Label Untuk Istri Pria Asing

Banyak orang yang menganggap perempuan-perempuan yang kawin dengan orang asing itu bekas pekerja seksual (PS)*.  Anggapan ini nggak hanya datang dari saudara-saudara sebangsa dan setanah air, tapi juga datang dari warga negara lain di belahan bumi lain; saya pernah dituduh pekerja seksual di Hong Kong. Apakah di HK sana emang banyak pekerja seksual Indonesia? Pekerja seksual itu ada dimana saja dan istri orang asing juga banyak yang bekas atau malah yang ekspansi target market setelah kawin dengan orang asing, tapi mbok ya tolong jangan disamaratakan.

label_tynipic dot com

tynipic.com

Perempuan murahan timbul karena orang barat diasosikan dengan seks bebas dan tak punya moral (saking gak bermoralnya mereka indeks korupsinya pun jauh lebih rendah dari Indonesia). Persepsi ‘murahan’ ini kayaknya muncul karena gambaran yang muncul di TV dan film. Kebanyakan nonton tivi sih, jadi lupa kalau hidup itu tak seperti di tivi. Daripada repot-report ngurusin orang asing mbok dilihat lingkungan sekitarnya, problematika seks pranikah yang sering dituduhkan kepada perempuan yang berhubungan dengan pria asing juga marak di negeri ini. Kalau kata seorang Direktur Populasi sebuah Kementerian, anak-anak sekarang sudah banyak yang punya anak. Moral mana, moral?

Istri orang asing juga sering dicap sebagai perempuan matre & social climber. Saya nggak menutup mata bahwa kasus-kasus bule hunter membuat pria asing kehabisan uang atau minta-minta uang buat sanak-saudaranya sekampung (sekampung lho, bukan di kampung) itu banyak. Social climber juga banyak dan banyak dari mereka yang selagi merangkak naik kepleset karena lupa belajar tata krama atau bahkan keseringan dropping name. Tapi orang Indonesia juga mesti tahu bahwa banyak juga perempuan Indonesia yang banting tulang untuk membiayai rumah tangganya bersama-sama.

Pemilik kulit sawo matang dan hidung mungil juga sering “dilecehkan” bertampang pembokat atau pembantu pekerja rumah tangga (PRT)**. Tampang PRT itu kalau definisi saya adalah tampang yang Indonesia banget & tidak sama dengan standar kecantikan Indonesia (rambut lurus, kulit putih). Tapi gak tepat juga mengasosikan itu dengan pekerja rumah tangga, karena banyak dari mereka yang sesuai “standar kecantikan Indonesia”. Apa dosa para pekerja rumah tangga harus diasosikan dengan hal yang negatif?  moral mana moral?

labels-image

image: ethicsfordoinggood.wordpress.com

 

Banyak orang yang gak terima jika dianggap bertampang seperti pekerja rumah tangga, kalau concern saya bukan pada urusan tampangnya, tapi pada pembedaan perlakuan dan diskriminasi. Asal disangka pekerja rumah tangga, langsung nggak dilayani dengan layak. Eh tapi ada juga lho istri-istri orang asing yang kalau disapa pekerja rumah tangga (karena disangka sesama pekerja rumah tangga) terlalu congkak untuk menjawab & merasa kelas sosialnya jauh di atas mereka. Nggak dipungkiri pertanyaan mereka suka melanggar batas, tapi bukan berarti harus direspons dengan dagu naik  kan?

Cibiran karena kemampuan bahasa Inggris yang minim dan juga tata bahasanya yang awut-awutan juga sering dilayangkan ke istri orang asing. Gak usah yang jarang ngomong bahasa Inggris, saya yang tiap hari bekerja dalam bahasa Inggris pun pertama gaul dengan serombongan orang Irlandia frustasi karena nggak ngerti mereka ngomong apa. Kosakatanya beda, aksennya engga banget dan semua orang pada berebut ngomong. Fokus dan konsentrasi pun bubar jalan. Istri orang asing bergulat dengan hal ini sepanjang hidupnya, jadi kalau bahasa Inggrisnya berantakan, jelasin aja lah dengan sopan bedanya do sama does. Kalau gak ada yang jelasin dan terus-menerus dicibir, kapan benernya?

