Salah satu ide yang diberikan kepada saya dalam postingan bagi-bagi kartu pos adalah tentang rasisme di Irlandia. Menurut Adi, seorang penulis perjalanan yang juga blogger pernah menulis tentang rasisme di Irlandia. Terus terang saya tak pernah membaca buku tersebut, jadi saya tak bisa berkomentar tentang tulisannya, tetapi saya harap penulisnya tidak menggeneralisasi Irlandia dan orang-orangnya sebagai negara yang rasis.
Selama beberapa tahun wira-wiri ke Irlandia, berinteraksi dengan orang lokal dari mulai yang diperkotaan hingga yang dipedesaan, saya tak pernah mengalami diskriminasi, harassment, eklusi, ataupun pengalaman tak mengenakkan lainnya berdasarkan warna kulit dan ras. Sejauh ini pengalaman saya semuanya baik-baik saja. Bahkan, baru-baru ini saya duduk di sebuah bar tertua di Irlandia, mengobrol dengan barmannya yang super duper ramah. Dia bertanya pada saya mengapa saya tak pindah ke Irlandia saja jika saya menyukai Irlandia, pertanyaan yang saya jawab bahwa saya akan segera pindah musim gugur ini. Pria tersebut berusia tak muda lagi, sekitar enam puluh atau tujuh puluh tahun. Asumsi saya, kalau Irlandia tertutup terhadap pendatang dengan kulit berwarna seperti saya, biasanya orang muda apalagi orang tuanya tak akan seterbuka itu apalagi nanya kenapa saya gak pindah kesana aja.
Pengalaman lainnya terjadi saat saya pertama kali mengunjungi sebuah kantor pos, saya tak ingat ketika itu saya di Dublin atau di Galway, sebuah kota kecil di barat Irlandia. Ketika itu saya memandangi semua sudut kantor pos, mungkin terlihat kebingungan, padahal saya sedang membaca semua informasi. Lalu seorang nenek datang dan menawarkan bantuannya kepada saya. Sekali lagi, kalau mereka rasis, saya tak akan ditawari bantuan, malah mungkin akan dicela karena sibuk memandangi semua sudut kantor pos. Dua hari lalu, saya ngobrol bersama seorang perempuan Irlandia-Amerika, ibunya, serta perempuan yang sudah berpindah ke Irlandia sejak enam tahun. Perempuan ini mengatakan pada kami bahwa jika kelihatan bingung selama sekian detik saja di Irlandia, pasti akan ada yang datang dan bertanya “Are you okay love? Are you lost love?”. Pada saat yang sama ia dan saya juga takjub dengan keramahan orang Irlandia dan kedoyanan mereka untuk ngobrol dengan orang asing. Catet tapi ya orang Irlandia itu akan bereaksi ramah kalau kitanya juga chatty kalau kitanya jutek saya jamin mereka akan jutek juga.
Pengalaman saya berinteraksi juga terjadi dengan tetangga-tetangga di wilayah saya tinggal. Orang-orang yang kami temui juga ramah, khas Irlandia. Pembicaraan yang paling nyerempet ke warna kulit cuma terjadi saat kami membahas matahari, biasanya berkaitan dengan mandi matahari atau sun bathing yang sering saya balas bahwa saya tak suka mandi matahari karena saya sudah cukup tan dan karena panas di Irlandia itu ‘boongan’. Kalau ngebahas matahari, saya nggak cuma ngebahas dengan tetangga, tapi dengan banyak orang, dari tukang kapal, sampai orang yang tak saya kenal. Di sini, ngebahas cuaca dan matahari itu merupakan topik favorit.
Menurut saya pribadi, Irlandia termasuk ramah terhadap pendatang karena kota ini merupakan melting pot dari berbagai kultur. Banyak perusahaan-perusahaan internasional membuka kantor pusatnya disini, bahkan mereka memiliki Silicon Valleynya sendiri. Perusahan-perusahan ini tak hanya punya pegawai dari Irlandia saja, tapi juga secara rutin mencari pegawai dari berbagai belahan dunia. Irlandia juga menjadi satu tempat yang menarik untuk belajar bahasa Inggris bagi orang-orang non-English speaker. Melihat orang non-Irlandia yang berkulit tak putih menenteng buku-buku bahasa Inggris, termasuk buku IELTS (dan nongkrong si Sbux) bukanlah hal yang aneh. Di kendaraan umum mendengar bahasa non-Inggris juga bukan hal aneh.
