Pendidikan Orang Dewasa di Irlandia


Bicara pendidikan untuk orang dewasa di Irlandia bisa dibedakan menjadi dua. Pendidikan tersier/ pendidikan tinggi, di Indonesia lazimnya kita sebut sebagai kuliah, serta pendidikan jalur non-kuliah (semacam kursus).

Pendidikan Tinggi/ Kuliah
Kuliah menurut KBBI adalah:



kuliah /ku·li·ah /  1 n sekolah tinggi: — guru; 2 n pelajaran yang diberikan di perguruan tinggi: ia memberikan — di Fakultas Sastra; 3 v mengikuti pelajaran di perguruan tinggi: ia sedang –; 4 v ceramah: — subuh, ceramah agama yang disampaikan setelah salat subuh;


Ketika ngomongin kuliah kita ngomongin perguruan tinggi, pendidikan mandiri setelah SMA. Di Irlandia sendiri ada tiga sektor kalau ngomongin kuliah: Universitas dan College (dua institusi ini kalau di Irlandia bedanya agak blur dan mereka digunakan secara bergantian), serta Teknologi (seperti ITB, ITS).

Rentang waktu kuliah sendiri kurang lebih sama seperti di Indonesia, dari 3-4 tahun untuk bachelor degree (S1), 1-2 tahun untuk master degree (S2), serta beberapa tahun untuk PhD yang patiently hoping for a degree untuk PhD.

Pendidikan di Irlandia itu dimasukkan dalam framework ini. Perkuliahan itu dimulai dari level 7 hingga 10.

Biaya kuliah sendiri, ada biaya EU dan non-EU. Bedanya, tergantung program yang diincar. Bedanya bisa sedikit, tapi bisa juga berkali-kali lipat. Nah ini ibu-ibu yang bawa anak dari perkawinan sebelumnya dan memegang paspor hijau, biasanya suka kaget kalau lihat perbedaan harga yang berkali lipat.

Pendidikan Selain Kuliah

Gaya belajar orang dewasa itu berbeda-beda. Ada yang cemerlang di bidang akademik dan bisa menghabiskan ratusan jam belajar. Tapi ada pula yang harus melakukan praktek dan lebih sukses belajar ketika berada di lapangan. Nah di sini, jika kuliah bukan pilihan utama karena pilihan atau keterbatasan nilai akademik, ada pendidikan yang namanya apprenticeship.

Apprenticeships ini perpaduan belajar teori yang diadakan oleh insitusi pendidikan dan dikombinasikan dengan praktek langsung di lapangan. Contoh apprenticeship yang paling mudah terkait dengan konstruksi, seperti ilmu perledengan, ilmu perkayuan, motong batu, peratapan, sampai menyusun bata. Tak hanya konstruksi sih, ada juga yang terkait dengan IT seperti cybersecurity, sales, termasuk retail supervision, mekanik, tukang daging, atau sous chef.

Durasi apprenticeship sendiri dari 2-4 tahun, levelnya kalau berdasar framework di atas mulai dari 5 hingga 9. Generally, apprenticeship ini engga bayar biaya sebesar perkuliahan. Ada sedikit kontribusi yang mereka harus berikan tergantung berapa banyak mereka menghabiskan waktu duduk belajar teori.

Plus, kalau mereka kerja praktek mereka di bayar. Ambil contoh baru-baru ini kran di rumah kami harus dibetulkan oleh apprentice tahun kedua, kebetulan kami kenal. Tapi ya karena masih baru dengan ilmu terbatas, harganya lebih murah. Kran kami sendiri berakhir terbalik, air panas di kanan dan air dingin (biasanya sebaliknya). Harap maklum, namanya masih belajar dan tentunya lebih murah…


Di sini, mereka yang mengambil apprenticeship umumnya tidak disebut sebagai mahasiswa atau disebut kuliah. Mereka disebut apprentice (contohnya apprentice plumbers) dan program mereka disebut sebagai apprenticeship.


Kursus

Masih ada lagi? Ada dong, model Award of qualifications. Saya sendiri menyebutnya kursus yang sesuai kualifikasi atau area specialisasi. Contoh mudahnya, untuk project management, di dunia ada organisation PMI dengan berbagai kualifikasinya. Nah Irlandia punya kualifikasi lokal, yang akan diakui secara lokal (biasanya ada di level 6). Kursus ini harganya beraneka rupa, dari ratusan hingga ribuan Euro.

Untuk para pencari kerja biasanya mereka juga bisa mengambil kursus ini “gratis”. Gratis saya kasih dua tanda petik, karena dibayar oleh pembayar pajak negeri ini. (Catat ya: gak ada yang gratis di negeri ini). Berdasar pengalaman saya, gratis ataupun berbayar, kursusnya jadi satu. Kenapa ada kursus gratis? supaya bisa menambah skill, lalu mendapat pekerjaan dan tentunya mendapatkan pekerjaan (lalu berkontribusi pada pajak).

Penutup

Dari pengamatan saya ketika masih tinggal di Indonesia dan ketika saya tumbuh besar, sekolah yang fokus pada skill untuk bekerja (seperti sekolah memasak, sekolah menjahit), seringkali dipandang sebelah mata. Kuliah masih sangat dipandang sebagai sebuah hal yang jauh lebih baik. Padahal, tidak semua orang mampu kuliah ataupun tertarik untuk kuliah. Ada orang-orang yang memang lebih suka menggunakan tangannya untuk bekerja dan mereka jauh lebih bertalenta di bidang tersebut.

Di Indonesia sendiri, pekerjaan-pekerjaan fisik sering kali diremehkan, karena bukan pekerjaan di balik meja. Sebaliknya, di sini, permintaan akan jasa mereka sangatlah tinggi dan jasa mereka tidaklah murah. Untuk mendapatkan jasa mereka butuh berbulan-bulan dan tak jarang transaksi dilakukan secara tunai.

Btw, saya dulu pernah kenalan sama anak baru di kantor yang pertanyaannya langsung: “Kamu S2-nya dulu di mana? Saya S2 di UGM”. Duh yang di UGM…


xoxo,
Tjetje




Advertisement

Irlandia dan Aborsi

Hari ini, Jumat 25 April 2018 akan menjadi hari bersejarah bagi Republik Irlandia. Warga negara Irlandia, hanya mereka yang memiliki paspor Irlandia, akan menyuarakan pendapanya, melalui referendum, tentang Amandemen ke delapan. Amandemen yang berada di konstitusi ini melarang perempuan untuk mendapatkan akses aborsi. Akibatnya, ribuan perempuan harus terbang ke Inggris untuk melakukan aborsi serta banyak dari mereka yang harus membeli pil dari internet untuk aborsi, yang dianggap sebagai pil terlarang di negeri ini.

Tak seperti di Indonesia yang memperkenankan aborsi ketika kondisi ibu terancam, di sini aborsi dalam kondisi apapun tak diperkenankan. Maka, ketika perempuan-perempuan mengalami kehamilan bermasalah, di mana fetus yang berada di kandungan mereka memiliki ketidaknormalan, mereka tak bisa mendapatkan pertolongan di sini. Salah satu kasus yang ramai memicu perubahan kondisi ini adalah kasus Savita yang sekilas pernah saya bahas di tulisan saya pada hari perempuan. Link tulisan ini akan saya sertakan di akhir artikel ini.