Istri orang asing juga sering disangka lupa akar budayanya karena perubahan gaya hidup dan kebiasaan. Melupakan akar budaya itu tak semudah yang dikira orang, karena budaya dan kebiasaan itu mengakar pada diri seseorang dari sejak mereka muda. Yang menuduh mereka kurang Indonesia, kayaknya mesti rajin jalan ke luar negeri dan melihat bagaimana mereka mengkampanyekan Indonesia di luar sana dan meneruskan keIndonesiannya pada anak-anaknya.

Label-label negatif diberikan kepada perempuan yang memilih pria asing karena banyak alasan. Ketidaktahuan kultur barat, persepsi salah terhadap kultur barat, serta rendahnya tingkat pendidikan termasuk di dalamnya. Selain itu, konon, ada kecemburuan sosial yang tumbuh karena perempuan yang memilih pria asing berkesempatan hidup di negeri maju dengan kehidupan yang ‘lebih baik dan lebih enak’. Benarkah begitu? Cuma mereka yang berkutat dengan label yang bisa menjelaskan.

 
Have a nice weekend.
Tjetje
 
Catatan kecil tentang penggunaan kata
* PS : Pekerja seks, tanpa komersial. Semua pekerjaan itu komersial, mengapa hanya mereka
saja yang dilabeli komersial ?
** PRT : Pekerja rumah tangga, bukan asisten, bukan juga pembantu. Mereka adalah pekerja
yang berhak atas upah layak, jam kerja, libur, jaminan kesehatan dan tentunya terbebas 
dari ‘perbudakan modern’
Advertisement

62 thoughts on “Label Untuk Istri Pria Asing

  1. Seyogyanya, suka tidak suka kita2 yg bersuamikan wna adalah perempuan Indonesia yg berkualitas export 😊

    Duta bangsa Indonesia secara tidak resmi hahaha

    Haters gonna hate
    Potato gonna be potato
    😁

      • Ga ambil pusing lah.. 10thn yg lalu mmng kayaknya ada suara sumbang ttg kita sampe mama pun kena juga.
        Tapi ilang dimakan waktu krn mreka ngeh ternyata yg mreka gosipin ga bener.

        Skrng sih paling soal kenapa ttp ga seagama, rumah tangga itu kudu seiman, suami itu kan imamnya keluarga.. Ku komen aja ya setidaknya Steve ga ada niat poligami krn tidak diakui sm negaranya pun Bwahahahaha.

  2. Kemampuan bhs Inggris parah krn tinggal tdk di negara berbhs inggris 😆 saya sih ngaku aja hehe. Bgm mau dicap matre klo cari uang saku aja saya jualan bibit bunga neh :mrgreen: . Biarinlah orang2 mau bicara apa, terserah aja, yg penting kitanya happy happy aja ya 😉 .

  3. Top banget mbak tulisannya. Love it. Jadi beneran inget awal2 nikah. Pas lagi jalan2 di Legian. Yang jaga2 toko nyuit2in aku dan suami. banyak banget celutukannya. Dari yang masih bisa dianggap angin lalu sampai yang bener2 nyakitin telinga “Wah, cewek2 jilbaban sekarang sasarannya bule2 ya. makin canggih” <– nyesek banget. Saya langsung manyun. Suami nanya kenapa. Saya cerita. Trus suami balik badan, ngedatengin tuh orang, trus bilang "She is my wife" Sigh!
    Iya bener banget, kita jadi kayak artis. Disorot mulu tingkah lakunya. Trus dibilang kaya dadakan. Dipikir kita ponakan Paman Gober kali hehehe. Kalo udah kaya sih ngapain LDRan dan susah2 aku musti nyelesein tesis. Mendingan langsung nyusul suami 😀

