambut berombak bak singa, lalu lulus SD saya memutuskan untuk ikutan rebonding di salon yang baru buka deket rumah (promo!) hasilnya bak Wa Ce Lai yang dari Meteor Garden 😀
herannya, hasil rebonding tersebut sepertinya melekat kuat, sehingga sampai umur 26 ini, rambut saya akhirnya gak berombak lagi, tapi lurus wajar alami.
masalah lain muncul, kulit kepala sensitif dan gampang berketombe.
stress dikit, ketombe.
telat keramas, ketombe.
salah shampoo, ketombe.
kayanya perlu lebih mencintai kulit kepala sendiri nih 🙂
Wah obatnya kenceng bener sampai rambutnya gak mau berombak lagi. Sudah coba lemon untuk kulit kepala?
Sudah! Aduhai rasanya cekit cekit >,< sekarang paling bisa pertahanin ya konsisten sama shampoo andalan, plus jaga supaya gak gampang stress, biasanya lumayan berkurang, walau gak pernah ilang.
Kalo aku juga keriting. Untungnya kalo udah gondrong banget, rambutku dipotong. Satu lagi sih, masalah rambutku adalah ketombe.
Sama, aku juga bermasalah banget sama ketombe.
Aku dong. Rambutku aslinya wavy, tapi tiap tahun pulang ke Indonesia demi smoothing. Entah kenapa masih kurang suka dengan ikal2 ga jelas yang mulai tumbuh di kepala kalau sudah lewat setengah tahun dari jadwal smoothing.
Wooow luar biasa, di sana gak ada smoothing ya Va?
Ga ada wong rambut asli orang Skandinavia lurus tipis. Kebalikan sama rambutku yg tebel berombak 😂
Wah gak ada pangsa pasarnya
Rambut saya ikal dan lumayan banyak, pingin di lurusin tapi maju mundur perawatan setelahnya males ihihihi. Jaman sekolah selalu dikuncir krn gak pede mbak ail, sekali waktu dilepas eh malah diledekin pk wig dan dipanggil guru dikira dicat hitam 🙈
Busyet sampai dipanggil guru segala, guru yang model gini kagak ada kerjaan. Btw, emang kalau dicat hitam gak boleh ya?
Kurang tau juga mbak boleh apa gak hehehehe itu jaman saya SMP sekitar taun 96-an 😂
Sekarang sih cuek aja lah, paling kl lagi rajin nyatok sendiri aja. Kl males ya diuntel – untel bikin konde
rambut saya lurus bgt, malah pgn kriwil2 gitu ujungnya haha*manusia suka ga puas ya* skrg anak yg paling kecil jd perpaduan, setengah kriwil ujungnya,krn obsesi emaknya, ga boleh dipotong2 rambutnya:D
Wah obsesi terpuaskan lewat anak ya.
Pengalaman mbak sama banget kayak waktu pas remaja. Punya rambut ikal, megar dan ribet diaturnya. Pernah ngalamin bonding yg masih pake papan dan berjam2 itu juga. Kapok.
Dan endingnya, sekarang aku konsisten berambut pendek. Panjang dikit potong, terus aja gitu sampe Upin dan Ipin masuk kuliah hehehe…..
Rambut pendek gak ribet, perawatannya juga murmer.
Aku sempat potong pendek pas winter, biar gampang ngurusinnya, tapi kalau Summer panjang lagi.
Sama… trus makin tua makin lurus.. dan rontok dan tipis.. kadang si kriwil2 gak jelasnya suka tumbuh sendiri.. gak sukak… hahahha
Sampai umur 40 , aku blm pernah macem-macemin rambutku. Bangga sama rambut hitam lurus yg sekarang menipis plus satu dua beruban. Paling dulu saat SD diawal 90 an pernah kutuan gegara mbak art mengekspor kutu dari desanya.
Kutuan ini penyakit kebanyakan anak-anak jaman SD. Aku juga pernah kutuan, kalau inget gatal sendiri.