Basa-basi Sudah Busuk

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, basa-basi berarti

ba.saba.si
Nomina (kata benda)
(1) adat sopan santun; tata krama pergaulan: tidak tahu di basa-basi; hal itu dilakukan hanyalah sebagai basa-basi dalam pergaulan ini;
(2) ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya kalimat “apa kabar?” yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan;
(3) perihal menggunakan ungkapan semacam itu

Menarik sekali melihat bahwa basa-basi merupakan bagian dari tata krama pergaulan ataupun adat sopan santun. Sayangnya tidak terjadi penjelasan lebih lengkap kalimat basa-basi mana yang dianggap sopan dan santun, serta mana yang tidak sopan. Di masyarakat kita, bertanya tentang hal-hal pribadi dianggap sebagai hal yang wajar dan normal. Tapi seiring dengan perkembangan jaman, terjadi pergeseran nilai-nilai sopan santun dalam masyarakat. Dari pengamatan saya, ada banyak kalimat basa-basi yang tadinya dianggap biasa saja sudah menjadi busuk, tak ideal dan tak pantas lagi untuk ditanyakan, bahkan untuk basa-basi sekalipun. Saya mencoba merangkum pertanyaan tersebut menjadi beberapa bagian:

Bicara tentang tubuh

“Kamu gemukan ya sekarang?”

“Wah kamu kok kurus banget sih gak dikasih makan sama suami ya?”

“Ih yang sudah kawin sekarang sehat ya, cocok ya susunya?”

Alih-alih bertanya apa kabar, seringkali orang membuka pembicaraan dengan komentar yang kurang baik tentang tubuh orang yang ditemuinya. Dari mulai gemuk, kurus hingga berkomentar tentang hal-hal yang kurang pantas. Pertanyaan ini sudah tak layak dan tak sopan lagi menjadi bahan pemecah keheningan, karena banyak cerita dibalik tubuh kurus maupun tubuh gemuk. Dari mulai metaboslime tubuh, kelainan hormon, permasalahan psikologis atau bahkan tanpa cerita.

Tapi ada orang-orang yang tidak cuek terhadap hal seperti ini. Dibilang gendut bisa membuat orang malas makan atau bahkan memuntahkan makanan. Bagi sebagian orang contoh ini terdengar berlebihan, tapi kejadian seperti ini terjadi.

Bicara tentang status

“Eh gimana sudah punya pacar? Nunggu apa lagi ayo cepet diresmikan!” Gundulmu, duit buat kawinan gak datang dari langit.

Mimpi buruk bagi semua orang yang masih belum punya pasangan dan yang memiliki pasangan tetapi belum resmi kawin adalah pertanyaan kapan kawin. Ini standar basa-basi bagi para Tante, Tante, Tante, Tante dan Oom (Kebanyakan Tante yang nanya daripada Oom). Niat awalnya iseng-iseng, memecah keheningan, tapi seringkali pertanyaan ini diberi bumbu-bumbu pelengkap yang pedasnya ngalahin cabe. Apalagi kalau ditambahin: “jangan lama-lama,  perempuan kalau kelamaan nanti susah hamil lho”. Eh emangnya situ Tuhan apa.

Basa-basi sederhana ini seringkali berubah menjadi teror sosial, karena kebanyakan ditanyakan orang. Akibatnya mereka yang sering menjadi korban basa-basi ini jadi malas berkumpul dengan keluarga. Sebagian dari emreka memilih untuk berkumpul dengan teman atau bahkan di rumah saja daripada diteror.

Bicara tentang anak

“Ailsa, anakmu sudah berapa?”

Kalimat di atas adalah kalimat pertama yang ditanyakan seorang teman lama saya ketika pertama kali bertemu. Dia tak bertanya tentang kabar, apakah saya sehat ataupun di mana saya tinggal sekarang. Rasanya kalau tak ingat norma-norma kesopanan saat itu saya ingin sekali nyerocos dan berkata bahwa saya masih terlalu muda untuk punya anak, masih ingin bekerja dan menikmati hidup sebagai perempuan lajang. Tapi ketika itu saya terlalu malas menanggapi.

Pertanyaan tentang anak dan kehamilan menjadi mimpi buruk bagi banyak pasangan.“Sudah isi” menjadi pertanyaan standard basa-basi bagi kebanyakan orang. Sama dengan pertanyaan kapan kawin, pertanyaan ini berubah menjadi momok dan bagian dari teror sosial. Kendati dianggap normal, bagi saya tak sepatutnya kita bertanya tentang kehamilan, kecuali jika yang bersangkutan sudah siap untuk mengumumkan. Ada banyak alternatif hal yang bisa dibahas ketimbang kehamilan, dari soal kemacetan sampai harga tomat di pasar. Lebih baik membahas hal tersebut daripada melukai dan menyinggung orang lain.

Yang sudah punya anak pun pasti kebagian basa-basi yang sudah busuk, salah satunya membanding-bandingkan kemampuan anak  orang lain dengan anak atau cucu sendiri. Komentar seperti “Lho kok terlambat jalan, cucu saya umur segini sudah jalan?”. “Lho kok belum bisa ngomong, biasanya balita umur segini sudah bisa ngoceh.” Lho Tante, bayi satu dan bayi lainnya itu kan gak sama.

Basa-basi lain yang buntutnya sering panjang dan akhir-akhir ini menjadi trend di di Indonesia adalah menanyakan tentang ASI atau susu formula. Bagus sih ada sistem sosial untuk mendorong ibu-ibu memberikan ASI, tapi kan gak semua ibu bisa dan mau memberikan ASI. Jadi ya kalau emang maunya basa-basi busuk, gak usahlah memperpanjang pertanyaan dengan penghakiman dan memberi kuliah panjang tentang manfaat ASI bagi mereka yang memberi susu formula.

2012-12-05-a89aa90

Picture belongs to RyanDow.com

Basa-basi Indonesia ada banyak, dari yang sekedar basa-basi tak penting seperti mau kemana?, atau mau sekolah ya? (padahal sudah jelas pakai baju seragam) hingga yang intrusif seperti beberapa basa-basi di atas. Sang penanya biasanya tak terlalu serius bertanya, tapi jadi merasa perlu bertanya ketimbang tak ada yang dibicarakan. Basa-basi ini kemudian merembet dan seringkali berakhir dengan menyakiti dan melukai hati orang lain. Jadi, sebelum berbasa-basi dengan orang lain, mendingan direm dulu deh mulutnya.

Basa-basi lain yang sudah busuk apa ya?

Have a nice weekend!

Tjetje

Advertisement