Modus Jualan Alkohol di Bulan Ramadan

Sebenernya saya udah beberapa kali nulis tentang Ramadan, dari menulis riuh ramainya karena anak kecil teriak-teriak di pagi buta, sampai soal abang-abang yang pada pulang kampung dan bikin anak kos yang sangat bergantung pada mereka ini tak tahu harus makan apa.  Tapi namanya hidup di Indonesia, selalu saja ada hal-hal baru yang muncul dan bisa dijadikan bahan tulisan. Kali ini, saya akan berbagai fakta menarik tentang alcohol di bulan Ramadan.

Awal Ramadan kemarin saya pergi makan malam dengan teman-teman lama di restaurant Lebanon di sebuah hotel di Jakarta. Untuk menghormati Ramadan, pihak restaurant tidak menyajikan alkohol. Bagus kan ya? Eh tapi ternyata  peraturan ini cuma berlaku sampai jam delapan malam. Setelah jam delapan malam alkohol kembali disajikan. Sebagai satu-satunya orang Indonesia di acara makan malam itu, saya pun didaulat untuk menjelaskan alasannya. Harusnya sih saya panggil pihak hotel manajemen untuk menjelaskan. Tapi berhubung saya suka ngaco pinter (ngaco tapi pakai logika dan jawabannya pinter –  ngaco kan?), saya jawab aja kalau alkohol diperkenankan setelah mereka selesai beribadah tarawih. Jawaban yang cukup meyakinkan ini pun tetep dianggap aneh.

Sedikit berbeda dengan hotel tersebut, sebuah mini swalayan di sekitaran Jakarta Pusat baru mulai berjualan alcohol (bir) setelah waktu berbuka puasa tiba. Ketika Adzan Maghrib berkumandang, pegawai mini swalayan itu mengeluarkan stok alcohol dan memasukkannya ke lemari pendingin. Konon, begitu waktu sahur tiba, kaleng dan botol bir tersebut akan disingkirkan. Daripada repot, mendingan dedikasikan satu lemari es buat alcohol yang bisa dikunci, kan gampang, nggak perlu bolak-balik ngeluarin botol dan kaleng. Atau sekalian nggak jual alkohol, tapi mungkin profit dari alkohol terlalu menggiurkan.

Yang paling epic buat saya adalah pengalaman pegawai-pegawai asing yang makan di sebuah mall di kawasan SCBD. Dalam sebuah episode makan siang, mereka memesan dua buah bir. Sang pegawai datang dengan cangkir dan poci teh. Pesen bir kok dibawain teh? Eits… jangan salah, ternyata poci sakti itu berisikan the gadungan, alias bir. Selama hampir sepuluh tahun tinggal di Jakarta baru kali ini saya dengar ada bir disajikan dari dalam poci teh. Kreatif, sungguh kreatif.

Konon, tujuan alkohol tidak dijual selama bulan Ramadan adalah untuk menghormati umat Islam yang sedang berpuasa. Terus terang saya kurang paham hubungan antara tidak menjual alcohol dan bulan puasa. Apakah kemudian ini supaya orang Islam tak tertarik minum bir? Lha tapi orang Islam kan pada dasarnya tak boleh minum alcohol karena memabukkan? Entahlah. Mungkin juga supaya orang tak bermabuk-mabukan dan mengganggu umat yang sedang berkonsentrasi beribadah.

Tapi di jaman seperti sekarang, keuntungan menjual alcohol tentunya lebih menggoda. Apalagi para bos-bos di bulan ini wajib mengeluarkan Tunjangan Hari Raya untuk para pegawainya, belum lagi tunjangan-tunjangan untuk kelompok tertentu serta baju baru untuk anak-anaknya. Terus curhat nggak penting: saya nggak dapat THR.

Anyway, minggu-minggu ini akan banyak yang mengadakan buka bersama. Buka bersama berarti makanan yang disajikan melimpah ruah. Saya selalu memperhatikan kalau lagi buka bersama gini, orang-orang jadi kalap; kalap makan segalanya karena habis berpuasa, lalu perutnya begah kekenyangan. Nggak semua orang sih, tapi saya perhatikan lebih banyak yang kalap daripada yang engga. Atau saya salah gaul? Biarpun makannya sudah sampai begah, biasanya, makanannya juga tetep bersisa banyak. Duh semoga saja makanan-makanan ini nggak terbuang percuma ya, karena masih banyak orang kelaparan.