Kendati tak pernah mengalami diskriminasi, bukan berarti diskriminasi berdasarkan ras tak terjadi. Jika melihat hasil penelitan, ada banyak kejadian di kendaraan umum, ruang publik, jalanan maupun kendaraan umum. Berdasarkan sebuah riset tentang imigran yang bisa dilihat di sini, orang Asia dan Eropa Timur paling sedikit didiskriminasi, sementara orang Afrika yang berkulit hitam paling sering didiskriminasi. Riset ini kendati dilakukan bertahun-tahun lalu, dan mungkin tidak terlalu relevan, bisa sedikit memberikan gambaran bahwa rasisme juga ada di negeri ini. Pelabelan terhadap orang-orang dari golongan tertentu, seperti Traveller juga ada di negeri ini, tapi bukan berarti Irlandia dan orang-orangnya rasis, hanya segelintir yang seperti itu.
Sebuah kampanye tentang rasisme juga diluncurkan oleh Board of Racism di Irlandia tahun lalu yang mendorong orang-orang untuk melaporkan tentang kejadian rasisme, jika mereka melihat atau mengalami. Poster-posternya saya temui di bandara, maupun kendaraan umum seperti kereta api. Saya tak pernah memotret poster-poster tersebut, tapi nanti jika ketemu poster ini akan saya potret dan post di Instagram, silahkan follow instagram saya @binibule (sekalian promosi).
Berbicara tentang rasisme tak bisa lepas dari negeri kita sendiri yang sebagian kecil (semoga saya benar, hanya ada sebagian kecil saja) tidak menyukai orang Indonesia dari keturunan tertentu. Kendati sudah beberapa generasi lahir dan besar di Indonesia, makan nasi sama sambal terasi, ngomong Jawa medok, atau bahkan bahasa Nias medok, membangun Indonesia dan berkontribusi pada pembangunan negeri, tapi mereka masih sering dilabeli segala kata sifat yang negatif. Tak hanya dengan orang Indonesia, seringkali orang-orang rasis terhadap mereka yang berkulit hitam, baik kulit hitam dari negeri sendiri maupun dari Afrika. Seorang teman kos saya pernah curhat sambil panik, karena kos kami akan digusur. Rupanya, banyak sekali penolakan yang dialaminya untuk mendapatkan kos karena kulitnya yang hitam.
Tak selayaknya manusia didiskriminasi atas dasar apapun, baik itu ras, warna kulit, agama, orientasi seksual, jender ataupun disabilitas. Pada saat yang sama, tak selayaknya pula kita menyebut suatu komunitas bahkan negara sebagai tempat yang diskriminatif, karena sebenarnya diskriminasi dan rasisme itu dilakukan oleh segelintir manusia saja.
Masih seringkah kalian mendengarkan atau melihat hal yang rasis?
xx,
Tjetje
pengalaman waktu di tinggal di cardiff wales saya juga tidak pernah merasa sedikitpun di diskriminasikan sama orang lokal, mereka ini sangat friendly apalagi para manula. yang ada kadang kalau saya papasan sama sesama orang asia malah dipelototin semacam bilang “lo ngapain disini”
Disini orang Asia ada automatic system untuk saling senyum, kadang malah ngobrol2 dari mana. Di Hong Kong situasinya beda, aku dipelototin terus sama mbak2 buruh migran dan dipandangin dari rambut sampai ujung sepatu.
Bagaimana penerimaan mereka kepada wanita muslim yang berhijab mba?
Jumlah perempuan berjilbab di sana nggak terlalu banyak, kalaupun ada kebanyakan dari Malaysia ataupun Afrika. Beberapa kali aku pernah melihat yang menggunakan niqab (yang mukanya ketutup itu apa ya?) juga, tapi memang minoritas banget. Aku perlu informasi yang lebih lengkap untuk bisa nulis hal-hal ini dan exposureku terhadap isu ini belum banyak, baru sekali dua kali aja. Sekali waktu aku amazed dan appreciate banget, pas aku ada acara, pihak hotel langsung mengganti dessert dan champagne untuk sepupuku, karena dia berjilbab. Mereka tahu dessertnya mengandung alkohol, makanya diganti.
