Ekspektasi Perkawinan Campur

Tema tulisan ini mungkin sudah dibahas berulang kali oleh banyak orang dan tentunya sudah berulang kali saya bahas dalam berbagai tulisan. Tapi setiap kali mendengar cerita-cerita kelam perkawinan campur, rasanya gemas banget sambil kasihan. Dari berbagai kisah kelam yang saya dengar, ada banyak kesamaan permasalah yang muncul dan akan saya urai.

Yuk!

Foto koleksi pribadi.

Buru-buru kawin

No kidding, yang ngotot minta buru-buru dikawinin itu banyak. “Wajar”, karena kultur kita mengutamakan perkawinan ketimbang kumpul kebo. Masalahnya, buru-buru kawin ini bener-bener tanpa proses mengenal pasangan lebih jauh dan lebih dalam. Baru ketemu satu dua kali, lalu kawin; baru ketemu langsung ketemuan di catatan sipil (serius ini), atau bahkan baru ketemu langsung tinggal bersama. Soal yang terakhir ini, pegawai imigrasi aja kagak mau ngasih visa tinggal, auto reject sambil kibar bendera merah.

Mengenal pasangan lebih jauh ini juga untuk tahu tabiat dan nilai mereka, termasuk mencari tahu adakah kecenderungan melakukan kekerasan. Seringkali di tahap pacaran banyak red flag soal tabiat ini, tapi tentunya dicuekkin atas nama cinta.

Keuangan

Ini masalah dasar dan masalah yang paling sering saya dengar. Nih ya, buat yang masih pacaran coba dibahas dulu urusan keuangan, tahu berapa kisaran gaji pasangan supaya bisa mengatur ekpektasi gaya hidup. Gak semua orang asing itu kayak pegawai eselon dua kantor pajak yang bisa beli Rubicon. Orang asing (baca: bule), itu kayak orang Indonesia, ada yang susah, ada yang cukup dan ada yang kaya raya, bahkan bisa sampai beberapa turunan.

Satu kesalahan fatal yang banyak terjadi, ketika diskusi keuangan ini menggunakan kalkulator dan mental Indonesia. Mata uang asing langsung dirupiahkan. Gaji 2k Euro pun terlihat wow gede banget. Di beberapa wilayah Eropa 2k itu mungkin besar, di Dublin, pasangan dengan penghasilan segitu itu ngos-ngosan.

Soal properti

Mau sewa kamar, rumah, apartemen, beli properti atau bahkan tinggal di pondok mertua indah. Ini kudu dibahas dulu di depan biar ekpektasi bisa diatur. Kalau mau nyewa rumah atau apartemen, cukup gak penghasilannya. Kalau gak cukup, apakah mau sewa kamar dan tinggal rame-rame? Begitu juga soal beli rumah, kudu diskusi dulu, jangan sampai koar-koar ke satu Indonesia mau beli rumah 5M tapi kemudian harus tertampar realita karena rumah murah tersebut tak terjangkau.

Begitu juga soal lokasi dimana rumah pasangan. Cari tahu dulu, jangan ujug-ujug pindah ke negara lain, terus protes di media sosial karena tetanggaan sama sapi. Bagus kalau cuma sampai media sosial, kalau sampai dibawa ke KBRI, ya gusti, itu orang KBRI dulu pas belajar jadi diplomat engga studi tentang hidup di country side bersama sapi. They are diplomats FFS.

Satu lagi yang gak ada di Indonesia tapi banyak terjadi di Irlandia: pasangan tinggal di rumah sosial bantuan dari pemerintah. Rumah sosial ini diperuntukan untuk mereka yang tidak mampu beli atau tidak mampu menyewa. Peruntukan rumah ini untuk mereka yang berpenghasilan rendah (dan harus tetap rendah), kalau penghasilan naik di atas ambang batas yang ditentukan, hak atas rumah ini juga akan hilang. Jadi seringkali pasangan kemudian melarang kerja ataupun mendapatkan penghasilan ekstra demi rumah sosial. Ini mesti dipertimbangkan juga, apalagi kalau pengen membangun karir di negeri orang. Kubur dalam-dalam cita-citanya.

Penutup

Perkawinan itu tak melulu romantis dan indah, banyak kerikil dan terkadang batu besar. Ketika ada masalah di Indonesia, kalau sudah kadung kalut bisa kabur ke rumah orang tua, di sini, kabur ke KBRI pun mesti nyeberang ke negara lain pakai visa pula. Belum lagi resiko ketika perkawinan bubar dan pasangan jengkel, masalah yang muncul bisa beraneka ragam, dari penculikan anak oleh pasangan (international child abduction) hingga ijin tinggal dicabut oleh pasangan. Kalau sudah gini tambah penih, karena imigrasi yang nyuruh pulang ke Indonesia. Imigrasi!

Perkawinan dengan orang asing itu tak bisa diburu-buru, karena ada elemen meninggalkan tanah air. Pastikan kenal dulu pasangan dan keluarganya dengan baik, jadi bisa mengatur ekpektasi hidup di luar negeri, apalagi kalau baru pertama kali tinggal di luar negeri. Hidup di luar negeri itu gak seindah drama Korea. Diskusikan dulu banyak hal, kenali dulu pasangannya, cinta dan emosi boleh, tapi rasional tetep kudu jalan.

xoxo,
Tjetje
Sudah terlalu banyak mendengar cerita suram dari perkawinan campur.

3 thoughts on “Ekspektasi Perkawinan Campur

Show me love, leave your thought here!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s