[TLDR; Tulisan ini panjang]
Dari hari Senin kemarin berita badai akan datang di Irlandia sudah mulai ramai di mana-mana. Penduduk Irlandia juga panik berat hingga kemudian memborong segala macam makanan dari supermarket, utamanya roti dan susu. Gak di Irlandia gak di Indonesia, kelakuan manusia sama saja.
Beruntung saya bisa hidup tanpa keduanya tapi tetap saja, Senin malam itu saya harus keliling mencari stok makanan. Malam itu memang kulkas kami kosong, jadi mau tak mau harus beli makanan. Saya pun akhirnya menemukan banyak makanan di Tesco lokal dan membeli secukupnya untuk beberapa makan malam saja serta air putih. Parno, takut pipa air beku.
Hari Selasa cuaca di Dublin begitu Indah, matahari bersinar terang dan suasananya kalem sekali. Suasana ini yang disebut calm before the storm. Kantor sendiri juga masih berjalan normal.
Rabu pagi saya bangun pagi sekali dan semua pemandangan jadi putih, tertutup salju. Hati saya riang gembira, bukan karena salju (saya bukan penyuka salju) tapi karena red warning dari pemerintah. Artinya, kami tak boleh kemana-mana dan tak perlu ke kantor. Pagi itu saya habiskan untuk keliling kompleks mengecek ketinggian salju, membersihkan rumah, beres-beres setrikaan, baca buku, nonton Netflix, baca buku hingga tak ada lagi yang bisa dikerjakan. Baru satu hari saja, saya sudah bosan dikurung di dalam rumah.
Kamis pagi, salju sisa kemarin mulai tinggi lagi. Pemerintah sendiri menyerukan orang-orang harus berada di dalam rumah pada pukul 4 sore. Saya yang gerah di dalam rumah pun berjalan ke toko lokal tanpa ada niatan untuk belanja. Ternyata di toko lokal terjadi kehebohan, orang pada borong roti yang baru tiba. Dan antriannya mengular panjang sampai mengelilingi dalam toko. Panik rupanya. Tetangga saya bahkan ada yang membeli 10 bungkus roti (dan masuk TV). Roti segitu banyaknya mau dibuat apa?
Urung membeli roti, saya keluar ke apotek langganan mertua untuk mengambil obat beliau. Rasanya sedih gitu ketika masuk apotek ada seorang Ibu-ibu agak tua yang kakinya patah harus mengambil obat ke apotek. Jasa layanan antar di apotek ini terpaksa dihentikan karena sang pengantar tak tercover oleh asuransi.
Menariknya, di belakang apotek ini terdapat pub lokal yang tentunya buka dan tak peminatnya tak surut. Sementara chipper (istilah lokal untuk warung yang jual kentang, burger, dan gorengan lain) bersiap untuk buka. Hujan badai, alkohol dan kentang tetaplah barang penting di sini.
Hari Jumat situasinya masih sama dan kami yang terkena cabin fever ini memaksakan untuk keluar demi mendapatkan udara segar. Kami kembali lagi ke supermarket lokal dengan antrian panjang, hanya karena ingin mengambil foto. Rupanya antriannya sudah mencapai luar supermarket. Duh tak terbayang stressnya para pegawai.

Orang-orang yang heboh antri di supermarket.
Begitu hari Sabtu tiba, kami keluar rumah pagi-pagi demi mencari bahan pangan. Ternyata di kompleks sebelah, saljunya tak kalah parah dan beberapa kendaraan harus ditinggalkan dipinggir jalan. Stasiun tram sendiri tertutup salju dan tak bisa dilewati tram.

Stasiun tram yang terendam salju hingga lebih dari 60 cm.
Supermarket yang kami pilih agak jauh, sekitar 20 menit jalan dan ternyata buka dengan jam normal, karena red warning juga telah berubah menjadi oranye. Oranye artinya kami sudah boleh keluar rumah. Saya berhasil membeli beberapa bahan makanan, baik untuk saya maupun untuk mertua yang tinggal tak jauh. Antrian kasirnya juga tak begitu panjang.

Mobil yang diterlantarkan karena jalanan tak bisa dilewati lagi.
Bagi banyak orang yang tinggal di negeri salju mungkin badai salju ini sebuah hal yang biasa. Di Irlandia, negaranya tak sesiap negara lain dalam menghadapi salju. Begitu salju besar turun, dipastikan layanan publik, terutama transportasi akan melayani secara terbatas atau berhenti. Penerbangan dibatalkan, sekolah dan penitipan anak tutup, sementara petugas kesehatan terpaksa tidur di rumah sakit demi melayani masyarakat. Di beberapa tempat bahkan listrik tak tersedia. Aduh gak kebayang deh dinginnya.
Penjarahan juga terjadi sekitar 15 menit dari wilayah kami tinggal. Tak tanggung-tanggung, mereka menjarah lemari besi Lidl (supermarket murah dari Jerman) dan kemudian menghancurkan Lidl dengan mesin besar yang mereka curi dari lokasi pembangunan tak jauh dari TKP. Di wilayah yang sama, mobil-mobil yang diparkir juga dibakar. Gak di Indonesia, gak di Irlandia, anarkismenya sama saja.
Ketika tulisan ini ditulis, salju sudah berhenti turun dan mulai mencair. Yang tersisa sekarang hanya becek, salju yang bercampur tanah kotor dan tentunya kerja keras untuk menyekopi salju tersebut. Satu kompleks kami keluar rumah, kerja bakti tanpa ada yang mengkomando. Saya juga sesiangan ikut menyekop salju. Untung ya di Irlandia ini badai salju cuma datang sesekali dalam satu dekade.
Tapi kerja keras kami untuk membersihkan salju ini tak ada apa-apanya dibandingkan para pekerja emergency dan kesehatan yang berjalan ke rumah sakit demi menjalankan tugas. Juga para pekerja supermarket yang harus berhadapan dengan kepanikan massa. Mereka adalah pahlawan!
Selamat hari Senin kawan, kalian sudah pernah terjebak badai salju? Atau mungkin terjebak banjir parah?
xx,
Tjetje