Aku juga pernah ditanya kenapa sepupuku ini berjilbab, tapi pertanyaan ini menurutku murni karena penasaran dan karena gak tahu.
Syukurlah mbak kalau diterima dengan baik disana plus orangnya welcome..
aku blu pernah ketemu orang2 rasis atau aku tidak sadar mereka rasis..
Semoga gak pernah ketemu ya Ria!
Jadi pengen ke Irlandia 🙂
Setuju Tje, rasisme dan diskriminasi ada dimana aja, dan menurutku kurang fair mencap satu komunitas bahkan negara sebagai rasis/diskriminatif berdasarkan pengalaman segelintir orang.
Setahuku Irlandia penduduknya terkenal ramah dan laid back kok. Mereka suka ngobrol ya.
Setelah hampir dua dekade tinggal di Belanda, pengalamanku didiskriminasi orang berdasarkan warna kulit hanya 2 kali. Setelah kejadian aku konfront pelakunya dan aku pikir, it’s their loss. Dunia makin kecil, globalisasi membuat masyarakat jadi semakin multi kultural.
Indeed Mbak, semoga banyak orang yang bisa melihat Irlandia dengan cara yang lebih indah. Harusnya orang2 itu fokus untuk meningkatkan kapasitas dan gak bingung mendiskriminasi orang ya.
Penjelasannya jelas banget mbak. Iya, sebenarnya mungkin aku ngerasanya juga gitu. Gak semua orang Irlandia itu rasis jd tdk perlu digeneralisasi. Mungkin aku jadi sedikit belajar bahwa kadang2 apa yg ditulis oleh seorang blogger atau travel writer ttg negara yg jauh banget dr Indonesia itu tdk sepenuhnya benar, tergantung ‘rasa’ yang dialami oleh org tersebut. Penjelasan ini sekaligus mengonfirmasi bahwa ada beberapa tulisan si traveler itu yg memang tidak benar/tidak terbukti setelah diriku datang ke tempat yang diceritakan. Btw, terima kasih infonya :)))
Iya Adie, jangan sampai nila setitik rusak susu sebelanga. Pengalaman orang memang berbeda2 dan I feel sorry ada yang mengalami diskriminasi, tapi in general orang2 Irlandia welcome kok terhadap pendatang. Bagi mereka negeri ini dibesarkan oleh pendatang, ada Viking, Spanyol, Perancis, makanya jadi kaya budaya.
Belon Ai 🙂
Waktu aku ke US, si Matt sempet khawatir kakeknya bakalan rasis tapi pas ketemu santai aja malah peluk2 dan trus panggil sweety plus suka traktir2. Semoga gak bakalan ketemu deh yang begitu2.
Yang ada malahan pas ke satu pulau di Indonesia , gak ditawarin mau beli apaan di tokonya tapi si Matt ditawarin ini itu. Itu termasuk rasis gak ya hahaha.
Nah kalau itu iya, rasisme terhadap orang Indonesia, yang bule diagungkan yang lokal didiskriminasi. Sering banget kejadian kayak gitu.
Orang Scottish lebih ramah lagi Non, aku masuk bar yang penuh Tartan Army (pendukung bolanya Scotland) beberapa minggu yang lalu dan mereka gak segan meluk2 sambil nyium pipi, dari kakek2 sampai anak mudanya ramah semua.
Itu ramah luar biasa ya ampe peluk2 haha
Selama 5 bulan di Belanda sini belom pernah Ail (semoga sampai kapanpun ga kejadian). Kalau lagi jalan beberapa kali disapa dan pernah lagi duduk2 ditaman, diajak ngobrol sama bapak2 gitu. Nanya2 masalah jilbab juga dan tentang Indonesia.
Aku pernah diperlakukan ga nyaman pas di Bali. Pas check in di Hotel, ga ramah cenderung ketus banget resepsionisnya (apa sih ya namanya bagian terima tamu). Begitu suamiku nanya2, ramah banget mereka. Suamiku langsung ga suka, dan bilang mending cari hotel lain aja. Lalu kami pindah cari hotel lain. Dan beberapa kali di Bali aku diperlakukan spt itu. Untung Suamiku orangnya pedes juga omongannya kayak aku. Jadi dia suka ngomong teges ke orang2 itu kalau ga suka diperlakukan istimewa dibandingkan aku istrinya. Itu namanya rasisme dinegeri sendiri bukan sih?