Selama beberapa bulan terakhir, kondisi Irlandia memanas. Negara ini terbagi dua, sebagian orang berada dalam posisi Yes, atau Tá dalam bahasa Irlandia. Mereka adalah orang-orang yang menginginkan perubahan, supaya para perempuan bisa memutuskan apa yang mereka bisa lakukan terhadap tubuhnya. Jika pemilih Yes ini menjadi mayoritas dan menang, maka amandemen ke delapan yang berada di konsitusi negara (iya, di dalam konstitusi sodara-sodara) akan dihapus. Akses aborsi akan dibuka hingga usia 12 minggu, atau jika di atas 12 minggu ketika kondisi ibu tak memungkinkan dan ada persetujuan dari setidaknya 2 tenaga medis.

Perubahan ini tak diinginkan oleh mereka yang berada di sisi kampanye No. Mereka, termasuk institusi keagamaan (dalam hal ini gereja), aktif berkampanye untuk menyelamatkan amandemen ke delapan ini (di sini sebut sebagai the eight amandement). Jika mereka menang, artinya tak akan ada perubahan. Perempuan-perempuan yang mengalami masalah dengan kandungan, harus pergi ke Inggris, bayar ongkos pesawat, melakukan aborsi, kembali lagi ke Irlandia (kadang mengalami pendarahan di dalam pesawat), lalu kembali ke Inggris lagi untuk mengambil kremasi bayi mereka.

Panasnya situasi ini juga merambah hingga ke Google dan Facebook. Google membuat policy untuk tidak menerima iklan terkait dengan referendum, sementara Facebook hanya menerima iklan yang berasal dari Irlandia. Isu aborsi ini memang menjadi isu penting bagi banyak negara lain, utamanya dengan gereja.

Dari pantauan saya di jagat maya dan juga dari lingkungan teman-teman, kelompok Pro Choice, atau Yes Campaigner, nampaknya banyak diperlakukan tak baik karena pilihan mereka. Ada beberapa orang yang diludahi ketika mereka mengenakan pin bertuliskan Yes. Meja kampanye mereka juga diporak-porandakan oleh pendukung kampanye No.

Saya sendiri, dipanggil pembunuh bayi. Padahal saya tak pernah membunuh bayi manusia. Panggilan ini muncul karena pilihan untuk menjadi pro choice, karena pilihan untuk mempercayai perempuan dan menginginkan perempuan memutuskan hal yang terbaik bagi tubuh mereka. Agaknya menjadi perempuan itu memang tak pernah mudah, dikala memutuskan untuk melakukan aborsi, dituduh pembunuh bayi, tapi ketika memutuskan untuk melanjutkan kehamilan juga tetap dihujat karena memiliki kehamilan di luar perkawinan. Semuanya salah.

Satu hal yang orang seringkali lupa, memutuskan untuk menggugurkan bayi adalah keputusan yang tak akan pernah mudah, bagi siapapun. Jikalau kemudian perempuan memutuskan untuk melakukan itu, kita harus percaya bahwa keputusan itu sudah didahului dengan pertimbangan matang-matang. Tentunya, sebagai penonton dari luar, kita tak pernah tahu pergulatan batin mereka ketika kemudian mereka memutuskan hal tersebut. Who are we to judge them, apalagi nuduh-nuduh dosa dan rentetan panjang penghujatan lainnya? 

Dari beberapa hari ini, jagat twitter diramaikan dengan hashtag #HomeToVote. Beberapa orang-orang Irlandia terbang kembali dari Canada, Hanoi, Swedia, untuk mendukung perempuan-perempuan di Irlandia. Penerbangan mereka tentunya bukanlah penerbangan yang susah, mengingat ribuan perempuan Irlandia harus terbang ke Inggris, dalam kondisi pucat, kesakitan, tubuh dan hatinya berdarah karena harus kehilangan bayi mereka.

Sebagai pemegang paspor hijau, saya hanya bisa melihat dari kejauhan riuhnya voting amandemen ini. Tapi dalam lubuk hati terdalam saya, saya berharap hari ini perempuan menang. Semoga kiranya pilihan itu tersedia dan perempuan Irlandia tak perlu melakukan perjalanan jauh lagi.

Good luck Ireland, Tá, Tá, Tá!!

xx,
Tjetje

Baca juga: Perempuan dan Aborsi

Cerita Badai Salju di Dublin

[TLDR; Tulisan ini panjang]

Dari hari Senin kemarin berita badai akan datang di Irlandia sudah mulai ramai di mana-mana. Penduduk Irlandia juga panik berat hingga kemudian memborong segala macam makanan dari supermarket, utamanya roti dan susu. Gak di Irlandia gak di Indonesia, kelakuan manusia sama saja.

Stok susu habis diborong, begitu juga dengan daging, ikan, roti dan telur

Beruntung saya bisa hidup tanpa keduanya tapi tetap saja, Senin malam itu saya harus keliling mencari stok makanan. Malam itu memang kulkas kami kosong, jadi mau tak mau harus beli makanan. Saya pun akhirnya menemukan banyak makanan di Tesco lokal dan membeli secukupnya untuk beberapa makan malam saja serta air putih. Parno, takut pipa air beku.

Hari Selasa cuaca di Dublin begitu Indah, matahari bersinar terang dan suasananya kalem sekali. Suasana ini yang disebut calm before the storm. Kantor sendiri juga masih berjalan normal.

Rabu pagi saya bangun pagi sekali dan semua pemandangan jadi putih, tertutup salju. Hati saya riang gembira, bukan karena salju (saya bukan penyuka salju) tapi karena red warning dari pemerintah. Artinya, kami tak boleh kemana-mana dan tak perlu ke kantor. Pagi itu saya habiskan untuk keliling kompleks mengecek ketinggian salju, membersihkan rumah, beres-beres setrikaan, baca buku, nonton Netflix, baca buku hingga tak ada lagi yang bisa dikerjakan. Baru satu hari saja, saya sudah bosan dikurung di dalam rumah.

Kamis pagi, salju sisa kemarin mulai tinggi lagi. Pemerintah sendiri menyerukan orang-orang harus berada di dalam rumah pada pukul 4 sore. Saya yang gerah di dalam rumah pun berjalan ke toko lokal tanpa ada niatan untuk belanja. Ternyata di toko lokal terjadi kehebohan, orang pada borong roti yang baru tiba. Dan antriannya mengular panjang sampai mengelilingi dalam toko. Panik rupanya. Tetangga saya bahkan ada yang membeli 10 bungkus roti (dan masuk TV). Roti segitu banyaknya mau dibuat apa?

Krisis roti: truk ini menjadi pemandangan indah

Urung membeli roti, saya keluar ke apotek langganan mertua untuk mengambil obat beliau. Rasanya sedih gitu ketika masuk apotek ada seorang Ibu-ibu agak tua yang kakinya patah harus mengambil obat ke apotek. Jasa layanan antar di apotek ini terpaksa dihentikan karena sang pengantar tak tercover oleh asuransi.

