Indonesia Banget: Minta-minta

Disclaimer: Tidak semua orang Indonesia berperilaku seperti ini. Jadi jangan keburu kesel dulu karena penulis tidak menggeneralisasi. Namun perilaku ini seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari orang Indonesia.

Jadi orang Indonesia itu dipenuhi dengan banyak hal-hal yang menarik dan kejutan. Hidup sungguh dinamis dan penuh warna. Salah satu hal menarik yang dekat dengan dengan kehidupan sehari-hari orang Indonesia, sampai gak bikin terkejut lagi, adalah perilaku meminta. Tanpa kita sadari, atau jangan-jangan kita sangat sadar, orang Indonesia itu doyan banget meminta-minta. Yang sudah pernah dibahas dan saya yakin kita semua sudah bosen dengernya (saya aja bosen bahasnya) adalah minta oleh-oleh, apalagi oleh-oleh kerupuk lima bungkus yang makan tempat di koper.

Permintaan lain yang sering diminta orang Indonesia adalah minta dicariin jodoh. Apalagi kalau jadi bini bule, pasti orderannya minta jodoh bule. Memangnya orang Indonesia yang kawin atau pacaran sama bule itu selalu punya biro jodoh atau website perjodohan? Kadang kalau saya lagi iseng saya suka bilang: Kalau serius pengen jodoh boleh, nanti saya bikinin flyer untuk disebar di Dublin. Yakin mau? Menurut saya, kalau mau cari jodoh sebaiknya jangan minta-minta orang dan mending usaha sendiri. Memperluas jaringan dengan travelling, clubbing, daftar website jodoh, gaul tiap hari dengan orang-orang baru, atau aktivitas lain yang bisa bikin ketemu orang. Tapi kalau ketemu orang juga jangan sibuk mainan HP dan berwhatsapp ria dengan orang lain. Kalau sudah terlalu desperate pengen cari jodoh, bisa juga cari dukun deh buat membuka aura-aura dan melancarkan jodoh dari berbagai arah, lalu pasang susuk di dahi, pipi, bibir, mata, hidung, dada dan juga bagian belakang tubuh.

Selain minta jodoh, permintaan lain yang merepotkan, dan bagi saya adalah permintaan paling keparat, adalah minta pekerjaan. Cari kerja di Indonesia emang gak gampang, apalagi buat fresh graduate atau yang pengalamannya pas-pasan. Tapi tahukah kalian kalau minta pekerjaan ke orang lain itu MEREPOTKAN segala penjuru dunia dan penuh dengan omelan (atau bahkan kutukan). Jika ada lowongan kerja yang dibuka sih masih mending, bisa ‘dipaksakan’ dan alokasi anggarannya ada. Itupun dengan catatan bahwa yang meminta kerja memiliki pengalaman kerja yang sesuai. Kalau gak ada pengalamannya ya modyar aja.  Kadang saya mikir, gak malu ya harus merepotkan orang (repotnya itu banget-banget lho, bisa sampai dibuatkan posisi baru dan dicarikan anggaran dari langit)?

IMG_1499

Kalau Imlek juga mendadak banyak peminta-minta di Klenteng (dok.pribadi)

Minta-minta selanjutnya adalah minta traktir ketika orang lain sedang bersuka cita i.e dapat rejeki lebih, promosi atau ulang tahun. Minta traktiran ulang tahun sayangnya sering tidak dibarengi dengan pemberian kado yang layak, boro-boro kado, kue ulang tahun pun kalau bisa yang paling kecil dan dibagi dengan orang lain yang ulang tahun. Demi aji mumpung juga, sang peminta-minta biasanya akan berusaha mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan pengeluaran seminimal mungkin, yaitu dengan pilih makanan dan minuman paling mahal. Urusan kantong pentraktir jebol (dan harus makan indomie selama sebulan kedepan) tidak dipikirkan. Siapa suruh dapat rejeki lebih? Orang-orang yang aji mumpung ini, kalau lagi punya rejeki apakah mau membeli makanan yang agak mahal untuk dirinya sendiri? Boro-boro traktir orang, biasanya orang begini untuk dirinya sendiri pun ogah dan lebih mengandalkan meminta-minta kepada orang lain.

