Setelah beberapa kali gagal, kami akhirnya bisa menengok The Church, sebuah bar dan restaurant yang mengambil tempat di bekas gereja. Gereja ini tadinya bernama St. Mary’s Church of Ireland dan didirkan pada abad ke 18. Lokasinya tepat di tengah kota, tak jauh dari Spire of Dublin, menara tinggi yang tak jelas fungsinya. Pada tahun 1964, gereja ini ditutup dan saya duga karena kehilangan jemaatnya. Singkat cerita, gereja ini kemudian dibeli dan direnovasi, lalu pada tahun 2005 dibuka menjadi bar yang bernama John M. Keating’s Bar, sesuai nama pemiliknya. Di Irlandia, punya bar dengan nama sendiri itu konon merupakan mimpi pria-pria. Baru pada tahun 2007 bar ini berganti kepemilikan dan mulai menjadi The Church Bar & Restaurant.

The Church, tampak luar
Ada banyak nama-nama penting yang diasosiasikan dengan bar ini, termasuk Arthur Guiness, si pembuat bir hitam Irlandia yang punya 21 orang anak (dari satu istri ya, dari satu istri) yang perkawinannya diberkati di gereja ini. Patung dadanya bisa ditemukan di lantai dasar bar ini. Selain Arthur Guiness ada Jonathan Swift, penulis buku ‘Gulliver’s Travels’. Seperti kebanyakan gereja, di lantai gereja ini juga terdapat beberapa orang yang dimakamkan seperti Mary Mercer, pendiri Rumah Sakit Mercer dan juga Lord Norbury, hakim yang memerintahkan eksekusi Robert Emmett di tahun 1803. Nah proses eksekusi Robert Emmet ini boleh dibilang super kejam. Ceritanya bisa dibaca di sini. Di belakang The Church, juga bisa ditemukan sebuah lapangan yang tadinya merupakan kuburan. Masih kuburan sih karena tulang belulang itu katanya tak pernah dipindahkan.
The Church sendiri terdiri dari Bar, Bar Garden, Restaurant serta Club. Kami nongkrong di lantai dua, di restaurantnya. Sayangnya ketika itu sudah terlalu sore untuk melakukan self-guided tur keliling, tapi kapan-kapan bisa balik lagi. Selain restaurant, ada juga bar yang terletak di lantai dasar dan juga di luar, sembari berjemur menikmati matahari yang malu-malu. Satu hal yang perlu dicatat, ada dress code untuk masuk the Church, casual. Tapi syukurnya ini tempat gak mewajibkan hak tinggi seperti di Jakarta. Aturan aneh yang saya tak paham karena tak seharusnya nightclub mengatur what to wear. Lagian, siapa sih yang mau lihat sepatu orang kalau lagi makan ataupun minum?
Jika dilihat sekilas, ada beberapa hal yang masih dipertahankan di restaurant ini seperti organ yang konon dibuat oleh Renatus Harris (salah satu tukang organ terkenal pada masanya), kaca-kaca dan dinding-dinding dengan tombstonenya. Bilik pengakuan dosa, kursi-kursi, apalagi altar sudah tak ada lagi. Padahal kursi-kursi yang menyerupai kursi di gereja sering kali digunakan sebagai kursi di bar Irlandia. Tempat altar berada sekarang berubah jadi tempat pertunjukan musik yang dilangsungkan pukul tujuh malam pada malam-malam tertentu.
Bagi orang, beralihnya fungsi rumah ibadah mungkin merupakan skandal. Tetapi bangunan ini bukan satu-satunya gereja di Dublin yang berubah fungsi. Gereja St Andrew yang juga terletak di tengah kota, dibeli oleh pemerintah kota Dublin pada tahun 1994 dan dua tahun kemudian dibuka menjadi Dublin Tourism Center. Bangunan unik ini terletak di Suffolk street, persis di mana patung Molly Malone yang terkenal sekarang ditempatkan. Jika sedang berada di Dublin, tak ada salahnya masuk ke bangunan ini untuk sekedar duduk-duduk atau mencari informasi tentang pariwisata.
Saya yakin dua bangunan di atas hanya sedikit dari gereja yang beralihfungsi. Perubahan ini pun tak hanya terjadi di Dublin. Skotlandia dan Amerika merupakan negara lain yang menjadi tuan rumah dari gereja yang berubah fungsi. Di Indonesia sendiri saya yakin hal seperti ini akan sangat ditentang oleh masyarakat. Kalau kalian sendiri, setujukah jika salah satu bangunan rumah ibadah kalian dirubah fungsinya menjadi restaurant atau bahkan bar?
xx,
Tjetje