Menariknya, di belakang apotek ini terdapat pub lokal yang tentunya buka dan tak peminatnya tak surut. Sementara chipper (istilah lokal untuk warung yang jual kentang, burger, dan gorengan lain) bersiap untuk buka. Hujan badai, alkohol dan kentang tetaplah barang penting di sini.

Prioritas di Irlandia: bir dan wine!! Padahal antrian lumayan panjang

Hari Jumat situasinya masih sama dan kami yang terkena cabin fever ini memaksakan untuk keluar demi mendapatkan udara segar. Kami kembali lagi ke supermarket lokal dengan antrian panjang, hanya karena ingin mengambil foto. Rupanya antriannya sudah mencapai luar supermarket. Duh tak terbayang stressnya para pegawai.

img_4018-1

Orang-orang yang heboh antri di supermarket.

Begitu hari Sabtu tiba, kami keluar rumah pagi-pagi demi mencari bahan pangan. Ternyata di kompleks sebelah, saljunya tak kalah parah dan beberapa kendaraan harus ditinggalkan dipinggir jalan. Stasiun tram sendiri tertutup salju dan tak bisa dilewati tram.

Stasiun tram yang terendam salju hingga lebih dari 60 cm.

Supermarket yang kami pilih agak jauh, sekitar 20 menit jalan dan ternyata buka dengan jam normal, karena red warning juga telah berubah menjadi oranye. Oranye artinya kami sudah boleh keluar rumah. Saya berhasil membeli beberapa bahan makanan, baik untuk saya maupun untuk mertua yang tinggal tak jauh. Antrian kasirnya juga tak begitu panjang.

img_4041

Mobil yang diterlantarkan karena jalanan tak bisa dilewati lagi.

Bagi banyak orang yang tinggal di negeri salju mungkin badai salju ini sebuah hal yang biasa. Di Irlandia, negaranya tak sesiap negara lain dalam menghadapi salju. Begitu salju besar turun, dipastikan layanan publik, terutama transportasi akan melayani secara terbatas atau berhenti. Penerbangan dibatalkan, sekolah dan penitipan anak tutup, sementara petugas kesehatan terpaksa tidur di rumah sakit demi melayani masyarakat. Di beberapa tempat bahkan listrik tak tersedia. Aduh gak kebayang deh dinginnya.

Superheroes!

Penjarahan juga terjadi sekitar 15 menit dari wilayah kami tinggal. Tak tanggung-tanggung, mereka menjarah lemari besi Lidl (supermarket murah dari Jerman) dan kemudian menghancurkan Lidl dengan mesin besar yang mereka curi dari lokasi pembangunan tak jauh dari TKP. Di wilayah yang sama, mobil-mobil yang diparkir juga dibakar. Gak di Indonesia, gak di Irlandia, anarkismenya sama saja.

Bosan di dalam rumah, bikin snowman deh

Ketika tulisan ini ditulis, salju sudah berhenti turun dan mulai mencair. Yang tersisa sekarang hanya becek, salju yang bercampur tanah kotor dan tentunya kerja keras untuk menyekopi salju tersebut. Satu kompleks kami keluar rumah, kerja bakti tanpa ada yang mengkomando. Saya juga sesiangan ikut menyekop salju. Untung ya di Irlandia ini badai salju cuma datang sesekali dalam satu dekade.

Hari Minggu, jalanan besar mulai dibersihkan.

Tapi kerja keras kami untuk membersihkan salju ini tak ada apa-apanya dibandingkan para pekerja emergency dan kesehatan yang berjalan ke rumah sakit demi menjalankan tugas. Juga para pekerja supermarket yang harus berhadapan dengan kepanikan massa. Mereka adalah pahlawan!

Salju di halaman depan rumah kami. Perjuangan banget untuk keluar dari pintu utama.

Selamat hari Senin kawan, kalian sudah pernah terjebak badai salju? Atau mungkin terjebak banjir parah?

xx,
Tjetje

[Ireland] Akhir Pekan di Galway

Cincin ini adalah cincin khas Irlandia, namanya Claddagh. Cincin ini melambangkan cinta, kesetiaan dan pertemanan yang disimbolkan dengan hati, mahkota serta dua tangan. Biasanya, hanya perempuan yang menggunakan cincin ini, tapi pria pun bisa menggunakan. Jika hatinya mengarah ke pengguna, artinya dia sudah ada yang punya, jika hatinya mengarah keluar berarti si pengguna masih single. Saking terkenalnya ini cincin, di Galway, sebuah kota kecil di Irlandia, juga terdapat museum Claddagh ring. Lokasinya nyempil di antara bar-bar dan biaya masuknya gratis.

Selain nama cincin, Claddagh juga merupakan nama wilayah yang terletak di pinggiran kota Galway, sebuah kota kecil di Irlandia. Komunitas Claddagh, berbeda dari orang-orang Gaelic, bekerja sebagai nelayan, dan perempuannya, yang menggunakan syal khas untuk menutup diri, menjual ikan di dekat desa mereka. Sayangnya, rumah-rumah orang Claddagh sudah hancur karena TBC di jaman tahun 1900an. Jaman itu, ada kepercayaan bahwa virus TBC menempel pada dinding rumah, makanya rumah mereka dihancurkan.

Old Claddagh Dress

Perempuan Claddagh dan syalnya yang terkenal. Foto was taken from http://www.claddaghns.ie/

Kota Galway, yang selalu saya kunjungi setiap kali saya ke Irlandia, juga menyimpan hal lain yang unik, bahkan mungkin satu-satunya di dunia, Fishery Tower. Tower berwarna kuning ini baru saja dibuka menjadi museum beberapa bulan lalu. Pada jamannya, sekitar tahun 1850-an, bangunan berlantai tiga ini berfungsi untuk memonitor ikan dan merupakan bangunan pribadi. Jaman itu, sungai termasuk bisa dimiliki individu.

image

Ada dua hal menarik yang saya temukan di bangunan kecil ini, yaitu ketiadaan toilet di dalam gedung dan sebuah jaring menarik untuk menangkap belut. Menurut guide yang bertugas, toilet terletak di belakang gedung. Bentuknya tak seperti toilet lagi, tapi sudah menjadi reruntuhan toilet. Kalau soal jaring belut, jaman dahulu mereka sengaja membuat jaring berlapis-lapis karena menangkap belut tidak mudah. Belut (dan juga salmon) yang populasinya sudah termasuk hewan yang dilindungi. Diperlukan ijin khusus jika ingin menangkap mereka.

image

Tak cuma Malang yang punya alun-alun, Galway juga punya Eyre Square, atau biasa disebut juga JFK park. JFK rupanya penerima Freedom of the City, alias masyarakat kehormatan. Di alun-alun, yang kalau menjelang Natal berubah jadi pasar malam, ini terdapat penandannya *apa sih namanya batu yang ditahta untuk penanda, tapi bukan batu nisan, plakat?*. Patung Pádraic Ó Conaire, penulis Irlandia terkenal juga pernah diletakkan di alun-alun ini. Di tahun 1999 kepala patung ini kemudian dipenggal oleh orang tak bertanggung jawab, alhasil demi keselamatannya, pada tahun 2004, si patung pun dipindahkan ke museum Galway.

image

Galway juga terkenal dengan pub-pubnya yang lively, bahkan pada jam-jam tertentu di beberapa pub terdapat live musik Irlandia. Tak perlu bayar, cukup beli segelas minum saja. Selain mengunjungi pub, makan oyster di Galway juga wajib hukumnya. Saya yang mamamoon pun menawarkan mama untuk makan oyster. Si mama ngakunya doyan, tapi begitu oysternya muncul langsung ogah makan karena oysternya mentah. Huh, padahal oyster di Galway itu terkenal, saking terkenalnya mereka sampai punya Festival Oyster Galway.