Budaya minta-minta ini mengakar dalam masyarakat kita karena kita cenderung permisif dan membiarkan, bahkan mendukung. Ya kalau kita nggak suka memberi, mana ada mama sms minta pulsa terus menerus. Belum lagi pak Ogah yang tumbuh subur minta uang kepada pengemudi atas jasa yang seringkali tak diperlukan. Tak boleh dilupakan juga para pengemis yang menjual kemiskinan (atau kemalasan?) dan pura-pura miskin demi seribu atau dua ribu rupiah. Tapi ada dua minta yang saya dukung kelestariannya: minta diskon yang banyak kalau belanja dan minta doanya ya. Satu lagi yang harusnya digalakkan, belajar minta maaf, karena nggak semua orang bisa melakukan ini.

Selain yang disebut di atas, orang sering minta apa lagi ya?

Advertisement

Oleh-oleh dari Irlandia

Ketika tahu saya akan ke Irlandia ada beberapa orang yang secara reflek minta oleh-oleh dan menyebutkan mau oleh-oleh apa. Boro-boro nanya berapa lama, mau ngapain aja, terbangnya kapan, atau basa-basi lain yang menyangkut perjalanan, orang-orang gini biasanya langsung tembak nyebut oleh-oleh yang dimau, nggak peduli dekat atau tidak dengan orang yang diajak bicara. Langsung sebut yang dimau, udah macam penjahat aja minta-minta, tanpa nanya, punya duit gak buat beli oleh-oleh?

 Oleh-oleh yang paling sering diminta kalau lagi jalan ke Eropa adalah coklat. Orang-orang ini suka minta coklat kayak di Indonesia nggak ada coklat aja, padahal di di Jakarta coklat import itu ‘kececeran’. Mau minta apa, harga berapa juga ada. Walaupun tak dipungkiri, ada juga merek-merek yang nggak ada di Irlandia. Saya jadi bertanya-tanya, apakah orang-orang ini hanya makan coklat oleh-oleh dan nggak pernah mau modal sendiri, beli coklat demi memanjakan lidah?

Anyway, saya kehilangan teman, karena dia (saya duga) tersinggung gara-gara oleh-oleh coklat yang saya bawa.  Ketika itu saya ‘hanya’ membeli coklat seharga 25 Euro (jaman itu ini coklat berharga 300 ribu rupiah saja!) saja untuk dia. Ketika saya mengajak janjian untuk menyampaikan oleh-oleh coklat itu reaksi yang saya dapat sungguh di luar perkiraan, “udah cuma itu aja, nggak ada oleh-oleh lain?”. Saya mah mikirnya praktis, kalau gak berkenan sama oleh-oleh saya yang ‘murahan’ ya mending saya kasih orang lain, toh masih banyak yang mau.

Selain coklat, alcohol adalah oleh-oleh yang sering diminta. Minta ya, bukan nitip! Batas membawa alcohol di Indonesia itu adalah 1 liter, sementara kebanyakan botol alcohol itu 1 literan (ada sih yang botol mini) dan semurah-murahnya alcohol di negeri orang tetep aja jatuhnya mahal dan berat! Saya sendiri kalau nggak berminat membawa alcohol biasanya akan menawarkan jatah 1 liter ini ke teman dekat, sayang kalau jatahnya gak dipakai.

Nggak bawa oleh-oleh bagi sebagian orang itu dianggap pendosa dan pendosa itu layak dibicarakan. Karena hukum tak bawa oleh-oleh itu dosa banyak orang Indonesia takut nggak bawa oleh-oleh. Takut dianggap pelit dan tentunya takut dibicarakan. Padahal saya jamin, oleh-olehnya mau jelek mau bagus pasti dibicarakan. Hasilnya, banyak orang-orang dengan dana cekak maksa beli oleh-oleh yang sesuai kantong, just for the sake of giving oleh-oleh. Oleh-oleh seperti ini biasanya akan berakhir di tempat sampah karena kurang berguna, atau bahkan tak berguna sama sekali.

snowglobe

Saya sendiri juga suka minta oleh-oleh ke orang-orang (dan nitip), tapi kebiasaan ini berhenti ketika saya semakin sering travelling bayar sendiri dan merasakan betapa beratnya oleh-oleh buat kantong dan punggung. Apalagi kalau travelling saat rupiah lagi melemah seperti ini. Bow, 1 Euro itu hampir 17 ribu, sementara harga magnet disini paling murah 5 Euroan, gantungan kunci bisa 10 Euro. Oleh-oleh bagi saya hanya akan diberikan kepada yang terdekat dan kalau nemu, kalau nggak nemu ya buat apa maksa.

