Selamat pagi Indonesia!
Hari ini menjadi hari penting bagi banyak WNI di Indonesia, karena hari ini menjadi pesta demokrasi. Pestanya orang-orang Indonesia untuk memilih wakil rakyatnya. Bagi kami, para WNI yang berada di luar negeri sendiri, pemilihan umum ini sudah dilaksanakan pada akhir pekan lalu.
Pemilu kali ini menjadi pemilihan umum Indonesia pertama saya di luar negeri. Di Irlandia sendiri, saya juga memiliki hak untuk memilih, tapi hanya pemilihan lokal saja. Karena ini pemilihan pertama saya, otomatis saya harus mendaftarkan diri terlebih dahulu dan menyetirlah saya dari rumah saya dari kampung ke tempat sosialisasi PPLN (Panitia Pemilihan Umum Luar Negeri) yang bertempat di rumah salah satu orang Indonesia yang merelakan rumahnya digunakan untuk sosialisasi. Hari itu, saya menyetir sejauh lebih dari 150 km demi partisipasi untuk pesta demokrasi.
Proses Pendaftaran
Pendaftaran diri sendiri dilakukan dengan mengisi formulir kertas (manual!) yang harus dilengkapi dengan data. Saya tak akan lupa hari itu, karena hanya ada dua bolpen. Salah satunya milik suami saya, otomatis kami bergantian menggunakan bolpen tersebut. Informasi tentang bolpen ini penting, untuk menggambarkan kesiapan panitia.
Hari itu saya mendaftarkan diri dan seorang teman. Selain menyerahkan formulir dengan data diri kami, kami juga harus menyerahkan kopi paspor melalui email gmail kepada panita Kedua email ini dibalas oleh panitia yang menyatakan data kami diterima. Yes, beres!

Poster di negara tetangga
Proses Pemilihan
Menjelang pemilihan, dokumen berisi nama pemilih yang berhasil dicatatkan untuk memilih melalui pos diedarkan oleh salah satu rekan di komunitas warga dan diaspora Indonesia di Irlandia. Nama saya, kendati mengandung sebuah kesalah kecil, tercatat di DPT tersebut. Typo nama ini saya maafkan, karena tak mudah menginput ratusan, atau bahkan ribuan nama warga ke dalam sistem. Mungkin mata dan jari sudah lelah ketika melihat nama-nama tersebut. Aman.
Sosial media memberikan kesempatan bagi kami yang berada di luar negeri untuk pamer ketika surat suara sudah tiba. Pamer-pamer ini ternyata banyak gunanya, karena kami yang belum mendapatkan surat suara kemudian detak jantungnya mulai berdebar-debar, semangat menunggu surat suara. Mungkin karena rumah saya di luar Dublin, surat suara saya agak terlambat.
Tunggu punya tunggu, surat suara saya tak sampai. Dan pesan-pesan kepada petugas PPLN pun mulai saya layangkan. Saya tak sendiri, WNI lainnya pun mulai ribut mempertanyakan surat suaranya.
Dan kekacauan pun mulai terlihat….
Sampai kemudian salah satu diaspora Indonesia berinisiatif mendata warga yang belum menerima surat suara ini. Tercatat lebih dari dua puluh orang belum/ tidak menerima surat suara. Yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan untuk mengirim email ke PPLN lengkap dengan nomor passport serta alamat.
Tidak ada Alamat
Dalam kasus saya, petugas berdalih surat suara saya tak dikirimkan karena tak ada alamat. Entah dimana formulir yang saya berikan kepada petugas pada saat hari sosialisasi. Perjalanan panjang 150 km tersebut berakhir dengan sia-sia karena petugas yang tidak kompeten dalam menginput informasi dan data.
Tapi alamat bukan alasan lagi, karena minggu kemaren, detail alamat sudah saya berikan. Tapi tak ada balasan apa-apa lagi dari PPLN. Mendadak semunya sunyi dan senyap.
Soal Perangko
Beberapa orang yang tak menerima surat suara, ternyata surat suaranya kembali ke alamat pengirim (PPLN) karena isu sederhana: perangko yang tak mencukupi untuk mengirim surat suara ke luar negeri. Perlu dicatat PPLN ini lokasinya di London, sementara kami di Republik Irlandia.
Kekonyolan soal perangko tak hanya di surat-surat yang kembali, tapi juga di amplop untuk pengiriman surat suara kembali ke London. Rupanya, sebagian pemilih di Irlandia diberi amplop yang berisikan perangko Inggris, bukan perangko Irlandia. Sesungguhnya para panitia ini perlu diberi pelajaran sejarah, bahwa Republik Irlandia bukanlah jajahan Inggris.
Beruntung beberapa warga ada yang ditegur petugas pos atau pasangannya memperhatikan perangko ketika mengirim. Sementara mereka yang tak memperhatikan, saya yakin suaranya akan hangus. Yang menyebalkan, masalah perangko ini masalah klasik, pernah terjadi saat pemilu di tahun 2014 yang lalu.
