Hari ini, Jumat 25 April 2018 akan menjadi hari bersejarah bagi Republik Irlandia. Warga negara Irlandia, hanya mereka yang memiliki paspor Irlandia, akan menyuarakan pendapanya, melalui referendum, tentang Amandemen ke delapan. Amandemen yang berada di konstitusi ini melarang perempuan untuk mendapatkan akses aborsi. Akibatnya, ribuan perempuan harus terbang ke Inggris untuk melakukan aborsi serta banyak dari mereka yang harus membeli pil dari internet untuk aborsi, yang dianggap sebagai pil terlarang di negeri ini.
Tak seperti di Indonesia yang memperkenankan aborsi ketika kondisi ibu terancam, di sini aborsi dalam kondisi apapun tak diperkenankan. Maka, ketika perempuan-perempuan mengalami kehamilan bermasalah, di mana fetus yang berada di kandungan mereka memiliki ketidaknormalan, mereka tak bisa mendapatkan pertolongan di sini. Salah satu kasus yang ramai memicu perubahan kondisi ini adalah kasus Savita yang sekilas pernah saya bahas di tulisan saya pada hari perempuan. Link tulisan ini akan saya sertakan di akhir artikel ini.
Selama beberapa bulan terakhir, kondisi Irlandia memanas. Negara ini terbagi dua, sebagian orang berada dalam posisi Yes, atau Tá dalam bahasa Irlandia. Mereka adalah orang-orang yang menginginkan perubahan, supaya para perempuan bisa memutuskan apa yang mereka bisa lakukan terhadap tubuhnya. Jika pemilih Yes ini menjadi mayoritas dan menang, maka amandemen ke delapan yang berada di konsitusi negara (iya, di dalam konstitusi sodara-sodara) akan dihapus. Akses aborsi akan dibuka hingga usia 12 minggu, atau jika di atas 12 minggu ketika kondisi ibu tak memungkinkan dan ada persetujuan dari setidaknya 2 tenaga medis.
Perubahan ini tak diinginkan oleh mereka yang berada di sisi kampanye No. Mereka, termasuk institusi keagamaan (dalam hal ini gereja), aktif berkampanye untuk menyelamatkan amandemen ke delapan ini (di sini sebut sebagai the eight amandement). Jika mereka menang, artinya tak akan ada perubahan. Perempuan-perempuan yang mengalami masalah dengan kandungan, harus pergi ke Inggris, bayar ongkos pesawat, melakukan aborsi, kembali lagi ke Irlandia (kadang mengalami pendarahan di dalam pesawat), lalu kembali ke Inggris lagi untuk mengambil kremasi bayi mereka.
Panasnya situasi ini juga merambah hingga ke Google dan Facebook. Google membuat policy untuk tidak menerima iklan terkait dengan referendum, sementara Facebook hanya menerima iklan yang berasal dari Irlandia. Isu aborsi ini memang menjadi isu penting bagi banyak negara lain, utamanya dengan gereja.
Dari pantauan saya di jagat maya dan juga dari lingkungan teman-teman, kelompok Pro Choice, atau Yes Campaigner, nampaknya banyak diperlakukan tak baik karena pilihan mereka. Ada beberapa orang yang diludahi ketika mereka mengenakan pin bertuliskan Yes. Meja kampanye mereka juga diporak-porandakan oleh pendukung kampanye No.
Saya sendiri, dipanggil pembunuh bayi. Padahal saya tak pernah membunuh bayi manusia. Panggilan ini muncul karena pilihan untuk menjadi pro choice, karena pilihan untuk mempercayai perempuan dan menginginkan perempuan memutuskan hal yang terbaik bagi tubuh mereka. Agaknya menjadi perempuan itu memang tak pernah mudah, dikala memutuskan untuk melakukan aborsi, dituduh pembunuh bayi, tapi ketika memutuskan untuk melanjutkan kehamilan juga tetap dihujat karena memiliki kehamilan di luar perkawinan. Semuanya salah.