Tips buat yang pengen ke Galway

  • Jika naik kereta, Galway berjarak 2.5 jam saja dari Dublin (stasiun Heuston).
  • Kalau nggak suka kereta, bisa naik bis. Kalau mau Patas, bisa naik citylink sementara kalau gak keberatan dengan bis yang lebih murah (tapi sumpah bisnya gak jelek) bisa naik bus Eireann.
  • Galway bisa dikelilingi dengan kaki, tapi kalau males jalan kaki (Indonesia banget seh), naik bis hop-on hop-off saja dari Eyre Square. Biayanya cuma 10 Euro.

 

Selamat berakhir pekan, kemana akhir pekanmu?

Sehari di Kilkenny

Dalam salah satu weekend di Irlandia, mas G dan saya naik bis perjalanan terkenal,  Paddy Wagon. Bis ini membawa kami dari Dublin ke Glendalough. Sebuah areal hijau tempat reruntuhan gereja tua dan danau kecil. Nggak banyak yang bisa diceritakan dari keliling danau selama satu jam ini, tapi yang terekam di memori adalah keindahan alam Irlandia, keramahan orang-orangnya (dari anak kecil hingga orang dewasa saling menyapa Good morning walaupun nggak saling kenal) dan tentunya domba-dombanya.

20140208_120026

Dari Glendalough  kami dibawa menuju Kilkenny, sebuah kota kecil yang terkenal akan birnya. Di Kilkenny, kami diberi kesempatan beberapa jam untuk berjalan kaki mengelilingi kotanya. Dasar Irlandia, baru juga keluar bis kami langsung tersiram hujan hingga sangat basah. Pada saat seperti ini, payung sudah tak berguna lagi dan kami berdua sukses basah kuyub. Fakta gak penting: untuk resepsi, kami berniat bayar rainstopper, tapi pihak hotelnya ketawa ngakak pas saya request. Rupanya profesi ini tak eksis, mungkin tingkat keberhasilannya sangat kecil.

glendalough2

 

Kilkenny Castle

Selain mengunjungi salah satu barnya yang terkenal, nonton rugby di bar (dan ngumpul sama segerombolan nenek-nenek yang semangat meneriaki para pemain rugby yang ganteng) saya juga menyempatkan diri menjelajah rumah orang kaya di masa lalu, Kilkenny Castle.

Bangunan yang dibangun dari abad ke 11 ini dibuka untuk umum dengan biaya Euro 7.5. Sayangnya dengan biaya segitu nggak ada pemandu, apalagi mesin yang bisa ngoceh untuk menjelaskan setiap ruangan di castle ini. Informasi di tiap ruangan juga pelit banget. Tapi, di tiap sudut ruangan ada pegawai museum yang duduk, mungkin mengawasi karena kita nggak boleh motret, nah mereka inilah yang akhirnya saya tanyai macam-macam.

domba

Salah satu yang menarik hati saya adalah love chair atau sofa cinta berbentu oval yang kemudian dibagi menjadi empat. Kursi ini rupanya ditujukan untuk mereka yang mencari jodoh. Jaman dulu, perempuan dan laki-laki tak boleh berdua-duaan. Untuk berkenalan dengan lawan jenis, mereka harus duduk berpunggung-punggungan ditemani chaperone yang juga duduk bersama dalam satu kursi itu. Satu sofa kecil diduduki empat orang yang berpunggung-pungguan, nggak romantis banget dan pasti gak bisa gombal-gombalan, karena kalau ngegombal chaperone-nya bisa langsung nyubit.

Selain sofa cinta ini, saya juga tertarik pada sofa kecil yang cukup pendek yang saya pikir buat anak-anak. Rupanya sofa itu untuk orang dewasa dan pada jaman itu lagi ngetrend. Sofa yang pendek ini juga memudahkan para perempuan (dengan rok kandang ayamnya) untuk duduk karena mereka hanya bisa duduk di ujung kursi. Duh beruntunglah kita di hari ini bisa duduk seenak hati tanpa kostum yang aneh-aneh.

Selain dua hal tersebut, ada satu lagi yang bikin saya terkagum-kagum, sebuah long hall yang dipenuhi lukisan orang-orang pada jaman dahulu kala. Hall ini gede banget, kira-kira bisa buat tiga lapangan futsal. Sayangnya, hall ini juga gak bisa difoto dan walaupun nggak ada penjaga, saya pun patuh aturan (walau sejujurnya saya agak kesel, udah bayar mahal, nggak pakai guide, nggak bisa difoto pula).

Di castle ini juga disediakan satu ruangan video dimana para pengunjung bisa mendengarkan sejarah panjang pembangunan dan restorasi rumah ini. Tapi ruangan video ini nyempil, jadi kalau nggak karena kami nyari tea room buat menghangatkan diri, kami nggak akan nemu ruangan ini. Kayaknya ruangan ini bekas ruangan untuk mengintai musuh, karena ada jendela persegi yang slim untuk menembakkan anah panah.

glendalough

Castle ini gede banget, dilengkapi dengan taman indah yang bisa buat lari-larian serta deket dengan sungai. Ngelihat taman itu yang terbayang di kepala saya siapa yang motongin dan perlu berapa jam buat motongin rumput-rumput ini. Nggak heran kalau kemudian keturunan yang punya castle ini bangkrut karena ongkos perawatan rumah yang aduhai. Tapi perawatan castle ini saya yakin nggak semahal belanjaan Mbak Syahrini deh. Saking bangkrutnya, isi castle dilelang & hanya menyisakan lukisan di long hall sama karpet-karpet. Lha terus itu sofa-sofa cantik, lemari, tempat tidur dan lain-lain dari mana asalnya?

Selain dijadikan museum, bangungan yang sekarang dirawat oleh negara ini juga menjadi salah satu tempat untuk mengambil wedding picture. Di tengah hujan rintik-rintik dan suhu dingin, sepasang pengantin dan para bridesmaidnya berdiri di depan castle untuk ngambil foto. Lalu saya berteriak pada mereka, you’ll be in my blog, dan pengantinnya pun tersenyum. So here they are, the happy couple, may both of them showered with lot of love!

pengantin

Cerita Pintu Cantik Dublin

Kalau beli kartu pos buat oleh-oleh, saya nggak pernah terlalu ribet memilih gambar. Pokoknya ada nama kota yang dipilih dan ada landmarknya, selesai. Pas milih kartu pos di Dublin, saya sering memperhatikan gambar pintu-pintu yang berwarna warni dengan aneka rupa gantungan pengetuk pintu. Model pintu ini pun mirip dan lebar-lebar. Apa istimewanya sih ini pintu sampai-sampai mereka bisa layak jadi kartu pos? Waktu nanya mas G, jawabannya simple: Georgian Doors, alias pintu-pintu dari era Georgia (ketika era itu ada empat raja bernama George yang memimpin Inggris dan juga Irlandia). Tapi jawaban itu nggak menjawab kenapa pintu ini layak diabadikan dalam kertas kecil dan dikirimkan ke seluruh penjuru dunia.