Iya Den itu perlakukan buruk diterima karena kamu lokal dianggap (mungkin) gak punya uang, lalu orang asing dilayani ramah. Dasarnya mendiskriminasi karena label warna kulit. Indonesia malah sering banget kayak gini, terus kalau suaminya muncul baru deh ramah.
Btw, aku kalau menyelesaikan masalah selalu pakai nama belakang suami, karena semua yang berbau bule lebih cepet urusannya. Edaaaaaaan, negoroku!
ya ga usah jauh2 ke luar negeri sih mba.. bener kata mba, di sini juga masih banyak yg rasis.. apalagi byk yg nyebut kalo di luar jakarta, pake kata kampung. CMIIW 😀
Iya, Indonesia harus berbuat sesuatu untuk itu.
Selalu gemes dengan isu rasisme dan diskriminasi.
Apalagi kalau itu keluar dari kerabat dekat yang memberikan cap untuk golongan ini itu dengan embel2 yang tidak enak didengar, khususnya bagian merasa diri lebih superior dan yang lain sebaliknya. Hmm.
Mungkin nggak ya Mbak nggak ada lagi diskriminasi?
Aku bilang sih gak mungkin, karena dia akan tetap ada selama manusia hidup.
Biasanya yang kena rasis itu kebanyakan kulit hitam ya.
Memang tak enak menerima perlakuan rasis dalam bentuk apapun. Di kalangan kita sendiripun ada rasis.
Dalam bidang hospitality sering ada perlakuan rasis lho.
Di Irlandia rupanya iya. Oh hospitality apalagi kalau Indonesia mah sering banget, kalau sudah gitu mendingan panggil manajer atau sekalian tulis di tripadvisor.
Orang rasis di mana-mana ada ya mbak, di negeri sendiri juga banyak yang rasis lah hehe. Tapi ga bisa digeneralisasi. Sama kayak criminal rate juga. Tergantung nasib mungkin ya, kalo ketemunya orang rasis mulu ya kesimpulannya seorang individu merasa dirinya dirasisin di wilayah itu. Sementara yang lain kayak aku yg udah hidup di eropa mo 10th blom pernah ngalamin sekalipun ini ya berkesimpulan kalo aku mujur haha. Si penulus itu lagi apes aja kali hehe.
Wah what a beautiful experience, semoga seumur hidup aku gak pernah ngalami diskriminasi berdasarkan warna kulit di mana-mana ya.
Hehe, satu dua segelintir orang yang memang rasis jangan sampai membuat kita beropini untuk menggeneralisasinya ya 🙂 .
Iya Zilko.
Ah rasisme mah ada di mana-mana.., dari yg paling halus sampe yg menohok, dari negeri sendiri sampe negeri orang.. Untungnya itu hanya ada di segelintir orang dari sekian banyak yg pernah aku temui.. Dan tidak bijak rasanya kalo harus menganggap jelek satu kelompok gara-gara kelakuan segelintir orang..
Agak tidak elok kalau mengecap atau melabeli suatu populasi hanya berdasar sampel yang belum tentu dapat dipastikan kebenarannya :hehe. Saya lahir dan besar di daerah yang mana komunitas kami adalah minoritas, dan sejauh ini sih belum ada hal-hal yang diskriminatif banget yang terjadi dengan komunitas kami, kendati saya tidak menutup mata dengan beberapa konflik berlatar ketidaksenangan suku yang menempatkan warga dari suku kami sebagai korban (contohnya di Lampung dan Sumbawa :hehe).
Eh itu termasuk diskriminasi dan rasisme bukan sih, Mbak?
Itu di Lampung sebabnya apa sih? kecemburuan ekonomi?
Demikianlah kabarnya, meski hal itu berusaha dibalut penguasa dengan mengatakan bahwa konflik itu berlatar insiden pelecehan seksual.
Sama dengan kecemburuan terhadap Indonesia keturunan Tionghoa, buntut2nya karena ekonomi. Padahal kan mereka kerja keras, ya mereka berhak menikmati duit mereka sendiri.