Satu hal yang orang seringkali lupa, memutuskan untuk menggugurkan bayi adalah keputusan yang tak akan pernah mudah, bagi siapapun. Jikalau kemudian perempuan memutuskan untuk melakukan itu, kita harus percaya bahwa keputusan itu sudah didahului dengan pertimbangan matang-matang. Tentunya, sebagai penonton dari luar, kita tak pernah tahu pergulatan batin mereka ketika kemudian mereka memutuskan hal tersebut. Who are we to judge them, apalagi nuduh-nuduh dosa dan rentetan panjang penghujatan lainnya?
Dari beberapa hari ini, jagat twitter diramaikan dengan hashtag #HomeToVote. Beberapa orang-orang Irlandia terbang kembali dari Canada, Hanoi, Swedia, untuk mendukung perempuan-perempuan di Irlandia. Penerbangan mereka tentunya bukanlah penerbangan yang susah, mengingat ribuan perempuan Irlandia harus terbang ke Inggris, dalam kondisi pucat, kesakitan, tubuh dan hatinya berdarah karena harus kehilangan bayi mereka.
Sebagai pemegang paspor hijau, saya hanya bisa melihat dari kejauhan riuhnya voting amandemen ini. Tapi dalam lubuk hati terdalam saya, saya berharap hari ini perempuan menang. Semoga kiranya pilihan itu tersedia dan perempuan Irlandia tak perlu melakukan perjalanan jauh lagi.
Good luck Ireland, Tá, Tá, Tá!!
xx,
Tjetje
Baca juga: Perempuan dan Aborsi
Good luck 😇 YES 😇 panas banget aku nonton hal ini di tivi…
Kalau menang Inggris kehilangan income dari perempuan-perempuan yang tiap hari travelling ke Inggris untuk aborsi.
Yes
Yes
Yes!
Semoga menang.
Yang kasihan yg kandungannya bermasalah ya Mbak… Trus kalau gak mampu ke Inggris gimana? Ada kasus perempuan yg kenapa2 krn gak bs aborsi?
Ada yang dibiarin meninggal, itu yang micu perubahan ini.
Kebayang..kl kandungan bermasalah trus demi aborsi kudu terbang ke inggris,smg hasil terbaik mrmihak perempuan irlandia
Ada yang cerita masuk pesawat udah setengah teler karena kandungan bermasalah, suaminya sampai takut. Ada yang pergi sendirian, pas balik pendarahan heboh di pesawat.
Ibu-ibu juga suka pilih rumah sakit protestant di sini, supaya bisa ditolong kalau emergency.
Klo ada single mother yg belum resmi nikah, mereka akan dikucilkan lingkungan juga gak di Irlandia? Atau klo ada pasangan gak menikah yg tinggal serumah (partnering) akan diganggu lingkungan juga gak?
Wah di sini malah ogah kawin karena single mother bisa dapat rumah gratis bisa dapat duit juga. Jadi banyak yang fraud, bilang single mother buat semua benefit itu, tapi gak tinggal sendiri. Ngeselin banget.
Hoo.. d rumah dan benefits gratisnya yg lain itu mereka cuma tinggal sama anak2nya apa sama strangers juga?
Tinggal dengan anaknya, gak dicampur-campur. Tapi ya kondisi rumah gak yang super OK juga.
Hoo harga bawa rupa juga ya berarti 😁
Baca-baca tentang hasil pollingnya sepertinya supporter Yes yang menang ya Mbak. Semoga perempuan di Ireland sana bisa mendapatkan yang terbaik Mbak Tjetje. Kasihan banget sampai harus ada yang dibiarkan meninggal.
Iya, akhirnya menang. Aku bahagia, setidaknya ada opsi dan gak dibiarin mati. Sadis bener emang.
ya semua orang punya pilihan sih
sebenarnya saya juga menolak aborsi karena alasan agama
tapi kalo dokter bilang demikian
ya mungkin aborsilah pilihan yang terbaik
ijin follow ya
Di kasus Irlandia, jatuhnya agama lebih dulu dari manusia. Makanya Savita harus meninggal, tak ditolong (bukan tak tertolong ya, tapi dibiarin). Savita ini bukan satu-satunya korban, ada banyak perempuan yang jadi korban. Nyawanya melayang karena negara gagal menolong mereka.