Mengapa budaya ini mengakar di masyarakat? Tentu saja ini karena kebiasaan yang dibiarkan tumbuh subur, dipupuk dan dijaga kelestariannya. Mungkin juga budaya ini timbul karena ada anggapan bahwa mereka yang bepergian adalah orang-orang yang memiliki uang lebih (baca: kaya) dan yang nggak pergi adalah orang yang kurang beruntung. Hukum alam mengatur, yang kurang beruntung berhak mengemis meminta kepada yang kaya.

Uang untuk jalan-jalan itu dikumpulkan beberapa bulan dengan segala penderitaannya, dari mulai makan yang diirit-irit, nggak pergi bersenang-senang, pendeknya menderita dahulu demi melihat sisi dunia yang lain.  Jadi, berhenti tersinggung kalau nggak dikasih oleh-oleh, toh hidup juga gak akan berakhir. Dan yang paling penting, berhenti minta oleh-oleh sama orang lain. Nggak usah bilang “jangan lupa oleh-olehnya ya”, tapi bilang aja selamat jalan-jalan dan have fun.

Tulisan dengan tema serupa dalam bahasa Inggris pernah ditulis disini.

Jadi suka bawa oleh-oleh atau memilih untuk cuek dan nggak bawa oleh-oleh?

Oleh-oleh Untuk Pasien Rumah Sakit

Seumur hidup saya sudah masuk RS dua kali. Sekali ketika menyerahkan diri untuk dioperasi amandel dan yang kedua ketika demam sehari tapi tak boleh pulang berhari-hari. Kali pertama ngamar, saya sakit beneran, jadi masuk rumah sakit pun minta extra night. Ketika keluar, saya rasanya nggak iklas, karena masih tak bisa ngomong dan tenggorokan seperti terganjal anak kodok.

Kali ke dua di rumah sakit saya bosannya minta ampun. Sebenarnya setelah semalam di rumah sakit saya sudah sembuh. Tapi Bu Dokter spesialis yang menghabiskan jatah asuransi masih suka sama saya. Alhasil saya ‘ditahan’di RS selama tiga malam. Selama ‘ditahan’, saya digempur dengan infus dan vitamin. Diagnosanya ngaco, sirosis. Tapi ketika check ulang dengan dokter lain, saya gak sirosis, cuma demam biasa. Haduh Indonesia!!

image

Sudut RS JMC yang dipenuhi mainan. Ini playground apa RS?

Anyway, pengalaman dua kali di Rumah sakit membuat saya tergelitik membuat tulisan tentang oleh-oleh untuk orang sakit. Sebagai orang Indonesia, oleh-oleh itu kan barang penting nggak penting.  Jadi siapa tahu pengalaman saya nongkrong di rumah sakit bisa memberi inspirasi.

Buah yang mudah dikupas
Orang sakit itu, badannya bawaannya lemes. Melakukan aktivitas malas, apalagi kupas buah. Maunya dikupasin, tapi kalau masuk rumah sakit sendiri, siapa yang mau kupas? Jadi kalau bawa buah untuk si sakit, sebaiknya bawa yang praktis dan tidak cepat busuk macam jeruk (bukan jeruk bali ya) ataupun anggur. Anggur termasuk buah yang gampang, tak perlu kupas cukup masukkan mulut. Eh tapi dicuci dulu ya sebelum masuk mulut. Saya tidak menyarankan membawa buah-buahan semacam pisang (karena cepat busuk) serta semangka dan melon. Buah apel sendiri juga nggak saya sarankan karena ngupasnya repot. Kalaupun mau membawakan buah-buahan yang perlu dikupas, sekalian bawakan pisaunya, karena kalau tak bawa pisau, buah-buahan tersebut berakhir jadi hiasan meja.

Bahan Bacaan

Waktu di rumah sakit itu berjalan sangat lambat. Oleh-oleh yang paling murah untuk hiburan si sakit ya tabloid gosip. Usahakan gosip di tiap tabloid berbeda ya, jadi biar beragam. Kalau kebetulan uangnya agak berlebih, belikan majalah fashion ataupun  majalah hobi. Jangan sekali-sekali membeli Indonesia tatler, yang ada si sakit akan tambah sakit karena mengumpat melihat kelakuan orang kaya yang pamer pesta ini itu, baju ini, sepatu itu dan tentunya pamer rumah lebah terbesar.