Yep, betul sekali, dan pada akhirnya semua pihak jadi korban.
kalau hotel mengutamakan tamu bule dibandingkan tamu lokal itu rasis ngga ya? tak sengaja ada seorang bos hotel berkisah akan dianggap berhasil seluruh tamunya bule meski kamar yg terisi 60% saja, dibandingkan dengan hunain 90% tapi tamu domestik.
Rasis itu mas, karena dasar seleksinya urusan kulit. Sama sebenernya sama bule hunter, milih bule karena warna kulitnya, rasis.
Iya nih bbrp resort di kepri gt mbak.. tapi mungkin orientasi mrk bisnis
No excuse Mas, mau bisnis mau personal ga boleh milih2 berdasar warna kulit.
Iya wong pelanggan kan sama sama bayar ya
Pernah mbak tapi kejadiannya nggak di aku,
Sudah berapa tahun lalu, Saya naik baswey waktu itu dr kota-blok M, ga tau gimana di kursi belakang bagian pria bapak2 udah berumur saya dengar ngatain mas2 yg berdiri (krn ga dpt tempat duduk), saya ga jelas awalnya gimana tp saya dengar bapak ini menyebut si mas neg*** si mas yg memang kelihatan dr daratan Afrika ini awalnya tampak diam saja sampai dia protes ke sibapak saya dengar “bapak tolong diam!” Dg bhs indonesia sederhana dan sopan tapi si bapak itu nyerocos dan semua penumpang diam tidak ada yg bereaksi. saya berdiri dr kursi saya deketin penjaga pintu bus, minta penjaga suruh si bapak tua diam, sipenjaga nurutin saran saya. Si bapak diam ga lama nyerocos lg nyebut ne*** lg sambil ketawa, saya minta penjaga ngancam nurunin bapak tua itu “sekarang!” atau saya yg bilang ngadu ke sopir, tp penjaga cuma ngancam bapak tua& mas itu diturunin biar ga berisik alasannya. Saya protes minta si bapak tua itu saja yg diturunin. Si bapak tua diam sebentar trus ngoceh lagi lupa apaan. Saya bilang penjaga saya yg bakal bikin ribut nyuruh bapak itu diam atau dia turunin si bapak di halte depan, saya sempat dengar si mas nya bilang “pak..pak..saya tidak bikin ribut dengan anda” atau “mas..mas..bapak ini ganggu lagi” ngadu ke penjaga pintu bus. Akhirnya pas di halte selanjutnya bus berhenti nurunin penumpang & si bapak tua dipaksa turun juga sementara si mas itu didalam bus melanjutkan perjalanan. Saya ga tau apa si bapak ada masalah dg mas afrika itu sebelumnya? apa dia ada gangguan kejiwaan? apa mereka saling kenal? kayaknya tidak. Saya ga suka aja ada yg ngatain ne***, suker kuping mbededek ati saya. Dulu sempat saya nonton Oprah kalo ga salah nih (CMIIW) istilah ne*** dah ga boleh dipake lagi.
Plg nyesek klo didiskriminasi sm sesama warga indonesia mb. Katanya sodara sebangsa setanah air..
Semoga ada perubahan dan kita lebih baik dan tidak mendiskriminasi lagi ya.
Rasis itu bukan hanya sekarang perlakuan dan perkataan yang secara langsung, kalau menurutku. Begitu seseorang melabelkan, menilai dan menyamaratakan orang dengan sesuatu karena asal etnis dan warna kulit itu rasis. Pertanyaan yang selalu diawali dengan ‘dari mana?’ Kan mengukur orang dari asal orang tuanya, ya gak?
saya pernah ngalamin rasisme disini, tapi bukan krn dari asia tp krn saya berjilbab sih, di dlm bus mereka pada ngobrol dengan suara keras sambil bilang “masih ada ya orang yang menutup kepalanya (berjilbab) di suhu yang panas seperti ini, apa dia tidak merasa kepanasan”, lalu saya ngelirik se isi bus yang kepalanya di tutup/berjilbab ya cuma saya 😦
Oh I guess it has nothing to do with race, tapi masalah agama.