  4. Haha bagus banget Mba Ai artikelnya. Aku sih beneran ngena banget sama tentang seks bebas iniloh. Di Indonesia kayanya buanyak banget yang kaya gitu tapi ya ngumpet2 aja diem2 aja karena takut ketahuan — ampe ada beberapa temenku yang pengetahuan sex ednya juga minim banget. Takut periksa rutin ke gynae karena takut dicap perempuan gak bener, sampe yakin banget2an kalo sang pacar (sama2 org Indonesia, gak pake bule2an ini) ‘cabut duluan’ gak bakalan jadi anak. Hadehhh moral mana moral nih? 🙂

      • Iya lho aku kan ada PCOS mbak… sejak didiagnosis PCOS itulah baru dapet pengetahuan yang bener, dan ampe skrg aku jadi si ribet yg suka ngomelin temen2 hahahaha mrk pikirnya ah udah suntik serviks (maksudnya HPV vaccine) selamanya bakalan ga ada apa2 padahal ga sesimple itu juga yah. Sex ed d indo sih, contohnya kaya d sekolahku dulu, naif banget. Malah dikasih liat video aborsi n melahirkan, sampe skrg trauma tuh liat video gt2 sampe sempet lebay gak mau punya anak segala hahahaha

      • Wah beruntung sekali teman2mu ada yang mengingatkan. Sedih ya kalau mereka nggak peduli dengan diri sendiri. HPV itu virus yang buaaaaanyak dan nggak ‘kelihatan’. Aku pernah baca banyak ibu rumah tangga di US punya HPV dan nggak tahu. Wondering apakah di Indonesia juga banyak.

        Kamu therapy nggak untuk PCOSnya? Semangat ya!

      • Iya Mba Ai, aku suka nanya kalian udah pernah smear test belom? Jangan maen suntik aja, dan banyak alasannya deh dari takut sama dokter sampe takut dikata2in orang. Sedih banget lho dengernya jadi prihatin deh. Padahal aku tau aku ada PCOS juga karena aku lumayan sigap cepetan ke dokter pas perasaan kok mensnya beneran ga beraturan. Dokternya bilang banyak wanita yang anggap asal lewat aja apalagi waktu masih muda (aku pergi waktu umur 22) dan pas mau punya anak baru ketahuan.

        Belom therapy Mba Ai, karena belom merid jadi dokternya masih kasih birth control pill biasa buat regulate hormonesnya, jadi tiap bulan teratur dan gak jadi polycysts kan jadinya. Katanya nanti kalo udah siap mau punya baby, baru stop pillnya setahun sebelomnya and ikutan terapi pake metformin 🙂 amin deh!

  5. kalau kata suami saya akhh mengurusi kata orang itu cuma buat drama saja ,, hidup kita aja sudah penuh drama jadi tak usah pusing urusin orang lain… saya aja ngesot nih putar otak buat nambah income sana sini biar bisa buat usaha agar suami bisa bekerja non formal di Indonesia….

  6. 2014 masih mikirin stigma, dah ketinggalan zaman kali ya..
    tapi gak menutup mata juga sih krn faktanya ke “kepo”an orang timur itu tinggi n lbh memperhatikan aspek personal drpd profesional,
    mungkin stigma atau pelabelan sosial i i yg membuat sbagian besar orang Indo yg memilih jalan jidup yang berbeda pindah ke negara2 barat,
    tp smua itu stigma itu juga bisa dibantah kok klo emang si cewek juga latar belakang pendidikan n pekerjaanya matang, mana ada yg berani bilang dokter jadi social climber klo nikah ama bule, bule kere yg jd guru bahasa inggis lagi….
    oppps, i just made my own stigma, my bad….

    • Kalau bu dokternya jalan2 dengan jas dokter ketahuan dokternya, kalau jalan biasa orang nggak tahu dia dokter, saat seperti ini mereka rentan dilecehkan secara verbal. Capek kalau ngebantah satu2, paling efektif sih diemin aja.

      Eh tapi dulu ada kejadian di hotel mahal di Jawa Timur, istri orang asing dihina satpam. Suaminya denger, si satpam di labrak, dilaporkan ke manajemen hotel. Hal2 kayak gini kadang ga dipikir sama orang yang berkomentar.

