Postingan saya yang membahas tukang pamer didistribusikan lebih dari 5000 kali di Facebook. Ada yang suka tapi ada juga yang mencela. Kalau dari hasil sekilas melihat komentar-komentar sih banyak yang gerah dengan kebiasaan pamer-pamer kekayaan. Ah well, di Asia itu ukuran keberhasilan kan dilihat dari jumlah kekayaan, jadi ya wajar kalau orang pamer kekayaan, biar dibilang sukses.
Sebenernya gak cuma pamer kekayaan yang bikin gerah-gerah gemes, tapi pamer berbagi kasih sayang di social media juga bikin gemes & bikin jidat mengeryit. Haduh padahal mengeryit ini bikin jidat kusut dan ongkos botox kan mahal. Catat lho ya bukan ngiri, tapi gemes. Ngobrol-ngobrol, nyapa pasangan lewat status. Nggak cuma pasangan sih, kasih ucapan terimakasih ke teman, atas makan siang, malam, atau bahkan oleh-oleh juga dipasang di status. Herannya lagi banyak yang berdoa di status. Tuhan itu emang Maha segalanya, tapi segitunya ya sampai permohonan untuk Tuhan pun harus di sharing di status?
Coba tolong saya diberi pencerahan, kenapa status romantis menye-menye harus dipamerkan ke seluruh penjuru dunia, padahal yang dituju cuma satu atau dua orang? Apa manfaatnya buat penjuru dunia? Terus terang saya jadi kasihan sama mereka yang melakukan ini karena yang pasang status ini jadi kayak orang yang nyari-nyari perhatian di sosial media. Bukankah kita emang nyari like dari jempol atau hati virtual?
Eh tapi mungkin juga mereka lupa ada teknologi bernama SMS ataupun telpon, atau jangan-jangan pulsanya lagi habis. Sok positif, padahal kan ada WhatsApp, Line, Viber, WeChat, KakaoTalk, Facebook Messenger, YahooMessenger, Skype, BBM, ChatOn atau bahkan Path Talk yang bisa mengirimkan pesan secara privat tanpa perlu pulsa.
Overdosis Foto
Sosial media hari ini juga udah mulai kebanjiran foto selfie dan foto group aneka gaya. Saya sampai bosen lihatnya. Agak OOT sedikit, selfie sudah sukses merambah ke dunia di luar social media dan sudah dikirimkan untuk melamar pekerjaan lho. Nggak cuma dari satu sudut, tapi dari dua sudut yang berbeda. Meminjam istilah Pak EsBeYe, saya prihatin lihatnya!
Balik lagi ke postingan foto, saya bisa tahu jadwal temen-temen saya. Pagi selfie di sekolah anaknya, siang welfie bersama grup arisan dan selfie khusus dengan yang menang arisan. Sore posting foto tahu kiriman temennya, malam teriak-teriak kelaparan makan indomie tapi takut gendut. Buntutnya tetep makan Indomie dan di posting. Herannya, yang model begini teriak takut gendut, tapi gak pernah check-in di Gym. Herannya, kenapa kalau bersih-bersih gak pernah di posting ya?
Soal foto, kita hobi banget berfoto di satu tempat, dengan seribu gaya. Gaya serius, gaya chibi-chibi, free style, senyum keliatan giginya, senyum tanpa gigi dan tentunya foto loncat! Apesnya, semua foto masuk sosial media. Yang lihat pusing, memory gadget juga pusing, server FB lebih pusing lagi kali ya. Pengalaman pribadi, ke Kamboja dengan tongsis, selfie beberapa kali & kaget lihat jumlah selfie yang berlebihan lalu bingung mau diapain.
Saya setuju dengan Mariska bahwa banyak dari kita yang sudah over-sharing. Kita teriak-teriak protes karena ada artis yang mengumbar perkawinannya di televisi selama berhari-hari, sementara kita sendiri mengumbar hal-hal pribadi kita yang sama gak pentingnya setiap hari. Mungkin artikel ini ada benarnya, orang-orang di abad 21 ini menderita kelaparan, kelaparan akan eksistensi.
Sosial media buat saya adalah alat bagi kita, social animals, untuk berinteraksi, bertukar pikiran atau melempar candaan dengan manusia-manusia lainnya. Kitalah yang punya kontrol atas segala konten yang ingin kita pasang disitu. Karena saya punya kontrol, maka saya uninstall Path dua minggu lalu, selain karena applikasinya super lemot, suka beku sendiri, isi Path, menurut saya udah kayak isinya tempat sampah. Lebih banyak yang tak bermanfaat ketimbang yang bermanfaat. Dibanding FB, IG, Path menurut saya justru yang paling awut-awutan isinya.
Guess what? Setelah uninstall Path saya jadi ngerasa girang. Rupanya ini yang disebut orang sebagai JOMO, the joy of missing out. Biarin ketinggalan info, yang penting hidup saya nggak dihabisin buat memandang screen kecil.
Hal-hal ajaib apalagi yang suka muncul di sosial media?
xoxo,Tjetje Patut dibaca juga tulisan dari economis tentang sosmed.