Untunglah selama tinggal disini belum pernah Dan semoga jangan pernah. Tapi pernah aku ngobrol dengan seorang nenek di taman bahwa dia tidak suka pada bangsa pendatang, kecuali pada orang Indonesia Dan Suriname, karena menurut dia orang Indonesia Dan Suriname termasuk bagian Dari Belanda juga 😀
kayaknya kalo masalah rasisme dan diskriminasi dimana2 pasti ada ya…
untungnya sih so far gua gak pernah ngalamin yang parah. moga2 gak akan pernah dah. hehehe.
Sebenarnya di negeri kita sendiri terhadap sesama org Indo jg masih banyak rasisme kok which shocks me a lot. Spt di bank asing tmpt kerja aku dl aja sampe terkaget2 krn salah satu teman selalu komentar negatif klo ada kandidat yang mau diwawancara yg keturunan Tionghoa. Habis itu bawa2 agama (yg ini sih SARA ya). Sgt menyedihkan sih sbnrnya. Di jajaran pegawai negeri pun, promosi jabatan sekarang masih sedikit banyak mendiskriminasikan orang2 luar Jawa. masih panjang perjalanan negera kita sepertinya.
paling sebel ama orang rasis kak. tapi emang satu dua pasti ada yang rasis
Saya sendiri mengalami yang namanya rasisme di negeri kita ini Mbak, saya tulis di blog juga.
Soal rasisme saya pikir sih kembali ke orangnya. Kebetulan ada yang rasisme nya tinggi banget sampai dia pun bersikap gitu. Jadi saya setuju sama Mbak. Bukan masalah komunitas atau negaranya. But the person who do it.
Indeed, itu masalah individual. Lain lagi kalau pembahasannya tentang kebijakan yang rasis ya, nah kalau itu baru larinya ke negara.
Setuju mbak.
Ahhh aku suka sama orang Irlandia, mereka ramah dan terlihat baik 🙂
Aku tinggal di Irlandia selama 10 tahun, muslim berhijab, bekerja dan tinggal di Dublin.
Punya pengalaman tidak menyenangkan tentang rasisme di Irlandia.
Di kantor, teman kerja oke semua (ramah, baik, bersahabat. Bahkan waktu Ramadhan, teman-teman pada ngumpet waktu makan untuk menghormati aku yang sedang berpuasa).
Di masjid, teman-teman dari Afrika dan Irlandia oke semua (yang dari Malaysia, gak begitu suka kumpul bareng teman beda negara dan jarang ketemu teman dari Indonesia yang ke masjid).
Di lingkungan sekitar rumah, campur pengalamannya. Yang generasi tua (nenek dan kakek) semuanya super baik dan suka ngobrol, yang muda lebih suka diem saja (di bus atau Luas, mereka lebih suka maen HP daripada ngobrol dengan teman duduknya), yang kecil-kecil ada yang baik, ada yang super nakal.
Di daerah pedesaan, aku belum pernah mendapat perlakuan yang rasis.
Pengalaman rasisme di Dublin……banyaaaaaaak:
1. Dipanggil ‘Chinese go home’ (dikira aku orang Cina) pernah
2. Dipanggil ‘paki’ sering (dikira aku orang Pakistan, karena aku berhijab)
3. Dilempar kerikil juga pernah ketika aku sedang berkebun di halaman depan, sambil diteriakin ‘paki…paki….’ (temanku yang berniqab juga pernah dilempari batu dan diludahi).
4. Di Swalayan aku juga pernah dicurigai mencuri (karena berhijab, aku dikira seorang Gipsy. Orang Irlandia menganggap orang Gispsy sebagai orang yang gak jujur).
5. Dikira gak bisa baca dan tulis juga sering hanya karena aku orang asia yang dianggap belum maju
6. Jendela rumah dilempari telor juga pernah
Pengalaman rasisme teman sekantorku (berkulit hitam) di Irlandia banyak juga. Dipanggil Nig*** B***** sering, rumah dilempari mercon dan batu juga pernah.
Tapi, ada kecendurangan orang-orang yang mengalami rasisme sungkan melaporkannya ke polisi (terkadang polisi juga tidak menganggap serius laporan rasisme dari kita)
Biasanya celutuk-celutuk rasis dilontarkan dari orang Irlandia yang tidak berpendidikan (gak pernah sekolah, gak kerja, hidup dari sos welfare).