Jawaban atas mengapa pintu-pintu ini begitu terkenal, akhirnya saya temukan ketika saya berkeliling Dublin dengan hop on hop off bus. Bangunan Georgia dan tentunya pintu Georgia ini dibuat pada masa King George sekitar tahun 1700 – 1800-an. Kebanyakan bangunan ini berlantai empat yang terdiri dari basement, living room di lantai dua serta area kamar di lantai tiga dan empat. Basement sendiri berfungsi sebagai area masak-memasak, living room berfungsi sebagai area dining dan juga duduk-duduk. Jaman segitu nggak ada listrik, jadi nggak bisa duduk-duduk di living room sambil nonton tv kabel. Sedangkan area lantai tiga merupakan kamar tidur untuk para tuan dan nyonya, sedangkan area tertinggi untuk para pekerja rumah tangga.

IMG_8342

Saat itu ada aturan ketat yang mengatur tentang pembangunan rumah-rumah ini, pokoknya rumah-rumah harus kembar, pintunya harus lebar, harus simetris. Biar nggak kembar orang-orang mengecat pintunya berwarna-warni dan menambahkan aneka rupa elemen, termasuk pengetuk pintu. Konon saat Queen Victoria meninggal dunia, para horang kaya di Irlandia ini diminta untuk mengecat pintu-pintu tersebut menjadi hitam.

Pintu-pintu ini lebar banget, agak gak lazim dari lebar pintu biasa. Rupanya, pintunya sengaja didesain lebar supaya para perempuan di masa itu bisa masuk ke dalam rumah. Pakaian jaman dahulu kan lebar-lebar macam ada kandang ayam di bawah roknya. Kebayang kalau pintunya dibuat slim, bisa nyangkut itu rok di pintu.

Kenapa saya bilang orang yang punya pintu (dan tentunya rumah) Georgian ini kaya? Karena rumahnya punya beberapa jendela di tiap lantai dan pada jaman itu, pajak kaca itu mahal. Orang yang lebih kaya lagi biasanya meletakkan dua buah kaca kecil-kecil di samping pintu. Sejak tahu hal tersebut, saya jadi suka memperhatikan pintu-pintu itu untuk mencari tahu rumah yang punya dua kaca kecil di sisi pintu. Ternyata tak begitu banyak. Ngomong-ngomong soal pajak kaca, di Trinity College yang merupakan universitas terkemuka di Dublin bangunannya bertaburkan banyak kaca. Kira-kira universitas bikinan Queen Elizabeth the Virgin ini bayar pajak kaca juga gak ya.

Ely Place Dublin

Orang kaya, di samping kanan kirinya ada kaca.

Di atas pintu-pintu ini juga ada kaca yang berbentuk setengah lingkaran. Pada sedikit pintu, ada bagian kaca yang agak menggelembung keluar. Rupanya, disanalah lampu-lampu dipasangkan untuk menerangi living room. Saya tak tahu bagaimana wujud lampunya, tapi dalam bayangan lampunya kayak lampu teplok yang biasa dibawa abang-abang nasi goreng kali ya, tapi lebih gendut.

Pintu Rumah Orang Kaya

Yang bagian atas tempat lampu teplok

Beberapa bangungan ini sempat dihancurkan karena dianggap sebagai simbol penjajahan Inggris di Irlandia. Namun, masyarakat Dublin kemudian sadar kalau banyak turis yang tertarik dengan pintu ini. Bahkan pintu-pintu ini jadi salah satu landmarknya Dublin. Kalau saya tak salah mengingat, seorang fotografer di New York lah yang punya peran mempopulerkan pintu-pintu ini pada dunia.

Bangunan ini sekarang banyak yang berfungsi jadi restaurant, Hotel, atau bahkan kantor. Ada juga yang berfungsi jadi Museum, salah satunya Dublin Writer Museum. Semoga kalian semua yang baca postingan ini satu saat nanti berkempatan ke Dublin untuk melihat warna-warninya pintu-pintu ini. Atau, kalau berminat mendapatkan kartu pos, seperti Ira, boleh kontak saya kalau lagi di Dublin, musim gugur ini.

Biar telat, Happy St. Patrick’s Day! Slainte!

 

Salam Cinta dari Ambon,

Binbul

Restaurant di Indonesia vs Restaurant di Irlandia

Waktu berangkat ke Irlandia, saya nggak ngecek berapa rupiahkah 1 euro itu. Jujur saja otak masih mikir 13 ribuan lah ya. Jadinya kalau makan-makan di luar (dan kami selalu makan di luar) suka cuek aja gesek-gesek ATM dan gantian bayar sama Mas G. Tiba-tiba pas cek rekening saya kaget karena 1 Euro itu ternyata udah melonjak hampir 17 ribu, ya ampun kemana aja selama ini?! Setelah itu otak sibuk menghitung dan ternyata satu kali makan di Irlandia itu bisa mencapai 225 ribu, langsung ketawa nyengir pakai berdarah.

Makanan di Irlandia memang sedikit lebih mahal daripada di Jakarta, tapi ada banyak hal yang saya suka kalau makan di restaurant di Irlandia. Yang paling utama sih karena air putih itu gratis udah gratis dikasih es dikasih potongan lemon lagi. Gratis ini dimana-mana lho, dari restaurant Perancis yang super keren, Hotel bintang lima macam Westin, sampai tempat sarapan self-service murah meriah. Bandingkan sama restauran di Indonesia boro-boro kasih air putih gratis, yang ada mereka “merampok pelanggan” dengan menjual air kemasan dengan harga berpuluh kali lipat dari harga wajar. Rekor saya bayar air paling mahal di Jakarta adalah 90 ribu rupiah saja untuk air dalam kemasan sebanyak 330 ml dan ini bukan air kemasan dalam botol kaca dari Eropa ya. Ini air lokal.

Di Indonesia kalau makan di restaurant itu pasti makanannya dicicil. Entah mengapa para chef di Indonesia itu nggak bisa mengeluarkan semua makanan pada saat yang bersamaan. Kayaknya mereka nggak suka kalau ngelihat orang Indonesia makan bebarengan. Pokoknya harus dicicil dan suka-suka ati mereka yang di dapur, kalau perlu meja sebelah yang pesennya belakangan pun makanannya bisa datang lebih dulu. Anehnya lagi banyak restauran di Indonesia yang nggak paham mana makanan pembuka mana makanan utama, sering kali makanan pembuka datang belakangan. Btw, saya pernah sering mengalami kejadian di Warung Pepenero, dimana semua orang sudah makan, bahkan sudah hampir habis, tapi satu orang di antara kami belum dapat makanan. Hela napas panjang.