TTS/Sudoku
Nah ini pembunuh kebosanan, tapi hanya boleh diberikan jika si sakit rajin berpikir dan penyakitnya memungkinkan untuk berpikir. Kalau sakitnya vertigo berat dikasih ini bisa makin meledak kepala, apalagi kalau jawabannya nggak ketemu.

Aneka lauk
Orang sakit itu tak punya gairah makan, semakin ga bergairah lagi ketika melihat makanan rumah sakit. Beraneka rupa tapi rasanya sama, sama-sama tak berasa. Saya biasanya paling girang kalau temen kantor yang datang, apalagi pas jam makan siang, pas mereka lapar. Begitu datang langsung saya minta menghabiskan makanan tanpa rasa itu; suster girang, saya pun tak perlu risau menghabiskan makanan plain dan teman kantor kenyang. Untuk memeriahkan hari-hari si sakit (dan perutnya) saya sarankan boa aneka lauk yang rasanya enak dan menggoda, tapi perhatikan juga pantangan makanan si sakit. Kalau kena stroke dibawakan jeroan, itu namanya membunuh teman. Selain aneka lauk, oleh-oleh lain yang suka dibawa adalah aneka biskuit, aneka cake dan aneka rupa camilan. Nah kalau saya, biskuit dan cake biasanya akan berakhir di ruangan suster. Biar mereka nggak terlalu galak.

Peralatan toilet
Biasanya emang sudah disediakan  oleh rumah sakit. Tapi tak ada salahnya membawakan barang-barang kecil yang sering terlupakan. Yang paling penting sih, dari pengalaman saya, tisu toilet dan sabun cuci tangan. Di RS Jakarta misalnya, kamar yang kelas rendahan tak ada sabun cuci tangannya. Agak geblek juga sih, RS kok nggak menggalakkan cuci tangan. Tapi kalau dipikir-pikir ini strategi bagus, biar orang gak cuci tangan, terus sakit dan rumah sakit tetap rame. #eh.

Karangan Bunga

Oleh-oleh lain yang suka dibawa adalah bunga, apalagi di Medan. Haduh…Orang Medan itu emang pencinta bunga bener deh, dari sakit, kawinan sampai hari raya keagamaan bunganya banyak bener. Terus terang saya gak hobi lihat bunga di RS, apalagi kalau kebanyakan. Pengalaman di Medan dulu, dengan kamar luas pun bunga-bunga terpaksa dijajarkan di lantai. Lucunya yang girang kalau lihat bunga adalah para suster-suster dan staf rumah sakit. Biasanya mereka sudah memerhatikan bunga mana yang mereka incar lalu mereka minta ketika pasien keluar. Enak sih ada yang ngangkut pulang.

Favorit Saya

Bagi saya pribadi, buah tangan favorit saya ketika di RS adalah cat kuku. Menurut saya ide ini sangat orisinal dan lain daripada yang lain. Daripada bengong di rumah sakit emang lebih baik ngecat kuku. Selain cat kuku, favorit saya ya amplop isi uang. Soal isi nggak masalah, tapi dikasih amplopnya yang bikin girang dan elemen misteri pas buka amplop. Entah kenapa tapi saya emang paling demen dapat uang di amplop, beda rasanya kalau salam tempel yang tak diamplopi.

Sebenarnya oleh-oleh itu penting ga penting. Tapi datang tanpa oleh-oleh pun juga tetap menyenangkan, karena orang sakit sebenarnya cuma pengen ditengok dan diajak ngobrol. Biar nggak bosen lihat tembok rumah sakit.

Jadi, suka bawa buah tangan apa kalau ke RS?

Thing Indonesians Like: Oleh-oleh

“So you are going to Medan?”

“Yes, I am going to Medan”

Ah…..oleh-oleh ya.”

And then from the other corner someone will say: “Don’t forget to buy bika ambon, bolu meranti, lapis legit. Ohhh and Risol Gogo.”

That’s a conversation that you will hear anywhere in this country when you make the mistake of telling others that you are going somewhere. Here in Indonesia, it is best to keep your traveling plan with yourself and not share it with others. If you do share your plan, most of the time, you will be bombarded by request of oleh-oleh from close friends, relatives and colleagues. Do not worry about the damage, because it is always borne by the traveller. Oleh-oleh (noun) itself is a present, often delicacies, brought from a place we travelled to.