Sekarang setelah pindah, giliran suamiku yang mendapat perlakuan rasis dari orang Indonesia. Dipanggil nama jelek, dianggap tak bermoral hanya karena dia berkulit putih, dianggap muallaf walau sudah menjadi seorang muslim 15 tahun lebih, dianggap dompet berjalan dan selalu diberi tarif ‘spesial’dan kalau nawar dipanggil Bu** pelit……….
Aku seringkali nanya sendiri, kok orang bisa rasis kenapa ya?
Halo mbak salam kenal dan terimakasih sudah berbagi ceritanya. Kalau dari cerita rasis di Irlandia, rasanya itu karena mereka manusia2 yang terancam dan karena gak sejahtera jadi iri. Sementara rasisme di Indonesia ini sisa feodalisme,menganggap yang putih lebih dari segalanya.
Mungkin juga alasannya begitu di Irlandia, dik. Soalnya serangan rasisme terburuk terjadi saat parah-parahnya krisis ekonomi melanda Eropa.
Tapi dulu sebelum krisis ada juga yang tanya ke aku ”berapa uang yang diberikan suamiku ke orang tuaku agar bisa kawin denganku” ada juga yang waktu ngliat photo perkawinan kami yang pakai adat jawa bilang ”eh…..nanti pinjam kostumnya ya buat Halloween”
Entah mereka maksudnya rasis atau cuma becanda, tapi aku dan suami tak suka.
Ngomong-ngomong, berapa lama adik telah tinggal di Irlandia?
Wah soal uang itu sensitif sekali Mbak. Btw, saya masih wira-wiri Jakarta Dublin, nanti fall ini baru pindah beneran Mbak. Mbak sekarang nggak di Dublin lagi ya?
kami juga bolak-balik Dublin-Jateng, Dik (disini jualan, di Dublin jadi kuli orang)
Tapi ini, sudah 8 bulan di Jateng.
Walau ada pengalaman yang tidak mengenakan, kalau dibanding-banding orang Irlandia lebih ramah daripada orang Jawa (suami bilang, Jawa sudah berubah 180 derajad dari sepuluh tahun yang lalu. Dulu orang masih murah senyum, sekarang ampun…….).
Waduh, rencana pindahnya pas musim gugur kenapa tidak pas musim panas saja? Dulu aku pindahnya bulan Oktober, dinginnya sudah tak ketulungan (setiap musim dingin tiba, aku selalu menderita chilblind…..menderita). Kalau pindahnya pas musim panas mungkin akan lebih mudah untuk adaptasi.
Mungkin nanti kami akan menetap di co. Kerry kalau sudah pensiun 😀
Mungkin juga alasannya begitu di Irlandia, dik. Soalnya serangan rasisme terburuk terjadi saat parah-parahnya krisis ekonomi melanda Eropa.
Tapi dulu sebelum krisis ada juga yang tanya ke aku ”berapa uang yang diberikan suamiku ke orang tuaku agar bisa kawin denganku” ada juga yang waktu ngliat photo perkawinan kami yang pakai adat jawa bilang ”eh…..nanti pinjam kostumnya ya buat Halloween”
Entah mereka maksudnya rasis atau cuma becanda, tapi aku dan suami tak suka.
Ngomong-ngomong, berapa lama adik telah tinggal di Irlandia?
Hallo mba ailtje.. Perkenalkan saya Jeni, inshaallah Rencana akan menikah Pria irlandia sebenarnya yg ingin saya tanyakan Bagaimana sich Karakter mereka, Cara belajar komunikasi, juga Masakan, kultur, musim dll.. Saya Masih kaku.. Mohon Infonya trmksh
Halo Jeni, salam kenal. Maaf ya terlambat balasnya. Pertama-tama selamat ya atas rencana perkawinannya, semoga semuanya lancar. Karakter mereka tergantung bagaimana mereka dibesarkan sih. Beda orang beda gaya. Tapi in general orang-orang Irlandia itu sangat ramah. Soal masakan, jangan ditanya lah, tak ada rasanya. Minuman yang OK punya.
Kalau musim, di sini cuma ada satu musim: HUJAN terus. LOL.
Kalau mau ngobrol lebih lanjut lagi, email aja yuk!