Setelah makanan di keluarkan, pelayan biasanya datang kembali ke meja kita dan menanyakan apakah semuanya baik-baik saja? Biasanya dalam satu area ada satu pelayan yang melayani dan pelayan ini akan sibuk mengitari area makan untuk mengecek. Di Indonesia, cuma segelintir restauran yang menanyakan hal serupa. Kebanyakan dari mereka malah pura-pura nggak lihat atau sibuk dengan meja yang lain (atau emang beneran sibuk). Di Indonesia juga tak ada sistem  yang jelas tentang pelayan mana yang berurusan dengan meja kita. Kalau kata Abang Mikel, di Indonesia itu ribet, pesen bir aja bisa dilayani enam orang yang berbeda; satu orang catat orderan, satu orang isi gelas bir, satu antar bir, satu orang antar tagihan, satu orang ambil uang pembayaran dan satu orang lain anterin kembalian.

Anyway, Harga makanan di restaurant-restauran di Irlandia relatif sama, kurang lebih berkisar antara 10 – 13 Euro untuk makanan utama, sementara kalau dinner di restaurant yang agak bagus, bisa mencapai 20 Euro. Harga ini emang terkesan mahal tapi porsinya gede banget, bisa buat makan bapak, ibu dan anak. Sekali makan ayam yang disajikan per orang sekitar setengah kilo, belum termasuk kentangnya, seperempat kilo sendiri, sementara sayurnya cuma seiprit. Herannya habis makan saya masih bisa berdiri dan masih bisa jalan beberapa kilometer ke tram.

Saking gedenya porsi makanan di Irlandia, saya sampai kehilangan minat mengemil. Saya juga seringkali nggak minat beli makanan penutup karena udah kadung kekenyangan. Kalaupun pengen makan dessert, saya biasanya  pergi minum teh (yang dimana-mana harganya sama; 2 – 2.5 Euro) dan makan cake, satu potong cake dijual dengan harga 4 – 5 Euroan. Kalau dirupiahkan emang jauh lebih mahal dari cake di Indonesia, tapi yang jelas cake di Irlandia nggak semanis cake di Indonesia. Jadi nggak merasa berdosa lah ya!

Berapa harga pelayanan ciamik ini? Jangan cemas saudara-saudara kalau di Irlandia gak ada namanya biaya terselubung macam service charge yang nggak jelas aturan dan persentasinya (berkisar 5 – 11 %, tergantung restaurantnya), apalagi PPN 10%. Apa yang ditulis itu yang dibayarkan, service charge hanya dikenakan jika datang dalam kelompok besar di atas enam atau delapan orang. Tipping di Irlandia, sama dengan di Indonesia, bukanlah hal yang wajib diberikan. Kalau punya uang kecil silahkan tipping, kalau gak punya ya nggak usah maksa. Urusan pembayaran kalau gesek pun simple, pelayan akan membawa mesin EDC ke meja dan pelanggan pun bisa langsung memasukkan PIN. Nggak perlu repot-repot ke meja kasir kayak di Indonesia!

Kendati Irlandia lebih unggul dalam pelayanan, porsi, dan juga ‘unggul’ dalam hal harga saya masih tetep suka restaurant di Indonesia. Selain karena banyak kejutan yang bikin hidup lebih menarik, tentunya karena harganya lebih murah dengan porsi yang lebih bersahabat. Restaurant favorit saya di Jakarta adalah restaurant Turki bernama Turkuaz di daerah Gunawarman Jakarta Selatan; kalau untuk makanan Indonesia favorit saya Beautika yang menyajikan aneka macam makanan pedas khas Manado.

Apa restaurant favoritmu?

Oleh-oleh dari Irlandia

Ketika tahu saya akan ke Irlandia ada beberapa orang yang secara reflek minta oleh-oleh dan menyebutkan mau oleh-oleh apa. Boro-boro nanya berapa lama, mau ngapain aja, terbangnya kapan, atau basa-basi lain yang menyangkut perjalanan, orang-orang gini biasanya langsung tembak nyebut oleh-oleh yang dimau, nggak peduli dekat atau tidak dengan orang yang diajak bicara. Langsung sebut yang dimau, udah macam penjahat aja minta-minta, tanpa nanya, punya duit gak buat beli oleh-oleh?

 Oleh-oleh yang paling sering diminta kalau lagi jalan ke Eropa adalah coklat. Orang-orang ini suka minta coklat kayak di Indonesia nggak ada coklat aja, padahal di di Jakarta coklat import itu ‘kececeran’. Mau minta apa, harga berapa juga ada. Walaupun tak dipungkiri, ada juga merek-merek yang nggak ada di Irlandia. Saya jadi bertanya-tanya, apakah orang-orang ini hanya makan coklat oleh-oleh dan nggak pernah mau modal sendiri, beli coklat demi memanjakan lidah?

Anyway, saya kehilangan teman, karena dia (saya duga) tersinggung gara-gara oleh-oleh coklat yang saya bawa.  Ketika itu saya ‘hanya’ membeli coklat seharga 25 Euro (jaman itu ini coklat berharga 300 ribu rupiah saja!) saja untuk dia. Ketika saya mengajak janjian untuk menyampaikan oleh-oleh coklat itu reaksi yang saya dapat sungguh di luar perkiraan, “udah cuma itu aja, nggak ada oleh-oleh lain?”. Saya mah mikirnya praktis, kalau gak berkenan sama oleh-oleh saya yang ‘murahan’ ya mending saya kasih orang lain, toh masih banyak yang mau.

Selain coklat, alcohol adalah oleh-oleh yang sering diminta. Minta ya, bukan nitip! Batas membawa alcohol di Indonesia itu adalah 1 liter, sementara kebanyakan botol alcohol itu 1 literan (ada sih yang botol mini) dan semurah-murahnya alcohol di negeri orang tetep aja jatuhnya mahal dan berat! Saya sendiri kalau nggak berminat membawa alcohol biasanya akan menawarkan jatah 1 liter ini ke teman dekat, sayang kalau jatahnya gak dipakai.

Nggak bawa oleh-oleh bagi sebagian orang itu dianggap pendosa dan pendosa itu layak dibicarakan. Karena hukum tak bawa oleh-oleh itu dosa banyak orang Indonesia takut nggak bawa oleh-oleh. Takut dianggap pelit dan tentunya takut dibicarakan. Padahal saya jamin, oleh-olehnya mau jelek mau bagus pasti dibicarakan. Hasilnya, banyak orang-orang dengan dana cekak maksa beli oleh-oleh yang sesuai kantong, just for the sake of giving oleh-oleh. Oleh-oleh seperti ini biasanya akan berakhir di tempat sampah karena kurang berguna, atau bahkan tak berguna sama sekali.

snowglobe

Saya sendiri juga suka minta oleh-oleh ke orang-orang (dan nitip), tapi kebiasaan ini berhenti ketika saya semakin sering travelling bayar sendiri dan merasakan betapa beratnya oleh-oleh buat kantong dan punggung. Apalagi kalau travelling saat rupiah lagi melemah seperti ini. Bow, 1 Euro itu hampir 17 ribu, sementara harga magnet disini paling murah 5 Euroan, gantungan kunci bisa 10 Euro. Oleh-oleh bagi saya hanya akan diberikan kepada yang terdekat dan kalau nemu, kalau nggak nemu ya buat apa maksa.