Even if you are traveling on business trip, oleh-oleh is something that you must buy. In the case of civil servants visiting other government institution, the oleh-oleh is usually bought by the institution visited. Here’s how it usually work: during a meeting you could send the hints by asking the special delicacies from the area. They will then explain what are the famous delicacies, or even the famous cloth material (batik, ikat, songket) and other handicraft. You can response by saying, I’d like to buy a, b, c, d, e,…z. Then ask the important question: “Where can I buy it? can someone drive me there?” and as a courtesy, they will response “ah don’t worry about it, we will take care of that”. A day or two passed by, nothing happened and no one drive you to the shop. Then when you are in the airport someone will bring you few boxes full of snack and handicraft and assist you with the chek-in. Magic! When receiving presents like this, it is rude to say no and all you have to do is saying thank you. Another thing that you shall never ask is to reimburse the damage. Don’t worry about it, it is usually come from the taxpayer’s money!

If you are not so lucky, you will have to do your own research about potential oleh-oleh and locate the shop. Don’t worry about it, even google knows well that we like to buy oleh-oleh.

the options

Even Google Knows that We Like Oleh-oleh

In city like Yogyakarta, you don’t even need to do your research. Just walk around the famous Malioboro street and a pedicab driver will be more than happy to take you to oleh-oleh shop, sometimes for 50 cents. The shop usually gives him incentive that is why he does not mind about the low fare. I interviewed a girl from a Bakpia factory in Yogyakarta, she mentioned that the factory does not give pedicab drivers any money, but give them some lottery coupons. The winners are selected in yearly based and the prize are including washing machine, motor cycle and other presents.

If you are travel to Medan, the same method of oleh-oleh hunting could not be applied. The famous Meranti Roll cake has to be ordered few days in advance. Alternatively you can buy other delicacies such as layer cake (lapis legit), bika ambon, and durian (both the pancake of the fresh the stinky fruit).  I am sure you think that Durian is banned from plane, but in Medan, you can always manage to bring durian with you. The durian seller in Medan  found this clever method: put the durian in the box, seal with cello tape,  then sprinkle some coffee around the box  before wrap it with the plastic. You can walk freely to the airplane and no one is going to notice the durian. Even if the flight attendants do, they will just tolerate it and will never remove you (or the durian) from the airplane. Rumour has it that the crashed of Mandala Air flight in Medan on 2005, was caused by the oleh-oleh, 2 tons of durian.

Other than delicacies you can also bring key holders, snow globe, magnets or traditional clothes material (batik, sasirangan, ikat, songket). A famous oleh-oleh shop usually put famous person photo in their wall. Take example of the Irma Sasirangan in Banjarmasin that I recently visited. Upon entering the shop you will be welcome by the photo of RI 1, Susilo Bambang Yudhono and the first lady, both wearing sasirangan. In Yogya, there’s a huge silver workshop who put the picture of Miss Universe to attract shoppers.

Speaking of key holders, I had more than 10 key holders from different countries in Europe, while I have only one door to lock. I now understand why people opt to buy key holder from Europe, it’s the cheapest thing. In the case of Ireland, it wasn’t that cheap, one key holder cost me Euro 7,5.

If you are in airport and see Indonesians could you queue and rush to the airplane, I am sure you think that we are crazy because there’s no advantage in rushing to go inside the airplane as the seats have been preassigned. You are mistaken! For Indonesians, getting into the airplane as fast as we could is very important, because we need a lot of space for our excess luggage, the boxes of oleh-oleh. The one only hand-carry luggage can not be applied in Indonesia. Anyway a quick way to locate your luggage-especially when there’s no information about the flight number in the conveyer belt- is by seeing the  oleh-oleh boxes. Meranti and Zulaiha from Medan, Aceh Rayeuk from Banda Aceh, Pia Legong from Bali, Manggoes from Surabaya, Bakpia Pathoek from Yogyakarta, and Amplang from Balikpapan.

Bringing oleh-oleh requires lot of energy, time, and money. But to see friends and family enjoying the delicacies, for me, is the greatest joy. This is the Indonesian way to show our love to others.

Tell me, what’s your favorite oleh-oleh?