      • gak atu ya, apa aku ygang salah nangkep atau gimana, kayaknya secara gak langsung cewek2 indo yang nikah ama bule kok merasa derajatnya gak setara sama bule n merasa rendah diri karena ada stigma atau label negatif dari masyarakat
        bule sama kita mah sama aja, ada yg educated ada juga yg bloon, ada yang kaya ada juga yang kere,
        btw, ni kejadian bener sama nantulang, dia dokter spesialis tht n suami bulenya dosen, wkt di lombok si istri dilecehkan sama satpam; yg bgini kurang penting ditanggepin yah sbenernya walau endingya ttp aja si satpam dilaporin ke managernya

      • Ada banyak perilaku sih mas, tergantung individunya; kalau saya sih merasa sederajat dengan siapa saja.

        Tapi herannya, di banyak kejadian kita jadi lebih dihormati kalau jalan dengan orang asing. Sedih banget kalau ngalami yang kayak gini.

        Tapi saya juga nggak menutup mata kalau banyak istri WNA yang tiba-tiba merasa congkak karena suaminya orang asing. Ya ampun biasa aja kale, gak ada yang perlu disombongin dari laki WNA.

        Terus terang ini jadi fenomena menarik dan karena saya hobi observasi perilaku orang jadi suka ngamati. Hiburan tersendiri.

        Kalau saya dilecehkan sih tergantung mood, kalau lagi mood ngelawan saya lawan; kalau gak dilawan gak berhenti. Tapi kalau gak mood ya saya tinggal ngeloyor aja.

  7. Sempet kepengen punya suami bule, alasannya krn 1. kemungkinan mereka buat polygami kecil, 2. sang istri ga begitu dikejar2 buat cepet punya anak, 3. dan kalaupun sang istri ada masalah dn ga bisa punya anak ga langsung ditanya, mau dimadu atau cerai kyk sebagian orang di sini.

  8. kalo yg nanya mertua dn dalam taraf yg wajar mah masih bisa dimaklumi. kalo di sini kan 3 bulan merit belum hamil udah bakal ditanya macem2. kl dijawab dgn kata2 yg menjurus ke arah ‘menunda’ kehamilan pasti langsung diceramahin macem2. dan pas udah direncanakan tapi ga hamil2 juga kadang langsung dikatain karma atau apalah yg intinya nyalahin suami istri tsb krn dulunya nunda kehamilan.

  9. Nice article! Karena nila setitik rusak susu sebelanga, emang ada perempuan ga bener di luar sana yang menikah dengan para bule, imbasnya ke kita2 juga yang memiliki hubungan dengan cara yang benar. What a pity.

  10. Ade2 yang saya cintai…. jangan menyalahkan orang lain, karena keputusan untuk menikah dengan orang asing juga keputusan sendiri. Label itu hanya terjadi karena kita sendiri yang men cocok2 an dan merasakannya. Kalo kita tidak perduli atau tidak mendengarkan atau memiliki kesibukan yang positip, apapun yang mereka katakan, kita rasakan bukan untuk kita. Siapakah kita untuk menghakimi istri bule itu sesuai dengan label2 yang didengar. Perkawinan kita dengan siapapun orangnya adalah sakral, urusannya hanya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi jangan berfikir bahwa kita menikah dengan orang bule. Bersukur aja kalau Allah memberi kita seorang suami…. titik. Setelah menikah beberapa tahun dengan suami (baca: 30th) dan memiliki anak2 yang sudah selesai mendapatkan master, serta satu orang cucu yang ibunya juga bule, Alhamdulillah gak pernah denger tuh hal2 negatip. Kalaupun ada rasanya ucapan2 negatip itu “bukan” untuk saya. Maksud saya, berkumpullah hanya dengan temen2 yang berfikir positip, melakukan hal2 positip dan terutama berusaha untuk hidup dengan cara2 berfikir yang positip saja. Inshaa Allah, pandangan kita terhadap hidup akan selalu indah….

