Setelah tersesat di konsulat Irlandia, akhirnya saya beneran pergi ke Irlandia. Perjalanan panjang selama lebih dari 19 jam dari Jakarta – Abu Dhabi – Dublin – Abu Dhabi – Dublin diwarnai banyak cerita. Menurut saya bagian paling kocak tapi juga menyedihkan adalah perjalanan yang barengan tenaga kerja wanita.
Pas berangkat, mbak TKW di samping saya, sebut saja mbak A, bawa 2 HP yang sukses bunyi ketika pesawat taxi. Bapak2 diujung kiri sampai melotot menyuruh mematikan. Si Mbak dengan polosnya bilang: “saya nggak tahu cara matiinnya”. Nggak cuma cara matiin HP, mbak ini juga gak tahu caranya connecting ke penerbangan berikutnya. Aduh saya sedih banget deh dengernya.
Dalam perjalanan pulang dari Irlandia, saya berhenti di di Abu Dhabi selama 6 jam. Rencanya saya: tidur, tapi rencanya tinggal rencana. Para TKW duduk beramai-ramai di lantai bawah, ngerumpi, cekikikan diiringi “Gelas-gelas Kaca”. Suaranya membahana di sekitar ruang tunggu. Kehebohan gerombolan TKW ini masih ditambahi dengan beberapa TKW yang memukul botol plastik kosong layaknya supporter tim sepakbola. Jangan ditanya urusan sampah, berserakan dengan indahnya di lantai bandara. Aduh bangsaku!
Setelah bersusah payah masuk ke dalam pesawat, karena mereka buru-buru ingin masuk pesawat, serundul sana sini, bahkan nekat masuk barisan Business Class (dan lolos, bravo atas kenekatan mereka!) akhirnya saya sampai di kursi yang terletak di sisi lorong. Di samping kanan saya ada mbak B, yang super jutek dan di dekat jendela mbak C. Biasanya saya paling males basa-basi, eh hari itu saya sok ramah nanya mau pulang ke mana, jawabannya: “Ya pulang ke Jakarta lah mbak, ini kan satu kapal tujuannya sama semua ke Jakarta.” Hahaha…bener juga sih.
Sebelum duduk saya sempat bersitegang sama mbak B ini, karena dia meletakan dua buah tas yang super besar di bawah kaki. Saya berbaik hati menjelaskan kalau itu bahaya. Jika ada kecelakaan mbak C pasti tidak bisa keluar karena terganjal tas. Dia ngotot gak mau menyimpan tasnya di atas. Saya pun nyerah sambil bilang: tunggu aja pramugarinya yang menjelaskan. Eh dia nyerah, tasnya langsung diberikan kepada saya untuk digotong ke atas. Lumayan!
Kalau mbak B jutek, mbak C lebih sering diam. Mbak ini giginya hampir habis, rontok dihantam bekas majikannya beberapa tahun lalu. Tapi gak kapok, dia balik lagi ke negeri unta, demi gaji 1.5 juta rupiah per bulan. Gaji memang kecil, tapi bonus bisa didapatkan setiap saat. Konon, jika ada tamu yang bertamu, mereka suka kecipratan uang jajan. Bahkan, jika puasa Ramadan penuh 30 hari, majikan pun tak segan memberi hadiah.
Godaan dalam perjalanan ini termasuk tidur. Setelah keberisikan 6 jam mendengarkan kehebohan para TKW, saya nggak bisa tidur & memutuskan nonton film. Eh sama mbak B saya dipaksa disuruh tidur karena sudah malam. Ketika akhirnya tertidur, saya pun dibangunkan mbak B dengan tubuh yang diguncang, “Kamu bangun dong”. Uaaaargh….perjalanan sangat tak tenang.
Saat paling seru adalah saat makan. Ketika menu dibagikan, mbak B nanya itu untuk apa. Saya yang lagi baik menjelaskan satu-satu. Eh si mbak lalu melipat tangannya, sambil manyun bilang “Saya nggak ngerti, kamu aja yang pesan makanannya”. Begitu sudah dipesankan yang kira-kira mirip makanan Indonesia dan mengandung nasi, dia ga doyan. Duh kasihan lihatnya, apalagi perjalanan panjang.
