Kalau beli kartu pos buat oleh-oleh, saya nggak pernah terlalu ribet memilih gambar. Pokoknya ada nama kota yang dipilih dan ada landmarknya, selesai. Pas milih kartu pos di Dublin, saya sering memperhatikan gambar pintu-pintu yang berwarna warni dengan aneka rupa gantungan pengetuk pintu. Model pintu ini pun mirip dan lebar-lebar. Apa istimewanya sih ini pintu sampai-sampai mereka bisa layak jadi kartu pos? Waktu nanya mas G, jawabannya simple: Georgian Doors, alias pintu-pintu dari era Georgia (ketika era itu ada empat raja bernama George yang memimpin Inggris dan juga Irlandia). Tapi jawaban itu nggak menjawab kenapa pintu ini layak diabadikan dalam kertas kecil dan dikirimkan ke seluruh penjuru dunia.
Jawaban atas mengapa pintu-pintu ini begitu terkenal, akhirnya saya temukan ketika saya berkeliling Dublin dengan hop on hop off bus. Bangunan Georgia dan tentunya pintu Georgia ini dibuat pada masa King George sekitar tahun 1700 – 1800-an. Kebanyakan bangunan ini berlantai empat yang terdiri dari basement, living room di lantai dua serta area kamar di lantai tiga dan empat. Basement sendiri berfungsi sebagai area masak-memasak, living room berfungsi sebagai area dining dan juga duduk-duduk. Jaman segitu nggak ada listrik, jadi nggak bisa duduk-duduk di living room sambil nonton tv kabel. Sedangkan area lantai tiga merupakan kamar tidur untuk para tuan dan nyonya, sedangkan area tertinggi untuk para pekerja rumah tangga.
Saat itu ada aturan ketat yang mengatur tentang pembangunan rumah-rumah ini, pokoknya rumah-rumah harus kembar, pintunya harus lebar, harus simetris. Biar nggak kembar orang-orang mengecat pintunya berwarna-warni dan menambahkan aneka rupa elemen, termasuk pengetuk pintu. Konon saat Queen Victoria meninggal dunia, para horang kaya di Irlandia ini diminta untuk mengecat pintu-pintu tersebut menjadi hitam.
Pintu-pintu ini lebar banget, agak gak lazim dari lebar pintu biasa. Rupanya, pintunya sengaja didesain lebar supaya para perempuan di masa itu bisa masuk ke dalam rumah. Pakaian jaman dahulu kan lebar-lebar macam ada kandang ayam di bawah roknya. Kebayang kalau pintunya dibuat slim, bisa nyangkut itu rok di pintu.
Kenapa saya bilang orang yang punya pintu (dan tentunya rumah) Georgian ini kaya? Karena rumahnya punya beberapa jendela di tiap lantai dan pada jaman itu, pajak kaca itu mahal. Orang yang lebih kaya lagi biasanya meletakkan dua buah kaca kecil-kecil di samping pintu. Sejak tahu hal tersebut, saya jadi suka memperhatikan pintu-pintu itu untuk mencari tahu rumah yang punya dua kaca kecil di sisi pintu. Ternyata tak begitu banyak. Ngomong-ngomong soal pajak kaca, di Trinity College yang merupakan universitas terkemuka di Dublin bangunannya bertaburkan banyak kaca. Kira-kira universitas bikinan Queen Elizabeth the Virgin ini bayar pajak kaca juga gak ya.
Di atas pintu-pintu ini juga ada kaca yang berbentuk setengah lingkaran. Pada sedikit pintu, ada bagian kaca yang agak menggelembung keluar. Rupanya, disanalah lampu-lampu dipasangkan untuk menerangi living room. Saya tak tahu bagaimana wujud lampunya, tapi dalam bayangan lampunya kayak lampu teplok yang biasa dibawa abang-abang nasi goreng kali ya, tapi lebih gendut.
Beberapa bangungan ini sempat dihancurkan karena dianggap sebagai simbol penjajahan Inggris di Irlandia. Namun, masyarakat Dublin kemudian sadar kalau banyak turis yang tertarik dengan pintu ini. Bahkan pintu-pintu ini jadi salah satu landmarknya Dublin. Kalau saya tak salah mengingat, seorang fotografer di New York lah yang punya peran mempopulerkan pintu-pintu ini pada dunia.
Bangunan ini sekarang banyak yang berfungsi jadi restaurant, Hotel, atau bahkan kantor. Ada juga yang berfungsi jadi Museum, salah satunya Dublin Writer Museum. Semoga kalian semua yang baca postingan ini satu saat nanti berkempatan ke Dublin untuk melihat warna-warninya pintu-pintu ini. Atau, kalau berminat mendapatkan kartu pos, seperti Ira, boleh kontak saya kalau lagi di Dublin, musim gugur ini.
Biar telat, Happy St. Patrick’s Day! Slainte!
Salam Cinta dari Ambon,
Binbul