  11. Atau yang bawa anak di sangka nanny di Jkt loh ini karena gw malas dandan heboh hahahaha. Stigma emang masih banyak kok tapi sekarang gw kulitnya udah lebih tebel jadi lebih cuek. Giliran jalan sama tunangan gw dan anak gw diliatin sih biasa tapi gwnya juga cuek orang mikirnya oh keluarga giliran anak gw manggil “Oom” baru deh yang ngeliatin pada bingung hahahaha bodo deh ah 😀

  12. Sedih juga bacanya.. bahkan di ‘rumah’ sendiri pun, dicap buruk sama sesama. Hanya gegara bersuamikan ekspat..
    Perna liat kasus diskriminasi macam itu mba.. waktu di lombok, kebetulan check in hotel bareng bule yg beristri wni. Si resepsionis dong pandangannya gimanaaa gitu bahkan cenderung melecehkan. Dan dilayani dg asal2an. Protes dong itu istrinya dan lapor suaminya. Lgsg dimarah2in deh resepsionisnya sama si suami yg bule itu

  13. Saya rasa ada banyak faktor knp orang lain menganggap kita seperti yg di jelaskan diatas. Anggapan penduduk asing (penduduk di negara kemana kita pindah) kadang nggak selalu buruk. Dan anggapan yg jelek sekalipun (untuk standard kaum tertentu – spt dianggap pembantu, bisa bikin naik darah) nggak selalu krn sengaja atau krn iri. Salah satunya adalah faktor sempitnya ruang pengetahuan atau pergaulan. Hal ini malahan kadang menjadi hiburan yg menarik buat saya.

    Pengalaman saya 10 thn yg lalu pindah ke kota yg predominantly kulit putih – dimana kaum minoritas cuma 3% (termasuk Blacks, Hispanics and Asians) mereka menganggap semua wanita yg pakai “helm arab” ato kerudung adalah dokter. Krn dari sekian ribu pegawai rumah sakit dimana saya bekerja, pendatang dari timur tengah, dan central Asia (Pakistani or Indians) hampir semua adalah Physician. Mulai dari parking attendant yg selalu mempersilahkan saya parkir di parkiran para dokter (yg sangat menguntungkan kalau lagi ada badai salju, krn nggak pelu jalan jauh) – sampai ke seorang dokter Pathology yg duduk di samping saya pada sebuah meeting, bertanya “so what’s your specialty?”.. hhmm I”m a Quack doctor 🙂

    Di kota yg sama namun berbeda lingkungan, saya pernah di tanya apakah saya salah satu (saya nggak tahu istilah yg paling tepat dlm bahasa Indonesia-nya itu apa) ” mail-order bride from Russia? – Ha?, Rusia? Muka lo jauh…!!. Hal ini mungkin krn buat si penanya saya terlalu asing dlm segala hal. Dan kebetulan pengetahuan yg sempit “amprokan” dgn banyaknya kejadian “pemesanan pengantin wanita lewat internet” dari Rusia – tanpa tahu secara jelas bedanya wanita dari Rusia dan kulit gelap dari Asia.

    Demikian juga dgn “label” yg diberikan kpd saya oleh salah seorang pekerja wanita Indonesia (TKW) yg saya temui di bandara di Taipei. Saya yakin si mbak nggak punya maksud jelek atau merendahkan ketika dia menganggap saya sbg teman seprofesi sbg TKW. Si Mbak cuma melihat ada seorang wanita yg bertampang seragam dgn orang Indonesia kebanyakan, berkerudung, dan duduk dgn lusuh di pojok ruang tunggu keberangkatan – oh pasti dia TKW juga. Meskipun lelah krn ketinggalan pesawat dari LAX, saya sangat menikmati interaksi ini. Satu hal yg menarik dari percakapan kami adalah waktu dia bertanya “mbak kok boleh kerja pake kerudung, memang kerja-nya di hotel (housekeeping?), restaurant ato ikut majikan?”..hahahahaha.. 🙂