Mengapa budaya ini mengakar di masyarakat? Tentu saja ini karena kebiasaan yang dibiarkan tumbuh subur, dipupuk dan dijaga kelestariannya. Mungkin juga budaya ini timbul karena ada anggapan bahwa mereka yang bepergian adalah orang-orang yang memiliki uang lebih (baca: kaya) dan yang nggak pergi adalah orang yang kurang beruntung. Hukum alam mengatur, yang kurang beruntung berhak mengemis meminta kepada yang kaya.

Uang untuk jalan-jalan itu dikumpulkan beberapa bulan dengan segala penderitaannya, dari mulai makan yang diirit-irit, nggak pergi bersenang-senang, pendeknya menderita dahulu demi melihat sisi dunia yang lain.  Jadi, berhenti tersinggung kalau nggak dikasih oleh-oleh, toh hidup juga gak akan berakhir. Dan yang paling penting, berhenti minta oleh-oleh sama orang lain. Nggak usah bilang “jangan lupa oleh-olehnya ya”, tapi bilang aja selamat jalan-jalan dan have fun.

Tulisan dengan tema serupa dalam bahasa Inggris pernah ditulis disini.

Jadi suka bawa oleh-oleh atau memilih untuk cuek dan nggak bawa oleh-oleh?

Kilmainham Gaol: Saksi Bisu Sejarah Kelam Irlandia

Atas rekomendasi abang ipar, saya mengunjungi Kilmanhaim Goal; penjara tua yang menyimpan banyak cerita, dari cerita cinta hingga cerita tentang perjuangan. Tiket masuk di penjara ini dibandrol 6 Euro per orang, termasuk pemandu berbahasa inggris (gak ada bahasa lain). Tour mengelingi penjara ini harus ditemani pemandu yang akan menjelaskan sejarah penjara ini. Karena ada penjelasan sejarah panjang, HP harus dimatikan dan selama tour gak boleh ngecek HP. Love it! Di websitenya ditulis dalam satu tour jumlah orangnya dibatasi, tapi kemarin saya mengelingi penjara ini selama satu jam, dengan 40 orang lainnya.

Penjara yang dibangun tahun 1796 ini ditujukan untuk menampung criminal dan didesain sedemikian rupa agar dingin. Bahkan di beberapa area jendelanya tak memiliki jendela kaca. Sengaja dibuat dingin, karena dipercaya dingin mencegah penyebaran penyakit. Bayangin aja dinginnya Dublin itu keparat, karena hujan dan angin; yang ada lembab! Tiap-tiap tahanan diberikan satu sel sendiri dengan tempat tidur (flat bed) dan sebuah ember. Nggak ada toilet jadi urusan buang hajat harus dilaksanakan di ember itu. Idealnya emang satu orang satu sel, tapi waktu great famine, banyak orang yang memilih untuk masuk penjara aja karena di penjara dikasih makan (walaupun makanannya ditimbang). Alhasil, satu sel bisa diisi banyak orang dan lorong penjara pun dipenuhi tahanan.

Sedikit info tentang great famine, saat itu petani di Irlandia adalah petani yang menyewa lahan. Alhasil ketika gagal panen kentang, para petani yang merugi akibat gagal panen harus tetap bayar sewa lahan. Makin bangkrut dan miskin. Sementara mengemis saat itu dilarang oleh Pemerintah Inggris (yang menjajah Irlandia). Akibat kelaparan ini, Irlandia kehilangan hampir 2 juta penduduknya, sebagian mati kelaparan dan sebagian lainnya bermigrasi ke Amerika (dan banyak yang mati dalam perjalanan ke Amerika). Toni Blair sendiri telah minta maaf kepada masyarakat Irlandia pada tahun 1997 karena Pemerintah Inggris di masa lalu yang tidak melakukan apa-apa.kilmanhaim

Selain sel yang kayak jelek dan dingin, di penjara itu juga terdapat penjara mewah yang dilengkapi dengan jendela, lampu cantik, dan juga perapian dan spy hole. Sel cantik dan luas ini bukan buat pejabat kayak di Indonesia, tapi dikhususkan bagi mereka yang akan dieksekusi dengan hukuman gantung. Fungsi spy hotel di ruangan ini biar si tukang gantung bisa melihat “korbannya” dan mengukur kira-kira berapa panjang tali yang dibutuhkan. Salah satu yang menempati penjara ini adalah Robert Emmet yang dihukum hanged, drawn and quartered (silahkan digoogle betapa kejamnya hukuman ini!). Emmet digantung di depan St. Catherine church (konon belum mati), terus digorok tapi pisaunya kurang tajam. Jenasahnya dibawa kembali ke penjara ini, tapi kemudian hilang. Sampai sekarang tak ada yang tahu dimana Emmet dikuburkan.

 Orang-orang penting yang dipenjara di tempat ini adalah United Irishmen yang terlibat dalam 1916 Easter Rising, salah satunya, James Connolly. Dia sebenernya sudah hampir mati karena infeksi dari luka, tapi tetep aja dieksekusi, padahal dokter bilang 2 hari lagi juga mati. Conolly dibawa dari RS ke penjara ini, ditutup matanya untuk ditembak 12 pasukan, 6 orang pasukan yang duduk dan 6 orang lainnya pasukan yang berdiri. Tembakan pertama gagal karena Conolly jatuh merosot. Akhirnya, dia didudukkan di kursi, ditali lalu ditembak mati.

Kisah cinta di penjara

Chapel

Chapel penjara tempat mereka mengikat janji

Joseph Plunkett yang juga terlibat 1916 Easter Rising juga dihukum dihukum mati. Tapi sebelum ditembak mati, dia sempat kawin dengan pujaan hatinya, Grace Gifford. Perkawinan ini dilaksanakan di chapel penjara dengan kawalan 20 tentara Inggris dan temaram sebuah lilin, karena penjaranya mati lampu. Setelah menikah, Joseph pun ditembak mati dan Grace Gifford tak pernah kawin lagi. Tragis ya bow! Surat lamaran dan cincin perkawinan mereka dipajang di museum penjara ini, romantis dan menyayat hati. Btw, Grace Grifford sendiri kembali ke dalam penjara ini 1923 karena keterlibatannya dalam anti-treaty IRA. Selnya sangat terkenal karena temboknya dilukisi Madonna.