Selamat berpuasa teman-teman, jaga berat badan, level kolesterol dan pastikan dompetnya nggak jebol karena kebanyakan beli baju baru.

manisan

Selamat menikmati aneka kue cantik, seperti kue yang saya temukan di Bangkok ini. 

Xx,
Tjetje

Advertisement

Ramadan in Indonesia

This year, Ramadan-the holy month for Moslem- falls from July to August. For many Moslem, this is the best time to get closer to God. While for beggars, this is the best time for their business. Ramadan in Indonesia are very different than other part of the world, here are the interesting things about Ramadan in Indonesia

1. Traffic

Well, it is not unique, but traffic during Ramadan is dantesque. Working hours in Indonesia are normally cut to seven hours per day because people do not go out for lunch.  During Ramadan, people  leave the office as early as possible to enjoy iftar with the family. This mean, cars are on the road at the same time, heading to the same direction, housing areas outside Jakarta.

2. Early call

People, often children, walk around the neighborhood to wake people up so that they could have their early meals. They will bring any single thing that make noise and wake everyone.  One could also use the voice and screaming on the street to wake people up. This can be useful if those who are observing Ramadan are finding it difficult to wake up early, but for those who have sleeping problem, this can be a big issue.

3. The THR

According the labour law, employers in Indonesia are oblige to give THR, Tunjangan Hari Raya (the holiday allowance) to its staff. The amount is equivalent to one month salary. If employers fail to do so, they will face prosecution. Theoretically, THR is only between employer and employee, but in reality, everyone has to give THR to other people. Here are my THR list this year:

  • A group of security guards in the area; I do not know these people.
  • A group of young people from the Mosque; same as above, I do not know these people.
  • Staff in the kost, who are hired by the landowner; and I am the tenant!
  • My aunt’s helper; she talked to me in sign language (she’s deaf) indicating she wants money. Beside her, my mom’s helper is also on the list as well. She would expect something from me.
  • Contribution box distributed for security and policemen (who are paid by the taxpayer money) in my office.
  • Ketua RT & Ketua RW (the leader in the community) through their assistant.

The spirit of THR is good, to share the fortune with other. But I feel that people are starting to abuse it by begging and forcing other to give. Anyway, look at this official letter from a forum in Jakarta, requesting money:

betawi rempong

Found in social media

4. The beggars

Ever wonder why jalan Pondok Indah or jalan Fatmawati is flooded by beggars? They are pengemis gerobak, the temporary beggars who live in wooden cart during Ramadan. For a month, they will stay in Jakarta, living with their kids on the street and begging for money. They do this simply because the Jakartans are well-known for their generosity. Thanks to that, some kids are now playing around the street until late and missing their classes.

alms

5. Eating in public is punishable?

Everyone should respect people who are observing Ramadan. Gus Dur was the only person who said the other way.  I’ve been so lucky that I’ve never sent on missions to Aceh during Ramadan. However, I lost my lucky charm when I was assigned to Banjarmasin early this July. The city regulates that restaurants, including the one in the hotel must be closed during puasa (from dawn to dusk). I even tried to find restaurant that open in the pecinan (chinatown) but nothing, everyone in Banjarmasin are not allowed to eat during Ramadan. However, in Jakarta, people can eat at anytime. Some restaurant will also give discount during lunch time; and of course the restaurant’s windows will be covered by curtain to protect those who are fasting.

6. Crowded Restaurant

Ramadan brings old friends back to catch up (and gossiping) over dinner, this tradition known as buka bersama. People start to have this dinner together in the second to the last week of Ramadan. Malls are usually crowded, while mosque started to be less attractive. Restaurants are usually fully booked, some even refused reservation and oblige its patrons to walk-in. Smart Indonesian will start to come at 4.30 pm, an hour and a half before the time to break the fast. If you happen to have a craving for something, please make sure it is earlier than 4.30 pm!

Ramadan in Indonesia is indeed different from other part of the world, but the spirit of Ramadan remains the same, to observe the religion’s duties and to be closer with family and friends. So Ramadan Mubarak everyone, I hope you are having a good one!