    Menyoal pendangan buruk yg sudah kronis dari para sodara di tanah air, saya juga nggak pernah kebal terhadapa perlakuan ini. Saya berusaha untuk nggak ambil pusing – dan berprinsip “liatin aja ntar kalo mentok juga bakal belok” 🙂 .. Krn setiap kali saya di “cuwe’i” oleh para penjaga toko di mall megah (yg lebih tertarik melayani suami saya) – Suami saya selalu bilang, “you gotta deal with her… she’s the boss”. Dan krn udah “mentok” jadi si mbak jadi “belok” ke saya,.. 🙂

  14. Apalagi kalau umurnya jauh beda… aku sendiri ga nyangka bakal bisa relationship sama pria UK. Tapi ga semua orang mesti tau kenapa alasannya :p kl soal materi aku kerja n freelance di waktu weekend… soal sex nyatanya dia lebih respek sama budaya kita. Aku juga ga suka geledot2nya kek lintah gitu belum suami -__- Pria2 lokal yang seumuran lebih senang menggantungkan hubungan, siap nikah kalau mereka mapan eh taunya mereka selingkuh setelah bertahun2 in relationship. Tapi yah kebayang donk komen2 kl nikah sama bule yang umurnya lebih jauh pasti lebih nampol sakitnya tu disini hahaha…

    ada juga beberapa teman pacaran dengan pria asing juga ga jaga cara berpakaian disini, mau one roof, yang mungkin emang mereka suka hidup gaya barat. Tapi ya akhirnya menganggap cewe yang pacaran sama bule bakal kek gitu.

  15. Bagus bgt mbak tulisan nya, pas bener dgn pengalamanku
    Dulu waktu baru nikah dgn suamiku , kita pergi ke Bali honeymoon .. di restaurant, di tempat tempat wisata di bali mereka para tour guide , dan sopir bilang ke saya ,,,, mbak ini tamunya dari mana? Mbak untung ya dpt tamu bule, berapa hari mbak di booking,.,,, ya tuhan ,,,, mereka mikir aku ini Psk yg bawa tamunya jalan jalan.
    Dan sekarang aku ngikut suamiku tugas di kuala lumpur, kejadian yang hampir sama terulang lagi ….security guard di condominium tempat aku tinggal ngirain aku ini misstress atau pembokat soalnya mereka selalu lihat suamiku bawa koper baju dan selalu di ambil taxi di condo ..mereka bilang, itu bos kamu pulang kenegaranya ya?…atau ada security bilang, kalau u punya bule gak ada boleh dong kita jalan jalan , siap minta no telefon … aduuuh …susah deh kalau ketemu orang kayak gini….apa wajahku yg kayak pembokat ini gk pantes jd istri bule?

    • Mbak, jangan bilang muka pembokat dong. Muka kita dan pekerja rumah tangga sama-sama rupawan lho. Maklum saja orang-orang ini merasa orang asing lebih agung daripada orang Asia, jadi suka meremehkan orang Asia.

  16. Hi mba Tjetje! Makasih atas postingannya yg menarik untuk dikasih komen^^

    Dari berbagai negara yg udah saya kunjungi, pasti ada lah ya ngalamin momen romantis dg pria asing, salah 1nya ini, sepulangnya saya ke tanah air, dia sering PM saya intens selama hampir 10 bulan -.-” berhubung tidak enak jadi saya jabanin deh 😀 cuma mau meluruskan aja, sesungguhnya pria asing khususnya pria kaukasian suka cewek dengan muka dan kulit indonesia sekali, memang kasar sih menyebutkan muka pembokat tapi stigma masyarakat udah terlanjur seperti itu -.-” kulit saya ketika ketemu dia pertama kali ga terlalu eksotis (yaiyalah gimana mau tanning tiap hari di dalam kantor ber-AC :p) , beberapa bulan kemudian saya snorkeling ke pahawang dan kulit saya gosong segosong-gosongnya, pas dia liat poto yg saya share masa dia nyuruh kulit saya jgn dibalikin ke semula krn saya lebih cantik klo tanning O_O

    Jadi, berdasarkan pengalaman saya memang selera bule adalah muka dan kulit eksotis khas wanita indonesia 😀 mestinya qta bangga ya klo eksotis itu cantik, hehehe.