Restorasi Penjara

Kalau penjara Wanita yang terletak di alun-alun kota Malang dirubah menjadi Ramayana, di Irlandia penjara ini direstorasi oleh volunteer. Volunteernya sendiri termasuk para bekas tahanan dan para bekas penjaga. Dananya diambil dengan cara meminta ke masyarakat. Tak hanya meminta masyarakat tapi juga didapat dari pembuatan berbagai film serta pembuatan video clip Bono. Penjara ini sendiri kemudian diambil alih oleh negara dan diresmikan oleh Eamon de Valera, yang saat itu merupakan Presiden Irlandia. Beliau sendiri pernah dua kali di penjara dan hampir dihukum mati, tapi selamat karena pada saat itu dia merupakan WN Amerika (Ibunya Irish dan Bapaknya Imigran Spanyol di US).

restoration

kotak sumbangan untuk restorasi penjara

Tur ini sendiri, kendati mengenai cerita sedih, air mata, darah dan kekejaman, merupakan tur terbaik di Irlandia & sangat saya rekomendasikan jika berkesempatan ke Dublin. Btw, jangan tanya apakah kata maaf atas segala kekejaman itu pernah diucapkan, karena sang Ratu hanya pernah mengucapkan simpati dan penyesalan. Anyway, ada satu pertanyaan yang ditanyakan ke semua pengunjung yang mengunjungi museum ini yaitu tentang pro atau anti hukuman mati.

Jadi, kamu pro hukuman mati atau anti hukuman mati? Kenapa?

Menjenguk Ronan Keating di Dublin

Ketika saya dan mas G menyusuri Dame Street sambil kekenyangan abis makan-makanan Asia (mendadak rindu makanan pedas, padahal gak doyan pedas) kami tak sengaja menemukan National Wax Museum yang di kota lain, dikenal sebagai Madame Tussaud. Biasanya, saya tak pernah tertarik melihat lilin-lilin mengerikan yang jauh dari mirip dengan pemilik wajah aslinya, tapi kemarin, saya tergoda untuk merogoh kocek 12 Euro *oh godaan yang mahal* dan pergi sendirian.

Museum ini sendiri terletak tak jauh dari kampus Trinity, pesonanya tertutup Starbucks dan deretan taksi yang lagi antri menunggu penumpang. Dengan harga segitu mahalnya, pengunjung dipersilahkan masuk sendiri-sendiri tanpa guide. Jika ingin mendengarkan penjelasan, tinggal baca atau pencet-pencet tombol khusus. Begitu tombol dipencet yang keluar suara berat yang menurut saya tak menenangkan hati, tapi malah semakin melengkapi kengerian lilin-lilin ini. 

Begitu masuk saya disambut oleh deretan penulis-penulis Irlandia yang saya tak kenal namanya. Guilty, saya emang jarang baca literatur. Satu-satunya penulis yang saya tahu cuma Samuel Beckett, penulis Waiting for the Godot. 

 beckett

Di bagian basement museum ini saya bertemu dengan St. Patrick. St. Patrick ini ngetop banget dan ada Katedralnya. Beberapa hari lalu saya sempat sok-sokan nyari Katedral ini dengan GPS handphone, hasilnya nyasar ke rumah susun *eh di negara maju ada rumah susun juga lho*. St. Patrick juga dirayakan besar-besaran di Irlandia (dan di negara lain) setiap tanggal 17 Maret. Kapan-kapan saya cerita tentang perayaannya ya.

patrick

Walaupun mengerikan, museum ini juga memberi cerita tentang sejarah Irlandia serta tokoh-tokoh pentingnya. Sejarah negeri tersebut dikemas secara menarik, walaupun dihiasi patung-patung yang mengerikan. 

Konon katanya nggak lengkap ke Wax Museum kalau gak ada ruang hantunya. Makanya, di basement ini ada Chamber of Ghost. Saya yang aslinya gak penakut mendadak takut. Gimana gak takut kalau ruangan ini ada di lantai paling dasar, kalau hantunya mendadak iseng jahil kan larinya harus naik tangga. Sementara dengan badan saya ini tak mudah untuk bisa lari cepat, ditambah jaket musim dingin, naik tangga gak bakalan mudah. Tak hanya itu, basement ini juga remang-remang, persis warung kopi di Pantura. Bedanya, disini tak ada orang apalagi supir truk dan mbak-mbak penyaji kopi, alias sepi banget. Lorongnya pun kecil banget, jadi kalau mau lari-lari zig-zag menghindari hantu bakalan susah. Ribet kan, mau masuk ruang hantu aja pakai dianalisa. 

Dan saya yang cerdas ini pun menanti turis lain untuk masuk bersamaan. Kirain kalau masuk sama bule bakalan berani, tapi ternyata turis Spanyol itu pun lari ketakutan, sambil teriak. Sementara saya, jaga image, jalan pelan-pelan sambil ngumpat-ngumpat. 

ghost

Museum ini tak hanya punya hantu, tapi juga punya alat-alat peraga science yang didedikasikan untuk para Ilmuwan Irlandia. Ternyata yang menciptakan lampu tanpa baterai di sepeda-sepeda, alat seismographic atau apalah buat ngukur gempa adalah orang Irlandia. Ruangan ini membuat saya yang seorang social scientist berasa bego. Bahkan lihat anatomi tubuh di bawah ini saya cuma ngerti beberapa hal aja.

science

Anak-anak juga dimanjakan dengan patung lilin kartun, dari Bart Simpson hingga versi muda Harry Potter. Bedanya, patung-patung lilin untuk anak-anak terlihat lebih manusiawi dan tak menyeramkan. Sama seperti di Chester Beatty Library, di berbagai sudut ruang terdapat meja-meja kecil untuk mewarnai dan menggambar. *aduh sumpah iri deh, hal kecil seperti ini diperhatikan banget.*

Di sudut ruang anak-anak juga terdapat Santa yang sedang tidur. Berhubung Santa lagi tidur, pengunjung pun meninggalkan surat yang berisi permohonan. Saya iseng membaca-baca permintaan orang dan ada satu mbak-mbak yang ingin tinggal di Irlandia selamanya. Mbak, serius mbak, betah apa sama hujannya Irlandia. Eh ternyata begitu dibaca, si Mbak dari Rusia. Pantesan, dia sudah bosan dengan salju dan pastinya belum pernah ke Indonesia yang kaya matahari. Saya sendiri minta jodoh untuk dua orang sahabat saya. Kalau tak dikabulkan, mungkin saya harus kembali bawa air satu ember untuk membangunkan Santa supaya bangun dari siestanya untuk mencari jodoh bagi teman-teman saya.

popes

Pope John Paul yang datang ke Phoenix Park di Irlandia dan membuat 1/3 populasi Irlandia datang. Konon saat kedatangan Pope John Paul ke Irlandia di tahun 1979, banyak anak-anak yang diberi nama John Paul.

Bagian terakhir dari museum ini adalah artis-artis, ada mas Ronan Keating, Jedwards (yang saya tak kenal, tapi difoto juga), Michael Jackson, Madonna dan tak ketinggalan Bono, kebanggaan Irlandia. Sayang One Direction, yang salah satu personelnya orang Irlandia, belum ada di Museum ini. Dan inilah hasil selfie saya dengan salah satu pria kebanggaan Irlandia, Ronan Keating:

keating

Ronan Keating kebanyakan pakai pemutih.

Kira-kira, kalau Indonesia bikin museum lilin gini, siapa aja yang pantas dimasukkan ya?

xx,
Tjetje