Masih seputar makanan, di sisi kiri depan saya, terpisahkan oleh lorong, ada mbak-mbak TKW juga, sebut saja namanya D. Ketika saya akan makan, tiba-tiba tangannya melayang ke atas makanan saya sambil berujar “Kamu makan apa?”. What sungguh serangan tiba-tiba yang tak saya duga, untungnya (masih sempat bilang untung) makanan saya masih tertutup rapi jadi tidak tercemari tangan orang. Duh aduh aduh mbak, kalau engga kan buyar semua…..
Soal toilet juga menjadi masalah. Mbak B & C ini nggak tahu gimana caranya ke toilet kering. Saya pun mengajarkan untuk menampung air dari wastafel dengan menggunakan gelas plastic. Pas mbak di kursi belakang berseru gak jadi ke toilet karena tak ada air, si Mbak B ini dengan galak dan gayanya ngomong: “Kata siapa gak ada? Itu kan ada kerannya”.
Anyway, para TKW ini kalau mau ke toilet nggak pakai permisi-permisi. Tiba-tiba berdiri nyeruduk di depan saya. Waktu pesawat sudah landing, pintu belum dibuka, kejadian nyeruduk terulang lagi. Gak cuma menyeruduk saya, mereka juga memerintah mas- mas yang duduk di depan kursi saya menjadi kuli angkut. Si Mas diminta menurunkan berbagai macam tas dari penyimpanan bagasi.
Perjalanan panjang hari itu, diakhiri dengan pembagian custom declaration. Saya pun lancar mengisi. Mbak B tiba-tiba berkata “Kamu isi punya saya yah”, mbak C juga ikut-ikutan minta diisi. Lalu dari kursi belakang, mbak TKW lainnya berdiri sambil berkata: “Mbak ini gimana ngisinya, tolong isiin dong.” Ngisi form itu adalah hal yang paling sederhana dan sedihnya mbak-mbak ini gak tahu cara ngisinya. Sejujurnya, saya sangat-sangat sedih.
Urusan ngambil bagasi juga tak terbebas dengan kekocakan. Seorang TKW dengan polosnya ngecek bagasi yang sudah dinaikan ke troli salah satu penumpang. Ada juga yang jalan-jalan sampai lost and found dan mengecek bagasi yang diletakkan di luar satu persatu. Ketika petugas bandara tanya pesawatnya apa, si Mbak cuma bisa berujar “nggak tahu, nggak tahu” sambil kabur. Sebegitu takutnya mereka pada aparat.
Delapan jam bersama TKW, saya jadi bertanya-tanya: Yayasan yang selama ini motong gaji TKW yang sudah kecil itu kerjaannya ngajari apa aja?
😦
i feel you. sedih waktu transit di malaysia, TKI pada dijutekin karena main sruduk dan susah dikasi tau.
Bayangin ya kalau mereka attitudenya yg ajaib itu berlaku begitu ke majikannya. Terus majikannya abusive pisan. Aduh….
Salam kenal mba, iseng baca berita tentang Pak Dubes jadi nyasar kesini ^^. Ga semuanya yayasan lepas tangan mba, terkadang para TKW juga banyak yang malas untuk belajar. Menurut pengalaman teman yang bekerja di yayasan yang resmi terkadang para calon TKW ini sulit diatur dan susah untuk belajar. Kalau yang resmi mereka tidak akan memberangkatkan sampai si calon TKW bisa. Tapi kalau ga resmi mungkin hasilnya seperti yang mba ceritakan.
Waaaah… Terimakasih atas informasinya. Sayang sekali kalau males belajar, tapi nekat berangkat. Kalau ketemu majikan yang nggak sabar kan bisa berabe.
Pingback: Pesawat Gagal Terbang | Ailtje Ni Dhiomasaigh