Jangan tanya bagaimana sedihnya saya sebagai warga negara yang dirampas hak pilihnya karena KETIDAKKOMPETENAN panitia dalam menjalankan tugasnya. Mengatur data ratusan, atau mungkin ribuan orang memanglah tidaklah mudah, tapi ketika data sudah dikumpulkan dari perjalanan ke Irlandia, layaklah jika kami mempertanyakan kompetensi mereka. Kalau kata orang Irlandia: Gobshite!
Bagi kalian yang hari ini memutuskan untuk nyoblos, selamat berpesta demokrasi. Semoga kiranya siapapun pilihan kalian, membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Dan tentunya, jangan sampai pertemanan rusak cuma gara-gara beda pilihan.
xx,
Tjetje
Sudah nyetir 150 km trus dapat panitia kek gitu
Bacanya aja jadi kzl
Ya ampun mbak aku turut sedih mbak jadi ga bisa partisipasi Pemilu hanya karena ketidaksiapan panitiaaaa zzzz!!! Semoga mereka bisa ngasih klarifikasi dan penjelasan!
Gak ada harapan untuk minta klarifikasi, aku kirim message ke mereka gak disahuti. Kesimpulannya cuma satu: gak kompeten!
Wow, aku kok sedih ya baca ini 😦 Padahal WNI-WNI yang di luar negeri sudah semangat untuk ikut Pemilu, tetapi karena adanya kesalahan teknis, jadi ga bisa tersalurkan suaranya :(( Semoga di Pemilu yang berikutnya bisa lebih baik.
Iya aku sedih banget, mereka gak belajar dari kesalahan lima tahun lagi. Same mistake again and again.
Yang aku lihat justru banyak para WNI yang tinggal di luar negeri yang punya semangat lebih buat ikutan nyoblos sedangkan banyak WNI yang tinggal di dalam negeri malah golput, hadeh..
PR banget buat KPU sih ini, karena yg aku baca di internet nggak hanha di Irlandia saja yg mengalami masalah serupa
Iya karena kami jauh, jadi lebih semangat. Sementara yang di dalam negeri mungkin apatis melihat perubahan yang tak sesuai harapan.
Astaga, sungguh nggak kompeten banget ya. Beda banget dari PPLN Belanda. Di sini daftarnya online dan kita bisa cek pula melalui website apakah sudah terdaftar, dan mengecek apakah informasi alamat, dsb-nya benar. Masalah perangko kirim balik juga sudah dibayar tapi mereka juga memberi-tahu andaikata suratnya dikembalikan dengan alasan perangkonya nggak cukup, kita diminta mengirim biasa. Nanti biaya kirimnya bisa kita klaimkan dan diganti oleh PPLN. Asyik banget dah.
Wuiiih seru bener bisa minta klaim balik. Di sini ada beberapa yang rogoh kocek 8 Euro untuk kirim surat tercatat demi pilihannya.
kasus saya krn akhir tahun pindah alamat ke kota kecil,di gunung pula, sudah kontak ppln ankara, dijanjikan akan kirim by post juga, cuma pas hari pengiriman tiba2 ada aturan tambahan, daftar pemilih tambahan tdk bs pake post hrs datang langsung ke kBRİ, sblmnya data saya ikut kjri istanbul, krn kondisi punya bocah juga, suami ga bs nganter-.-‘ kepaksa golput. Temen di istanbul juga punya nasip hampir sama, sudah didata, kasih fotokopi ktp-pasport, udah yakın bisa milih, krn petugas yg datanya jg ngejanjiin, eh pas mendekati hari H namanya ga terdaftar, datang bela2in ke kjri, jd ikut antrian pemilih yang ga terdaftar, antrian panjang.berujung tetap ga bs milih krn surat suara habis.sedih juga dia.
Ya ampun, sedih banget dengernya. Hal-hal sepele seperti inilah yang ngeselin. Mereka gak punya prosedur yang jelas apa ya, biar pergantian alamat bisa difasilitasi lewat pos.
Ail, aku sedih banget bacanya. Kamu kehilangan hak suara karena kesalahan orang lain. Duh gregetan deh aku. Kenapa mereka ga belajar dari kesalahan tahun 2014. Bukannya jadi bahan evaluasi trus ga diulang lagi salahnya kan.
Gak cuma PEMILU aja Den. Di sini jadi WNI sedih bener, ngurus pasport aja ribetnya tak terkirakan.
ughhh ikut gemes pas baca incompetency PPLN. masalah perangko itu klasik banget ya. padahal ga susah utk cari tahu dulu perlu perangko negara apa dan harga berapa untuk surat suara balik ke London. kemalasan satu orang memang pangkal
menyusahkan orang lain.
Ini masih “untung” berantakannya gak separah di Sydney atau di Hong Kong. Tapi tetep ya kesel kalau hal sepele gini gak juga dibenahi.
Wah ternyata gitu ya. Mungkin perlu ada Monitoring dan Evaluasi untuk pelaksanaan yang lebih baik ke depan.
Iya semoga ke depannya lebih baik.