    Eh nyambung ga sih komenan saya, hahahaha. Pesan u/ orang yg kasih stigma negatif nih.. Jangan menuduh semua wanita Indonesia yg berhubungan sm bule dicap pembokat atau PSK dong :’D

    – Utie

    • Ada istilah ketertarikan terhadap hal yang tidak dipunyai. Mungkin itu sebabnya mereka suka kulit yang eksotis.

      Btw, di negara luar kulit eksotis itu dianggap kaya, bisa berjemur. Sementara disini kulit legam dianggap kuli karena terkekspos matahari terus.

  17. Lagi browsing “suka duka menikah dengan bule” eh malah nyampir kesini. Kebetulan saya udah tunangan dengan pria Australia, dan berencana menikah taun depan. Pas baca2 kek gini, langsung ngerasa agak jiper juga sih yah walopun secara physically saya termasuk berkulit terang dan gak ada eksotis2nya, punya pekerjaan dan lumayan berpendidikan.Tapi tetep aja kalo dinyinyirin kek gitu kesel juga.

    Bener banget pertanyaan yg sering mampir ke telinga biasanya “kenapa sih lo suka bule? pasti karna itunya lebih gede ya” yg bikin miris kebanyakan yg nanya gitu justru temen2 laki. Sebenernya alasan kenapa suka bule dan pengen nikah sama bule adalah:
    1. pria bule tuh ga ribet ngurusin fisik,beda suku,beda agama,dan hal2 remeh temen lainnya. pengalaman pacaran sama orang Indo soalnya gitu sih mbak, udah kenyang saya ortu pacar ga setuju karna beda suku lah, beda apalah. Padahal itu semua juga ga ngejamin pernikahan bakal langgeng, gak ngejamin partner hidup ga berengsek dan suka main perempuan. hih!
    2. saya suka adventure, traveling dan mencoba hal2 baru, dan lebih klop aja kalo punya pasangan yg minatnya sama. kebanyakan bule yg saya kenal sih rata2 begitu.
    3. pria bule menyeramatakan gender, secara saya gak bisa masak dan nggak terlalu gape ngurus rumah punya pasangan yang mandiri dan gak terlalu tergantung istri pasti menyenangkan. kalo untuk apa2 BS-BS atau patungan sih ya gak masalah buat saya, toh saya juga kerja.
    4. bule tuh lebih straight to the point, iya-iya enggak-enggak (eh walo ada juga sih yg ababil). karna saya juga orangnya saklek, jadi ga bisa tu ye deal with orang yg mencla-mencle :p

    • Terimakasih sudah baca postingan ini, mbak. Saya panggilnya apa? Masak mbak rakus?

      Tapi nggak semua pria asing itu setara jender dan suka jalan2 lho. Banyak yang tidak suka jalan-jalan dan banyak juga yang mengalami sindrome Asian. Merasa inferior jadi bisa memerintah2 istri yang Asian.

      Pria Indonesia di sisi lain juga sudah banyak yang kenal konsep kesetaraan.

      • waktu masih PDKT ama dia sih aku tanya kenapa dia suka perempuan Asia? dia bilang, karna lebih bisa dipercaya dan lebih setia. btw dia duda cerai karna istrinya tukang selingkuh. Trus dia bilang, sepupunya married ama perempuan Singapore dan ampe sekarang harmonis maka dari itu dia tergerak buat nyari istri orang Asia juga mbak hehehe..

  18. Memang aneh..sepertinya yg suka ngosip bhs inggris si anu kurang baik dll..itu adalah sesama org indonesia. Org bulenya malah tidak pernah mencela..mereka maklum aja kalau bahasa inggris para imigran salah grammar ato apa kek…

    Yg sering org bule keluhkan ialah kalau udah kumpul sesama indo..lalu ngomong indo terus dan mengabaikan bule yg hadir..kalo ini maklumlah. .siapa pun nggak akan nyaman kalau dicuekin. ..

Show me love, leave your thought here!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s